JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini akan membahas tentang berapa besaran modal awal untuk membangun fintech.
Mengutip Otoritas Jasa Keuangan (OJK), financial technology atau fintech adalah sebuah inovasi di bidang industri keuangan, yang bergantung pada penggunaan teknologi informasi era internet.
Lalu, seberapa banyak sih modal awal untuk membuat sebuah perusahaan startup fintech ini? Ketahui yuk jawabannya dalam ulasan di bawah ini
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Dampak dari Adanya Fintech di Indonesia
Berita Fintech Indonesia: Modal Awal Pinjol Jadi Rp25 Miliar
Sebagai informasi, OJK sendiri telah menerbitkan aturan terbaru yang ditujukan bagi fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol). Peraturan bernomor 10/POJK.05/2022 dari OJK ini mengatur tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending).
Adapun beleid ini diketahui berlaku sejak diundangkan pada tanggal 4 Juli 2022 dan sekaligus mencabut POJK 77/2016. Untuk diketahui, aturan ini dikeluarkan untuk mengembangkan industri keuangan yang bisa mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi.
POJK ini pun menjadi penyempurnaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Aturan ini juga sudah mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumen.
Poin penting pada aturan tersebut, salah satunya, yakni terkait ketentuan permodalan saat pendirian. Penyelenggara LPPBTI mesti didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp25 miliar. Bukan itu saja, penyelenggara pinjol pun diwajibkan untuk punya ekuitas setidaknya sebesar Rp12,5 miliar. Selain itu, penyelenggara pinjol pun harus memperoleh izin usaha terlebih dahulu dari OJK.
Di lain sisi, penyelenggara konvensional yang melakukan konversi menjadi penyelenggara berdasarkan prinsip syariah juga wajib untuk memperoleh persetujuan dari OJK. Kemudian, calon pihak utama yang merupakan pemegang saham pengendali (PSP), direksi, dewan komisaris, dan DPS juga wajib untuk mendapatkan persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai pihak utama.
Di samping itu, penyelenggara fintech juga wajib untuk memiliki setidaknya dua anggota direksi, paling sedikit satu orang anggota dewan komisaris dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi. Sementara itu, penyelenggara berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki paling sedikit satu anggota dewan pengawas syariah. Penyelenggara juga diwajibkan untuk punya unit audit internal yang dijalankan oleh paling sedikit satu orang sumber daya manusia (SDM).
Adapun sejumlah ketentuan baru dalam Peraturan OJK itu merupakan LPBBTI bisa dilakukan melalui pendanaan produktif dan pendanaan multiguna dan batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan. Kemudian, penyelenggara pun wajib untuk memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan.
Lebih jauh, untuk mendukung program pemerintah, penyelenggara bisa bekerja sama dengan instansi pemerintah untuk menjadi mitra distribusi atas surat berharga negara. Adapun dalam kegiatannya, penyelenggara wajib untuk menggunakan sistem elektronik dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dan wajib dimiliki, dikuasai, dan dikendalikan oleh penyelenggara.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Contoh Perusahaan Fintech Populer di Indonesia
OJK pun mewajibkan penyelenggara pinjol menyampaikan data transaksi pendanaan kepada pusat data fintech lending otoritas dengan mengintegrasikan sistem elektronik milik penyelenggara pada pusat data fintech lending. Sementara itu, untuk permohonan perizinan, permohonan persetujuan, dan pelaporan, nantinya akan disampaikan lewat sistem jaringan komunikasi data OJK.
Fintech Andalkan Pendanaan dari Investor
Penting diketahui, saat ini sudah ada sebanyak 103 pemain fintech legal di Indonesia yang mengantongi izin operasional dari OJK. Bagi seratusan fintech ini dan sedang beroperasi, tidak dibebankan ketentuan modal disetor yang baru. Meski begitu, perusahaan fintech tersebut tetap harus memenuhi ketentuan ekuitas minimal yang baru, yaitu sebesar Rp12,5 miliar.
Angka itu bisa dipenuhi secara bertahap selama 3 tahun sejak POJK baru tadi resmi diundangkan. Melangsir kontan.co.id, Danain sebagai salah satu fintech P2P lending sejauh ini masih menunggu aturan pasti yang berlaku terkait adanya ekuitas minimum yang harus dipenuhi.
Menurut CEO Danain, Budiardjo, pada intinya, pemegang saham saat ini sudah pihaknya sounding dan akan support mengenai permodalan sesuai dengan regulasi. Dengan demikian, pihaknya masih belum memikirkan strategi mencari permodalan lantaran pemegang saham saat ini tetap komit akan mendukung.
Danain sendiri merencanakan dalam rencana bisnis 2022 mereka tentang penambahan modal disetor tersebut. Akan tetapi, mereka akan menunggu aturan baru yang akan diberlakukan oleh OJK. Yang jelas, pemegang sahamnya sudah menyiapkan penambahan modal disetor tahun ini. Untuk memperkuat permodalan di tahun ini, Danain akan menyiapkan dana minimal Rp10 miliar. Danain pun masih mengandalkan dana dari pemegang saham, dan belum berencana untuk menggandeng investor atau modal ventura.
PT Astra Welab Digital Arta atau Maucash, sebagai fintech resmi lainnya, juga siap untuk memenuhi aturan baru mengenai penguatan permodalan yang ditetapkan OJK. Perusahaan fintech P2P lending yang menjadi bagian Grup Astra (ASII) ini mengaku siap untuk pemenuhan modal disetor dan ekuitas minimal tersebut. Pada tahun ini, Maucash akan mencari permodalan dari shareholder Astra dan Welab.
Bukan hanya dari sisi permodalan, Maucash pun bahkan berencana untuk memenuhi ekspektasi OJK supaya pemain P2P lending klaster multiguna ikut memperbesar layanan pinjaman ke sektor produktif. Untuk menjaga permodalannya, Maucash pun bakal menyeimbangkan growth dan profitability. Sejauh ini, Maucash memang masih fokus pada produk cash loan dan bayar tunda (BNPL/paylater).
Sekian berita fintech Indonesia hari ini terkait modal awal pendirian fintech di Indonesia. Dengan setoran modal yang ditingkatkan itu, tentunya hal ini akan membuat fintech lebih mengakomodasi perkembangan industri yang cepat dan lebih kontributif serta memberikan pengaturan yang optimal pada perlindungan konsumennya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Manfaat Fintech bagi Masyarakat
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.