JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) diminta lebih mengetatkan syarat IPO terutama bagi calon emiten.
Tujuannya agar kualitas calon emiten tetap terjaga dan terus berkembang.
Hal itu disampaikan langsung Deputi Komisioner Pengawas Emiten, Transaksi Efek dan Pemeriksaan Khusus OJK Djustini Septiana di Jakarta.
Djustini menilai, ada sejumlah kelemahan yang dianggap akan mengganggu proses perkembangan calon emiten.
Saat ini kata Djustini, OJK bersama BEI tengah melakukan evaluasi terhadap sejumlah aturan yang mengatur IPO.
Menurut Djustini OJK telah memiliki aturan khusus terkait emiten.
Aturan itu kata Djustini, tertuang dalam POJK Nomor 51/2016, POJK Nomor 7, 8, 23, 25, 58, 76/20217.
Bahkan diperkuat hingga POJK Nomor 22 dan 29 Tahun 2021.
Untuk itu, pihaknya saat ini tengah fokus melihat kelemahan dan kekurangan.
“Saat ini kami berkoordinasi dulu dengan BEI,” terangnya.
Untuk memperkuat dan mendukungnya, hal lain yang mendasar yang perlu dievaluasi yakni peran konsultan hukum.
Menurutnya, konsultan hukum dan profesi penunjang pasar modal yang perlu diperhatikan.
“Bagian ini harus dikuatkan,” jelasnya.
Perketat Syarat IPO, Didukung Praktisi
Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, Budi Frensidy menilai hal sama.
Menurutnya, persyaratan terkait calon emiten memang perlu diperketat.
“Agar aliran penggunaan dana IPO tepat sasaran,” papar guru besar sekaligus Praktisi pasar modal itu.
Tujuan utamanya kata Budi, tentu dengan adanya pengetatan syarat diharapkan peluang kejahatan sektor keuangan dapat diperkecil.
Untuk itu, ia meminta OJK dan SRO jangan mudah meloloskan saham untuk IPO.
Perketat Syarat IPO untuk Hindari Penyelewengan Dana
Sebab, jumlah kasus-kasus penyelewengan dana terkadang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
Budi mencontohkan kasus yang pernah terjadi.
“Kasus kontrak pengelolaan dana PT Optima Kharya dan Katarina dapat jadi pelajaran,” paparnya saat menjadi narasumber Webinar โMembongkar Kejahatan Korporasi di Sektor Keuanganโ, kemarin.
Menurut catatan kata Budi, sepanjang 2024 mayoritas pencatatan saham di BEI didominasi konstituen papan pengembangan.
Pasar bursa mampu menembus di angka Rp12.400 triliun.
Untuk itu, Budi berharap pihak terkait dapat mengawasi secara ketat.
“Daftar orang bermasalah yang kemarin perlu jadi perhatian,” pungkasnya