27.3 C
Jakarta
Sabtu, 7 Desember, 2024

Berita Fintech Indonesia: Kata AFPI soal OJK Bisa Pailitkan Fintech lewat RUU PPSK

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru kali ini akan mengulas tentang tanggapan asosiasi fintech terkait RUU PPSSK.

Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui akan menjadi satu-satunya pihak yang punya kewenangan untuk mengajukan pailit ke pemain fintech alias financial technology.

Hal itu sebagaimana bunyi beleid yang tercantum di dalam tubuh draf Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau omnibus law keuangan.

Melihat draf RUU PPSK versi 5.0 yang diterbitkan pada Kamis (8/12/2022), tepatnya pada Pasal 8B, berbunyi bahwa OJK merupakan satu-satunya pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit dan/atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap debitur yang salah satunya merupakan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi alias fintech.

Lantas, bagaimana tanggapan asosiasi? Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Tekan Kredit Macet, Ini Upaya Fintech

Berita Fintech Indonesia: Kewenangan Sesuai Fungsi OJK

Mengutip Bisnis.com, Kamis (15/12/2022), menurut Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Adrian Gunadi, beleid yang tercantum di dalam Pasal 8B itu adalah kewenangan yang sesuai dan sejalan dengan fungsi dan pengawasan OJK.

“Saya rasa itu [RUU PPSK] sesuai dengan fungsi pengawasan dari OJK, bagaimanapun yang namanya sudah berizin, fungsi pengawasan ada di OJK,” ucapnya.

Oleh sebab itu, ia pun menyebut bahwa AFPI, sebagai salah salah satu asosiasi, mendukung penuh peran aktif OJK, termasuk kewenangan OJK menjadi satu-satunya pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit fintech.

“Kami [AFPI] dari asosiasi tentunya mendukung bahwa OJK juga berperan aktif dalam memastikan dan menjalankan fungsi pengawasannya. Saya rasa itu sesuatu hal yang wajar [OJK dapat mengajukan pailit terhadap fintech], mekanisme dan tata cara tentunya adalah kewenangan dari OJK,” ulasnya.

Adrian memandang, kewenangan itu adalah bagian dari fungsi pengawasan yang dilakukan oleh OJK. Apalagi, imbuhnya, industri fintech pun kia berkembang, yang mencatatkan sebanyak 102 pemain fintech di Indonesia.

“Kami berharap dari sisi OJK juga kapasitas dan resource-nya bisa diperkuat untuk bagaimana bisa melakukan pengawasan yang terintegrasi terhadap 102 penyelenggara fintech,” tandasnya.

Berita Fintech Indonesia: Modal Minimal Fintech Naik Jadi Rp25 Miliar

Sebelumnya, melalui Peraturan OJK No. 10.2022, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperbaharui permodalan fintech peer-to-peer (P2P) lending menjadi minimal Rp 25 miliar.

Menurut Pasal 4, modal harus disetor dalam bentuk tunai, sedangkan peningkatan modal dapat dalam bentuk tunai, setoran tunai, dan juga dividen saham.

CEO Akseleran Ivan Nikolas Tambunan, dari sisi pelaku fintech, menyatakan bahwa modal setor minimum Rp 25 miliar ini adalah kebijakan baik.

Ia berpandangan, hal berguna untuk memastikan ke depannya penyelenggara layanan fintech lending sehat secara finansial. Apalagi, industri ini sekarang telah berkembang selama lebih dari 6 tahun.

Diterangkannya, modal disetor 25 miliar berlaku untuk platform yang baru, sementara platform existing tidak berlaku. Adapun untuk platform existing wajib meningkatkan ekuitas menjadi Rp 12,5 miliar dalam beberapa tahun.

“Bila tidak berkenan atau mampu menambahkan ekuitas, maka bisa cari partner lain, namun saat ini perubahan pemegang saham hanya bisa dilakukan dalam waktu 3 tahun setelah mendapat izin usaha,” jelasnya, seperti dikutip dari Kontan.co.id.

Oleh sebab itu, ia menilai bahwa industri fintech mesti fokus pada fundamental usaha. Apabila usaha mampu tumbuh dalam memberikan pinjaman, dengan kualitas pinjaman yang baik (NPL rendah) dan cost of fund yang kecil, maka seharusnya bisa jadi sustainable.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: RUU P2SK Jadi Legitimasi Fintech

“Hati-hati juga dalam memanage opex (operating expenditure) perusahaan,” sebutnya.

Sementara itu, di tengah kasus yang mencoreng industri fintech, ia mengimbau untuk mengutamakan risk assessment pinjaman dan collection pinjaman. Assessment pinjaman perlu ditingkatkan terus kualitasnya supaya NPL kecil.

“Sedangkan dari sisi collection, perlu terus memperkuat SDM internal agar melakukan collection sesuai dengan aturan dan pedoman yang ada,” tutupnya.

berita fintech indonesia

Dorong Konsolidasi Fintech

Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, dari sisi pengamat, mengungkapkan bahwa penambahan modal inti cukup positif untuk mendorong konsolidasi fintech.

Ia menyarankan, mungkin di Indonesia tidak perlu banyak fintech supaya secara pengawasan efektif dan penyaluran pinjamannya lebih produktif.

“Kalau kondisi existing terlalu banyak fintech pengawasan jadi sulit, yang dirugikan masyarakat juga,” ucapnya.

Untuk diketahui, kini OJK mencatat sudah ada 102 fintech lending yang berizin OJK. Dalam pandangan Bhima, idealnya, jumlah fintech di bawah 30 perusahaan, tetapi modal intinya tinggi dan cakupan penyaluran kredit ke sektor produktivitasnya luas

Ia pun menyarankan agar perusahaan fintech dapat melakukan opsi merger dan akuisisi sesama perusahaan fintech atau menjual saham kepada perbankan, bahkan likuidasi.

Sebaiknya, kata dia lagi, fintech memiliki integrasi dengan ekosistem digital yang lebih luas, contohnya akses permodalan ke merchant e-commerce masih potensial, tetapi harus merger dahulu dengan platform e-commerce.

Bhima menilai, perbaikan manajemen risiko pun penting, bukan sekadar penyaluran pinjaman tinggi, ke depannya masalah keberhasilan pengembalian dana peminjam pun penting.

Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, juga memandang bahwa model minimum Rp 25 miliar adalah hal yang wajar.

Ia berpandangan, modal minimum Rp 25 miliar sejatinya masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan modal minimum sebuah bank.

Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini Alasan Fintech Aktif Gandeng BPRS

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU