USDT adalah akronim dari United State Dollar Tether yang memiliki nilai setara dengan dolar Amerika Serikat (AS). Nilai 1 USDT setara dengan nilai 1 dolar AS yang dapat ditukar menjadi uang fiat, salah satunya rupiah. Di Indonesia sendiri, salah satu bursa kripto yang menyediakan pertukaran USDT adalah Indodax.
USDT ini masuk ke dalam stablecoin yang memudahkan metode transaksi di pasar kripto. Nilainya yang stabil tersebut dapat menjaga nilai dana pengguna, bahkan memudahkan transfer dana lintas negara dengan biaya kirim lebih murah daripada pendahulunya seperti bank atau western union.
Manfaat USDT
Sebagai informasi, Tether pada USDT merujuk pada perusahaan Tether Limited yang berbasis di Hong Kong. Token digital ini dibuat dengan teknologi blockchain untuk mewakili uang fiat, yaitu dolar AS atau yang setara dengan nilai dolar AS, yang disimpan dan dimiliki perusahaan.
Nah, jumlah unit USDT yang beredar luas kini sama jumlahnya dengan uang dolar saat ini. Hal ini disebut juga sebagai collateral asset. Pertanyaannya, mengapa dolar AS yang dijadikan patokan token digital USDT ini? Hal ini untuk mempermudah transfer uang lintas negara. Melalui USDT, biaya kirim yang dibebankan dapat ditekan, apalagi untuk transaksi dalam jumlah yang besar.
Coinmarketcap mencatat USDT adalah stablecoin yang paling banyak dipakai dalam pasar kripto dewasa ini, bahkan berada pada peringkat 7. Dengan kapitalisasi US$ 4 miliar dan volume perdagangan 24 jam sebesar US% 17 miliar, sirkulasi USDT terbilang sangat cepat.
Prinsip Kerja USDT
USDT pada mulanya dibuat dalam jaringan blockchain bitcoin dibantu oleh OMNI Layer Protocol. Sifatnya yang mengiringi jalan transaksi data pada blockchain bitcoin dapat memastikan nilai transaksi tetap stabil. Saat ini, selain menggunakan blockchain bitcoin, USDT juga memakai blockchain TRON, Ethereum, dan EOS.
USDT Menjadi Alternatif Transfer Uang Internasional
Teknologi blockchain yang mulanya dari bitcoin sejatinya diperuntukkan sebagai sistem e-money skala global yang tidak melibatkan sistem pembayaran yang telah ada dan digunakan negara dan bank. Keunggulannya, blockchain bitcoin yang bisa diakses kapanpun dan di manapun, membuat penggunanya dapat mengirim dana lintas negara dengan lebih mudah dan murah tanpa menggunakan pihak perantara lagi.
Meski dalam beberapa kondisi, menggunakan jasa bank untuk mengirim uang lintas negara bisa lebih cepat jika bank yang dituju terafiliasi dengan bank bersangkutan. Akan tetapi, itu pun masih membutuhkan berbagai macam syarat yang harus dipenuhi pengguna sebelum mengirim uang.
Sementara itu, jasa layanan pengiriman uang internasional seperti Western Union membebankan biaya minimal sebesar Rp 112.500 untuk mentransfer dana paling tinggi Rp 750.000.
Nah, jika dibandingkan, USDT hanya membebankan biaya transfer sebesar 2 hingga 5 USDT kepada penggunanya, tergantung kebijakan bursa atau wallet yang digunakan dengan lama pengiriman 30 hingga 60 menit saja. Hanya saja USDT akan membebankan komisi kepada pengguna yang ingin menjual USDT ke mata uang fiat. Sebagai contoh, salah satu bursa di Indonesia membebankan komisi sebesar 0,3 kepada pengguna yang ingin mengkonversi token digitalnya. Untuk biaya transfer rupiah dari bursa kripto ke rekening bank, pengguna akan dikenakan potongan sebesar paling tinggi 1 persen dari jumlah nominal yang masuk ke dalam rekening.
Artinya, dalam soal transfer lintas negara, USDT dapat dibilang lebih efisien daripada bank bahkan western union sekalipun.
USDT Sempat Viral Karena Kontroversi
Pada Januari 2018 silam, USDT pernah menjadi kontroversial karena gagal dalam mengaudit pembuktian bahwa perusahaan punya cadangan dolar sebagaimana yang diklaim Tether Limited. Hal itu membuat regulator mengirimkan surat panggilan kepada pihak perusahaan.
Kemudian, pada April 2019, Letitia James seorang Jaksa Umum dari New York menuduh iFinex yang merupakan induk perusahaan Tether Limited telah menyembunyikan kerugian dari dana investor yang dicampur aduk dengan nasabah mencapai nilai US$ 850 juta.
Tether Limited merespons tuduhan itu, dan menyebut bahwa dana tersebut tidak hilang, tetapi diamankan oleh Crypto Capital selaku pihak ketiga asal Swiss. Meski sempat tercoreng, hingga kini pasar kripto masih percaya dan tetap menggunakan USDT dalam melakukan transaksi. Meski kini juga makin banyak bermunculan token digital yang mengklaim bahwa dirinya lebih legal daripada USDT.
Penulis : Kontributor
Editor : Gemal A.N. Panggabean
Klik link ini untuk melihat daftar marketplace aset kripto berizin di Indonesia.