30.9 C
Jakarta
Kamis, 19 Desember, 2024

Berita Ekonomi Hari Ini: Resesi Ekonomi Global Guncang Indonesia? Begini Ramalan Mantan Menkeu

JAKARTA, duniafintech.com – Berita ekonomi hari ini terkait ekonomi dunia yang masih dibayangi oleh risiko resesi global pada tahun 2023.

Sekalipun perbaikan di China mulai terlihat usai pelonggaran Zero Covid Policy, tetapi banyak negara harus waspada saat ini.

Menurut mantan Menteri Keuangan Era Presiden SBY (2013—2014), Chatib Basri, potensi terjadinya resesi ekonomi global pada 2023 masih ada. Meski demikian, kata dia, dampaknya terhadap ekonomi Indonesia tidak akan besar.

Berikut ini berita ekonomi hari ini selengkapnya.

Baca juga: Berita Ekonomi Hari Ini: BI Proyeksikan Ekonomi Indonesia 2023 Melesat 5,3 Persen

Berita Ekonomi Hari Ini: Resesi Muncul dari AS

Chatib berpandangan, resesi ini akan muncul dari Amerika Serikat (AS), yang dipicu oleh kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve.

Kemudian, di Jerman akibat krisis energi di negara itu, yang menyebabkan terbatasnya aktivitas ekonomi.

Namun, dirinya yakin bahwa resesi global itu tak akan banyak mempengaruhi Indonesia karena ekonominya sendiri tidak terlalu terintegrasi dengan aktivitas ekonomi global. 

Pasalnya, imbuh Chatib, porsi ekspor Indonesia terhadap produk domestik brutonya (PDB) yang hanya 25%, jauh di bawah Singapura yang mencapai 180%.

“Karena share ekspor kita ke GDP, saya melihat ekonomi kita tidak akan mengalami resesi karena efeknya terbatas,” ucapnya pada acara Bank Syariah Indonesia Global Islamic Finance Summit 2023, dikutip pada Senin (20/2/2023) via CNBCIndonesia.com.

Maka dari itu, Indonesia masih mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di kisaran 4,5-5 pada tahun ini meski perekonomian global tumbuhnya hanya akan berada di kisaran 2,9%.

Bahkan, Chatib pun yakin bahwa ekonomi Indonesia pada tahun ini mampu mengalahkan Singapura.

“Tahun 2023 adalah periode kita bisa bicara dengan Singapura bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dari Singapura. Alasannya, share ekspor ke GDP Singapura itu 180%, jadi ketika global collapse pasti ekonomi Singapura akan jatuh lebih parah dibanding kami,” urainya.

Tidak Selamanya Berikan Dampak Positif

Akan tetapi, Chatib pun melihat bahwa kondisi tersebut tidak selamanya memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia karena saat nantinya perekonomian global pulih, Indonesia tidak akan banyak menikmati kenaikan itu sehingga pemulihan ekonominya juga terbilang lambat.

“Ketika ekonomi global recover pemulihan ekonomi Indonesia berlangsung lebih panjang dengan negara lain. Ini yang menjelaskan pada 2022 kita tumbuh baik 5,3% tapi kami tumbuh di bawah Filipina dan Vietnam, yang lebih terintegrasi dengan ekonomi global,” jelasnya.

Ia menerangkan, gangguan pada perekonomian global akan berimplikasi pada anjloknya harga-harga komoditas.

Kondisi itu mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Ekspor Indonesia pun pada akhirnya juga akan semakin melemah, sebagaimana pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin untuk kinerja ekspor-impor Januari 2023 yang lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya.

“60% dari ekspor kita energy commodity relate. Jadi, kalau harga batubara, dan sudah terjadi, 25% harga batu bara turun, nikel sudah mulai melambat, maka ekspor kami tidak akan setinggi 2022 dan ini tercermin pada angka yang diumumkan BPS kemarin,” tutupnya.

Sebagai tambahan, berikut ini data posisi neraca perdagangan Indonesia 2018—2022:

Baca juga: Berita Ekonomi Hari Ini: 2022, Pendapatan per Kapita Indonesia Naik Jadi Rp71 Juta

  • 2018: – US$ 8,57 miliar
  • 2019: – US$ 3,23 miliar
  • 2020: US$ 21,74 miliar
  • 2021: US$ 35,33 miliar
  • 2022: US$ 54,46 miliar

berita ekonomi hari ini

Berita Ekonomi Hari Ini: RI Tiru Jurus Korea Selatan untuk Hindari Jebakan Kelas Menengah

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah akan memanfaatkan strategi yang digunakan Korea Selatan agar dapat keluar dari middle income trap alias jebakan negara berpendapatan menengah.

Sejatinya, pemerintah sudah punya program khusus agar Indonesia mampu menjadi negara maju pada 2030, yakni Making Indonesia 4.0.

Program tersebut mendorong pengembangan sektor manufaktur menjadi industri yang mampu memanfaatkan teknologi digital.

“Ini jadi syarat wajib untuk melepas Indonesia dari middle income trap, dari pendapatan yang ditargetkan di atas 2030 itu mencapai 12 ribu dolar per kapita,” kata Airlangga dalam Pidato Ilmiah di UGM secara daring, Jumat (17/2/2023).

Diakuinya, strategi itu menjadi salah satu strategi yang mengintip cara Korea Selatan hingga bisa menjadi negara maju.

Strategi yang menyontek dari Korea Selatan, imbuh Airlangga, pemerintah lakukan lantaran Indonesia punya kesamaan dengan Korea Selatan saat ingin lepas dari middle income trap kala itu.

Di antara kesamaannya, yakni memperoleh bonus demografi. Pada periode 2025—2045, imbuhnya, bonus demografi di Indonesia sebanyak 191 juta penduduk usia produktif dengan talenta muda dalam kurun waktu 15 tahun ke depan sebanyak 600 ribu orang setiap tahun.

“Tingginya tenaga produktif tersebut tentu jadi akselerator kalau kami ingin kalau dari middle income trap menjadi high income country. Tentu kami harus belajar dari Korea, salah satu negara yang bisa akselerasi pertumbuhan ekonomi berbasis bonus demografi,” tuturnya.

Ia menambahkan, dari Korea Selatan, pemerintah belajar bahwa strategi pendidikan tidak hanya mengejar capaian pendidikan dasar, melainkan berorientasi pada industri atau vokasi, mendorong partisipasi angkatan kerja termasuk perempuan, dan kebijakan pada pembangunan infrastruktur yang masif seperti industri manufaktur.

“Secara spesifik saya usulkan technological entrepreneurship menjadi salah satu yang bisa dikembangkan dan kami melihat saat ini China menggunakan technology entrepreneur ini sebagai strategi nasional untuk perkuat sektor yang tentunya jadi critical supply chain,” sebutnya.

Lewat strategi itu, sambungnya, pemerintah akan memulai dengan mengembangkan mobil listrik di Indonesia sebagai salah satu industri yang sangat terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.

Pilihan ini dulu, menurut Airlangga, juga ditempuh Korea Selatan dengan mengembangkan sektor otomotif dan elektronik

“Indonesia bisa memilih bahwa supply chain untuk EV di Indonesia dapat menjadi pelontar agar Indonesia menjadi maju. Sama seperti saat Korea memilih otomotif dan elektronik sebagai industri unggulannya yang membawa negara tersebut keluar dari middle income trap,” paparnya.

Untuk merealisasikan fokus program technopreneurship, pemerintah kata dia akan terus mendorong pendidikan entrepreneurship melalui program inkubasi, pengembangan riset, memperluas akses pembiayaan, akses peningkatan kapasitas usaha, serta membukakan akses jaringan kepada investor serta pasarnya.

Baca juga: Berita Ekonomi Hari Ini: Sri Mulyani Sebut Realisasi APBN 2022 Tumbuh, Ini Dampaknya

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU