31.9 C
Jakarta
Sabtu, 2 November, 2024

Berita Ekonomi Hari Ini: Indonesia Naik Satu Tingkat, Makin Banyak Masyarakat Miskin?

JAKARTA, duniafintech.com – Berita ekonomi hari ini terkait Indonesia telah berhasil naik satu tingkat menjadi negara berpendapatan menengah.

Kenaikan Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atau upper-middle income country ini terjadi pada Juni 2023. Pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia pun kini naik mencapai US$4.580 per tahunnya. 

Mengacu pada data Bank Dunia, negara berpendapatan menengah atas ditetapkan memiliki Gross National Income (GNI) per kapita atau pendapatan per kapita per tahunnya di kisaran US$4.466 sampai US$13.845. Dari kondisi itu, terlihat bahwa kondisi ekonomi masyarakat Indonesia sudah lebih baik. 

Berikut ini berita ekonomi hari ini selengkapnya yang perlu diketahui.

Baca juga: Berita Ekonomi Hari Ini: Ini Cara Pemerintah Turunkan Stunting

Berita Ekonomi Hari Ini: Garis Kemiskinan Justru Naik

Dalam kurun waktu yang sama, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan garis kemiskinan di Indonesia justru naik, yang sebelumnya Rp535.547,00/kapita/ bulan pada September 2022, menjadi Rp550.458,-/kapita/bulan per Maret 2023.  

Artinya, masyarakat yang seharusnya sudah naik status ke atas garis kemiskinan, justru kembali mendekati garis kemiskinan.  Bahkan Bank Dunia mematok garis kemiskinan ekstrem menjadi US$2,15 dari sebelumnya US$1,9 per kapita per hari 

Dengan asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS, maka garis kemiskinan ekstrem Bank Dunia sebesar Rp32.250 per kapita per hari atau Rp967.500 per kapita per bulan. Dengan demikian, seseorang yang pendapatannya di bawah Rp1 juta per bulan tersebut, tergolong sebagai miskin ekstrem.

Ekonom melihat klasifikasi yang ditetapkan Bank Dunia tersebut tidak adil dan kurang mempertimbangkan negara-negara besar dan luas, seperti Indonesia.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menyampaikan angka agregat GNI untuk negara besar dengan keragaman dan kesenjangan yang begitu luas seperti indonesia, tidak dapat diperlakukan dengan negara yang kecil.

“Kami [Indonesia] terlalu luas, Bank Dunia harus melihat indikator-indikator lain yang tidak hanya melihat GNI per kapita, dan tidak hanya stuck pada klasifikasi oleh Bank Dunia,” katanya, dikutip dari Bisnis.com, Jumat (21/7/2023).

Salah satu yang dilihat, yaitu tingkat kesenjangan yang meningkat dalam laporan terakhir BPS Rasio gini meningkat yang berarti adanya pelebaran ketimpangan dari 0,381 poin pada September 2022 menjadi 0,388 poin pada Maret 2023, atau meningkat sebesar 0,007 poin. 

“Angka kemiskinan juga sebetulnya menurun, tetapi orang di sekitar garis kemiskinan masih banyak,” tambahnya.

Mengingat pada dasarnya masyarakat menengah ke bawah rentan terhadap gejolak ekonomi, untuk itu kebijakan pemerintah bukan hanya distribusi bantuan sosial, namun juga pengembangan infrastruktur dan sektor prioritas ekonomi.

Penyaluran bansos yang menjadi amunisi pemerintah dalam menurunkan kemiskinan akan berjalan sesuai harapan bila infrastruktur dalam kondisi memadai.  Infrastruktur menjadi penting karena tercermin dari porsi produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang 58 persennya terkonsentrasi di Pulau Jawa.  

“Itu berarti distribusi secara regional itu tidak banyak bergeser, ini berarti aspek kesenjangan antarwilayah yang harus dilihat di luar peningkatan GNI per kapita yang menjadi dasar ukuran Bank Dunia untuk mengklasifikasikan suatu negara, jadi itu kuncinya,” tutup Faisal. 

Berita Ekonomi Hari Ini: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023 Terancam Melambat

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan perekonomian Indonesia berpotensi melambat pada sisa tahun ini terlihat dari tren neraca perdagangan Indonesia sepanjang paruh pertama 2023. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana surplus neraca perdagangan hanya tercatat sebesar US$19,93 miliar, turun 20,24 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy), sebesar US$24,99 miliar.  

“Penurunan kinerja ekspor pada 2023 disebabkan oleh penurunan harga komoditas serta perlambatan ekonomi negara mitra dagang, seperti China dan juga negara-negara Eropa,” ungkapnya, Kamis (20/7/2023).  

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Juni 2023 mencapai US$128,66 miliar atau turun 8,86 persen dibanding periode yang sama pada 2022 (yoy). Sementara ekspor nonmigas mencapai US$120,82 miliar atau turun 9,32 persen. Sejalan dengan hal tersebut, total nilai impor sepanjang semester I/2023 juga tercatat turun sebesar 6,42 persen (yoy) atau setara US$108,73 miliar.  Meski melemah, baik ekspor maupun impor, Indonesia masih mencatatkan keuntungan sebesar US$19,93 miliar.  

Sementara itu, Josua menyebutkan bahwa potensi perlambatan ekonomi dalam negeri juga tampak dari kinerja investasi yang diproyeksikan melambat. 

“Penurunan investasi bangunan cenderung stagnan dibandingkan dengan periode sebelumnya, tercermin dari penjualan semen yang terkontraksi pada kumulatif Mei 2023,” tambahnya.  

Penurunan sisi konstruksi pembangunan tersebut memberikan andil terhadap melambatnya pembangunan infrastruktur sepanjang 2023.  Josua menambahkan adanya perlambatan investasi ini juga diakibatkan oleh potensi tertahannya investasi asing ke Indonesia menjelang Pemilu, dengan tren mengarah ke situasi wait and see.

Baca juga: Apa Itu Resesi Ekonomi Global: Ciri-ciri hingga Akibatnya

berita ekonomi hari ini

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat realisasi investasi pada kuartal I/2023 mencapai Rp328,9 triliun, naik 16,5 persen (yoy). Angka tersebut baru mencakup 23,5 persen dari target 2023 sebesar Rp1.400 triliun.  Untuk itu, Josua memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan melambat menjadi 4,9 persen – 5,0 persen. Di bawah target pemerintah sebesar 5,3 persen. 

Josua melihat konsumsi dari sektor lembaga non-profit rumah tangga (LNPRT) yang akan menjadi penopang terhadap pertumbuhan ekonomi 2023, terutama dengan adanya persiapan Pemilu 2024.  Ramalan ADB Proyeksi Josua tersebut sejalan dengan ramalan Asian Development Bank (ADB) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 4,8 persen pada tahun ini.

Dalam outlook terbarunya, ADB memandang bahwa meski terjadi normalisasi, permintaan domestik hanya akan tumbuh moderat pada tahun ini. Permintaan itu sangat berpengaruh terhadap konsumsi domestik, yang menjadi penopang utama produk domestik bruto (PDB) Indonesia. 

“Konsumsi belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan belanja dan pertumbuhan investasi tertahan oleh sikap wait and see dari para pelaku bisnis,” tulis ADB dalam laporannya, Rabu (19/7/2023).  

Pertumbuhan Ekspor Diperkirakan Melambat

Selain itu, pertumbuhan ekspor Indonesia diperkirakan melambat karena base effect dan permintaan yang lebih rendah dari negara mitra dagang, yang diperkirakan terus berlanjut.  

Sementara pada 2024, ADB memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menguat ke 5 persen. Sejalan dengan itu, ADB memperkirakan laju inflasi di dalam negeri akan mencapai 3,8 persen secara rata-rata pada akhir 2023 dan akan terjaga pada tingkat 3 persen pada 2024. 

Adapun, di kawasan, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara melambat ke 4,6 persen untuk tahun ini dan 4,9 persen tahun depan. Angka itu melambat dibandingkan dengan perkiraan ADB pada April lalu, masing-masing sebesar 4,7 persen dan 5,0 persen.

Baca juga: Apa Itu Resesi Ekonomi Global: Kenali Penyebab dan Dampaknya

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU