JAKARTA, duniafintech.com – Kritik atas kebijakan Pertamina kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) umum RON 92 atau Pertamax datang dari Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira.
Dalam pandangannya, kebijakan ini mestinya tidak dilakukan oleh pemerintah karena Pertamina sendiri sudah untung besar saat menahan harga Pertamax sebesar Rp9 ribu di tengah turunnya harga minyak dunia pada tahun 2020 silam.
“Idealnya, kenaikan Pertamax masih bisa ditahan. Pada saat harga minyak turun di kisaran 20 dolar AS per barel pada 2020, harga Pertamax tidak diturunkan,” kata Bhima, dikutip pada Minggu (3/4).
Sebagaimana diketahui, kendati kenaikan Pertamax menjadi Rp12.500 per liter atau di bawah rencana awal, yakni mencapai Rp16 ribu, tetapi tetap saja kenaikan ini bakal memberatkan ekonomi masyarakat menengah.
Menurut Bhima lagi, kenaikan harga pertamax ini pun berpotensi membuat masyarakat beralih menggunakan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi jenis pertalite. Lantas, dengan maraknya penggunaan pertalite, kebutuhan anggaran subsidi pun bakal ikut membengkak. Selisihnya itu meningkat pesat dari sebelumnya, ketika harga pertamax masih Rp9.000.
“Mereka (masyarakat, red) akan terpaksa turun kelas ke Pertalite. Migrasi ini bisa akibatkan gangguan pada pasokan Pertalite, yang berujung kelangkaan di SPBU,” sebut Bhima.
Di sisi lain, ia pun menilai bahwa meningkatnya konsumsi pertalite bakal berdampak terhadap kenaikan kebutuhan dana kompensasi. Pasalnya, pertalite kini telah menjadi BBM bersubsidi sehingga hal itu berpotensi menimbulkan masalah baru sebab saat ini tunggakan kompensasi pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) terus naik.
“Ini kan sama saja Pertamina mengeluh pertamax harus naik, tetapi nanti pindah keluhannya ke alokasi dana kompensasi pertalite kurang. Jadi, naik semua ujungnya,” tuturnya.
Padahal, kata Bhima lagi, dengan keuntungan besar yang pernah diperoleh Pertamina ketika harga minyak dunia turun, hal itu dapat menutup selisih harga kenaikan yang ditetapkan sehingga masyarakat kelas menengah tidak harus bermigrasi ke Pertalite.
“Pertamina bahkan tercatat membukukan untung sebesar Rp15,3 triliun pada periode yang sama (2020). Artinya, kompensasi masyarakat membayar Pertamax saat itu bisa digunakan untuk menahan selisih harga keekonomian dan harga jual Rp9 ribu per liter,” tutupnya.
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Editor: Rahmat Fitranto