30.7 C
Jakarta
Rabu, 27 November, 2024

Pajak Penghasilan Pasal 21, Begini Cara Menghitungnya

JAKARTA, duniafintech.com – Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) tentunya penting dipahami oleh golongan karyawan tetap yang wajib pajak.

Pada dasarnya, ini adalah salah satu potongan wajib terhadap gaji atau upah yang diperoleh sebagai wujud kontribusi untuk pembangunan negeri.

Seperti yang sudah diatur dalam undang-undang, setiap orang yang telah berpenghasilan tetap punya kewajiban untuk membayar pajak.

Dalam hal ini, ada banyak jenis pajak penghasilan karyawan, di antaranya PPh 21. Nah, untuk mengetahui cara menghitungnya, simak ulasannya berikut ini, seperti dinukil dari Qoala.

Baca juga: Punya Pengasilan dari TikTok? Begini Hitung-hitungan Pajaknya

Apa Itu Pajak Penghasilan Pasal 21?

PPh 21 adalah jenis pajak potongan yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima oleh seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri, baik berupa upah, gaji, honorarium, tunjangan, maupun berbagai jenis pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukannya.

Berdasarkan Bab V pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) nomor PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah:

  • Penerima penghasilan kena pajak seperti pegawai tetap, penerima pensiun berkala, dan pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan lebih dari Rp4.500.000
  • Seseorang yang mendapatkan penghasilan lebih dari Rp450.000 per hari
  • 50% dari penghasilan bruto yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 pasal 3 (c) yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan.
  • Jumlah penghasilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan

Sementara itu, menurut pasal 17 ayat 1, cara menghitung PPh 21 menggunakan tarif progresif. Adapun kategori tarif pajak yang dimaksud, yakni:

  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan hingga Rp50 juta adalah sebesar 5%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan Rp50 juta—Rp250 juta adalah 15%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan Rp250 juta—Rp500 juta adalah 25%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp500 juta adalah 30%
  • Wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenai tarif 20% lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.

Landasan PPh 21 ini mengacu pada beberapa peraturan yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan pemotongan PPh 21, di antaranya:

  • Undang-Undang No. 7 tahun 1983 hingga Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang pajak
  • Peraturan Menteri Keuangan No.252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi
  • Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan sekaligus
  • Peraturan Menteri Keuangan No.16/PMK.03/2010
  • Peraturan Dirjen Pajak No.PER-16/PJ/2016
  • Peraturan Menteri Keuangan No.101/PMK.010/2016
  • Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.010/2016

Elemen Potongan Pajak Penghasilan Pasal 21

Selayaknya pungutan pajak lainnya, pada materi PPh 21 ini juga ada beberapa elemen penting. Adapun setiap jenis elemen punya jumlah potongan yang berbeda sehingga harus dikelompokkan berdasarkan kategorinya terlebih dahulu. Inilah beberapa elemen penting dalam cara menghitung PPh pasal 21 yang perlu diketahui.

  1. Biaya Jabatan

Adapun biaya jabatan merupakan pengeluaran atau biaya yang berhubungan dengan pekerjaan dalam satu tahun pajak. Untuk besaran biaya jabatan PPh pasal 21 ini, yaitu sebesar 5% dari penghasilan bruto dalam setahun, dengan nominal maksimal Rp500 ribu sebulan atau Rp6 juta dalam setahun.

  1. Biaya Pensiun

Sebagai informasi, besaran biaya pensiun yang ditetapkan oleh PPh 21 adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto. Adapun nilai maksimalnya sebesar Rp200 ribu per bulan atau setara Rp2,4 juta per tahun.

  1. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada presiden untuk memberikan jaminan kesehatan nasional untuk seluruh warga negara Indonesia.

Lembaga ini beroperasi sejak tahun 2014 dan melindungi seluruh pekerja dengan 4 program jaminan sosial ketenagakerjaan, yakni jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT) dan jaminan pensiun (JP)

Adapun subjek PPh pasal 21 untuk elemen BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan ini membebani karyawan dengan iuran bulanan dengan jumlah sebagai berikut:

  • 2% untuk JHT
  • 1% untuk JP
  • 0,24% untuk JKK
  • 0,3% untuk JK
  1. Penghasilan Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak

Sementara itu, Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah jumlah upah pekerja yang akan dikenakan potongan PPh 21 setelah dikalkulasikan dengan tunjangan karyawan, BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan serta yang lainnya.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan komponen penting yang merupakan pengurang dari jumlah penghasilan bruto bagi wajib pajak yang tidak dikenakan pajak berdasarkan Peraturan Direktur Pajak No.PER-16/PJ/2016 dan PMK No.101/PMK.010/2016.

Pajak Penghasilan Pasal 21

 

Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21

Berikut ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung PPh pasal 21 berapa persen.

1. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan Tetap

Adapun yang disebut dengan karyawan tetap, yakni karyawan yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur atau bisa juga pegawai yang berstatus kontrak dalam jangka waktu yang sudah ditentukan.

Berikut ini contoh soal PPh pasal 21 untuk perhitungan pajak karyawan tetap:

Yaya adalah karyawati perusahaan ABC yang sudah memiliki tiga anak. Suami Yaya berprofesi sebagai pegawai di perusahaan DCE. Yaya mendapatkan gaji Rp 7 juta per bulan dan mengikuti program pensiun dan BPJS kesehatan.

Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji sebesar Rp 70 ribu per bulan. Di samping itu, perusahaan pun membayarkan iuran JHT setiap bulan sebesar 3,7% dari gaji, sedangkan Yaya juga membayar iuran JHT sebesar 2% setiap bulan.

Premi JKK dan JK oleh perusahaan dengan jumlah masing-masing 0,24% dan 0,3% dari gaji. Di samping menerima gaji, Yaya pun mendapatkan uang lembur senilai Rp 2 juta. Dari contoh itu, cara perhitungan PPh 21 berdasarkan peraturan menteri keuangan tentang pajak penghasilan pasal 21 adalah:

Gaji pokok: Rp7.000.000

Tunjangan lain: Rp2.000.000

JKK 0,24%: 16.800

JK 0,38%: 21.000

Penghasilan bruto: 9.037.800

Pengurangan:

Biaya jabatan 5% x 9.037.00 = 451.890

Iuran JHT 2% gaji pokok = 140.000

Jaminan pensiun 1% gaji pokok = 70.000

Penghasilan neto (bersih) sebulan : 8.375.910

Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910 = 100.510.920

PTKP 54.000.000

Penghasilan kena pajak setahun 46.510.920

Pembulatan ke bawah 46.510.000

PPh Terutang 5% x 46. 510.920 = 2.325.500

PPh pasal 21 bulan Mei = 2.325.500/12 =193.792

Berdasarkan ilustrasi tersebut, Yaya punya wajib pajak PPh pasal 21 sebesar 193.792. Namun, kalau kamu tidak punya NPWP maka akan dikalikan 120% sehingga PPh menjadi 193.792 x 120 = Rp232.550.

2. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak

Adapun cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak (gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja, yaitu dengan menjadikan tunjangan pajak sebagai penghasilan pegawai dan ditambahkan dengan penghasilan yang diterimanya.

Contoh:

Joko bekerja di PT ABC dengan status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Gaji bersih sebulan senilai Rp7.500.000 dan perusahaan memberikan tunjangan pajak sebesar Rp35.167, sedangkan untuk iuran pensiun sebesar Rp75.000 per bulan.

Gaji pokok: 7.500.000

Tunjangan pajak: 35.167

Penghasilan bruto: 7.464.833

Pengurangan:

Biaya jabatan 5% = 373.242

Iuran JHT 2% = 150.000

Iuran JP 1% = 75.000

Penghasilan neto sebulan = 866.591

Penghasilan neto setahun = 82.399.092

Penghasilan tidak kena pajak = 54.000.000

Penghasilan kena pajak setahun = 28.399.092

Pembulatan ke bawah = 28.399.000

PPh terutang 5% x 28.399.000 = 1.419.950

PPh pasal 21 = 1.419.950 / 12 = 118.329

Kalau wajib pajak tidak memiliki NPWP maka objek PPh pasal 21 dikalikan 120% sehingga menjadi 118.329 x 120% = Rp141.995.

3. Cara Menghitung PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Berkesinambungan

Sebagai informasi, pegawai tidak tetap berkesinambungan merupakan orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun dari pemotongan PPh 21 sebagai imbalan jasa yang dilakukannya.

Contoh:

Arya adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT ABC dengan penghasilan Rp8.000.000.

PPh 21 terutang = 5% x 50% x 8.000.000 = Rp200.000

Kalau Arya tidak punya NPWP maka PPh 21 dikalikan 120% menjadi 120% x 5% x 50% x 8.000.000 = 240.000

Baca juga: Pajak Barang Mewah: Karakteristik hingga Cara Menghitungnya

Cara Menghitung Potongan PPh 21 Karyawan Perusahaan

Sekalipun cara perhitungan tarif PPh 21 2022 telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, tetapi dalam praktiknya setiap perusahaan punya metode tersendiri untuk menghitung besaran PPh 21 para karyawannya.

Secara umum, terdapat tiga metode yang biasa digunakan untuk menghitung potongan PPh 21 karyawan, di antaranya sebagai berikut:

Metode Nett

Metode Net dikenal juga sebagai gaji bersih dengan pajak ditanggung perusahaan. Metode ini biasanya diterapkan pada karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung oleh perusahaan.

Contoh:

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Perhitungan PPh 21 sebagai berikut :

Gaji pokok = 10.000.000/bulan atau 120.000/tahun

Total gaji bruto = 10.000.000

Tarif PPh 21 = 15%

Pajak ditanggung perusahaan = Rp9.900.000/tahun atau Rp825.000/bulan

Nilai PPh 21 = 825.000/bulan

Gaji bersih = Rp10.000.000/bulan

Metode Gross

Adapun metode ini disebut juga sebagai gaji kotor tanpa tunjangan pajak. Metode gross diterapkan untuk pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Artinya, gaji pegawai belum dipotong dari pajak penghasilan pasal 21 berapa persen.

Contoh:

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Berikut ini perhitungannya:

Gaji pokok = 10.000.000

Tarif PPh: 15%

PPh 21 = 825.000 / bulan

Gaji bersih = 9.175.000

Metode Gross Up

Adapun metode ini juga dikenal sebagai gaji bersih dengan tunjangan pajak. Metode PPh 21 final ini diterapkan bagi karyawan yang diberikan tunjangan pajak sebesar pajak yang dipotong.

Contoh:

Surya, laki-laki lajang yang menerima gaji bulanan sebesar Rp10.000.000. Begini perhitungannya:

Gaji pokok = 10.000.000

Tarif PPh = 15%

Tunjangan pajak = Rp825.000/bulan

Total gaji bruto = 10.825.000

Nilai PPh 21 = 825.000

Gaji bersih = 10.000.000/bulan

Contoh Cara Menghitung PPh 21

Apabila perusahaan menggunakan cara pembayaran gaji untuk jenis karyawan yang berbeda-beda maka cara menghitung pajak penghasilannya pun berbeda dengan PPh pasal 21. Salah satu contohnya, yaitu cara menghitung PPh 21 untuk karyawan harian lepas.

Berdasarkan PPh 21, upah harian adalah imbalan yang dibayarkan secara harian. Pajak penghasilan upah harian itu karena kalau jumlah penghasilan melebihi Rp450.000 sehari. Setelah jumlah kumulatif upah harian lebih dari 4.500.000, PPh pasal 21 akan dikenakan atas karyawan harian lepas harian secara penuh.

Adapun tarif yang digunakan untuk menghitung PPh pasal 21 bagi karyawan harian lepas berbeda dengan PPh 23. Berdasarkan Undang-undang Pajak Penghasilan pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, besaran PPh 21 untuk karyawan harian lepas adalah sebesar 5%.

Berikut ini cara menghitung PPh 21 untuk karyawan harian lepas.

Kalau upah harian tidak lebih dari Rp450 ribu dan jumlah kumulatifnya dalam satu bulan belum mencapai Rp4.500.000 maka tidak dikenakan potongan PPh pasal 21

Kalau upah harian lebih dari Rp450.000 dan jumlah kumulatif dalam sebulan lebih dari Rp4.500.000 maka dikenakan PPh 5%

Kalau upah kumulatif bulanan lebih dari Rp4.500.000 dan kurang dari Rp10.200.000 maka dikenakan PTKP PPh 21 sebesar 5%

Contoh:

Cakra bekerja sebagai karyawan harian lepas di PT ABC dengan upah sebesar Rp450.000 per hari.

Cara perhitungan PPh 21:

Upah sehari = Rp450.000

Batas upah harian tidak dipotong PPh = Rp450.000

Penghasilan kena pajak dikenakan pada hari ke-11 atau pada upah mencapai Rp4.950.000.

Pendapatan tidak kena pajak = 11 (54.000.000 : 360) = Rp1.650.000

Pendapatan Kena Pajak 11 hari = Rp3.300.000

Cara hitung PPh 21 = 5% x 3.300.000 = 165.000

Dengan demikian, pada hari ke-11, Cakra hanya akan menerima gaji sebesar Rp285.000 karena sudah dipotong oleh PPh 25 untuk karyawan harian lepas sebesar Rp165.000, dengan kumulatif upah harian lepasnya sudah melebihi Rp4.500.000.

Sekian ulasan tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.

Baca juga: Punya Penghasilan sebagai Youtuber? Begini Cara Menghitung Pajaknya

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU