25.4 C
Jakarta
Minggu, 6 Oktober, 2024

Berita Fintech Indonesia: Pasca Runtuhnya SVB, Industri Startup Fintech Indonesia Diproyeksikan Terus Tumbuh

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru terkait runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) dan industri startup fintech.

Di  tengah fenomena Silicon Valley Bank (SVB) yang runtuh, industri startup teknologi finansial (financial technology/fintech) di Indonesia diproyeksikan terus tumbuh hingga 2027.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Bisnis.com.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Waspada Bahaya “Bank Titil” dan Pinjol Ilegal, Ini Kata DPR dan OJK

Berita Fintech Indonesia:  Proyeksi Transaksi di Lima Segmen Fintech

Adapun hal tersebut tampak dari proyeksi nilai transaksi di lima segmen fintech dalam negeri.

Melangsir DataIndonesia, Rabu (15/3/2023), Statista menyebutkan bahwa pembayaran digital menjadi segmen fintech yang memiliki nilai transaksi terbesar di Indonesia pada 2022, yakni US$70,38 miliar atau senilai RpRp1,08 triliun.

Nilai itu diperkirakan terus tumbuh hingga US$122,3 miliar atau senilai Rp1,88 triliun pada 2027.

Investasi digital menyusul di urutan kedua dengan nilai transaksi sebanyak US$23,65 miliar atau senilai Rp363 triliun pada 2022.

Dalam lima tahun setelahnya, investasi digital diproyeksi memiliki nilai transaksi sebanyak US$56,24 miliar atau Rp864 triliun.

Nilai transaksi bank digital di Indonesia mencapai US$18,37 miliar atau senilai Rp282 miliar pada 2022.

Angkanya pun diproyeksi tumbuh menjadi US$54,43 miliar pada 2027. Kemudian, nilai transaksi fintech pendanaan digital mencapai US$0,99 miliar pada 2022.

Nilainya diperkirakan naik menjadi US$1,44 miliar pada 2027. Nilai transaksi fintech yang bergerak di segmen aset digital diperkirakan sebesar US$0,38 miliar pada 2022. 

Pada tahun 2027, nilai transaksinya diperkirakan tumbuh menjadi US$0,97 miliar. Saat ini pun beberapa VC sudah menargetkan pendanaan ke sektor fintech.

BNI Ventures siap melakukan investasi terhadap startup yang bergerak di bidang financial technology (fintech) usai mendapatkan perizinan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

CEO BNI Ventures Eddi Danusaputro mengatakan berharap dapat memberikan pendanaan pada kuartal I/2023.

Saat ini, BNI Ventures akan lebih memfokuskan pendanaaan ke sektor fintech atau fintech enablers.

“Iya semoga sudah lakukan investasi di kuartal I [tahun] ini,” katanya, Kamis (9/2/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini Strategi Beberapa Fintech P2P Lending di Tengah Industri yang Terus Melaju

Berita Fintech Indonesia: Waspada Bahaya “Bank Titil” dan Pinjol Ilegal, Ini Kata DPR dan OJK

Sebelumnya, melangsir detikcom, geliat “bank titil” masih tumbuh subur di wilayah Jawa Timur. Istilah tersebut merujuk pada kegiatan pinjaman uang dengan bunga selangit.

Maraknya bank titil membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar seminar yang berisikan penyuluhan terkait pinjaman online (pinjol) dan investasi ilegal.

Adapun seminar dari OJK ini juga dihadiri oleh Anggota DPR RI Komisi XI Farida Hidayati.

Pada seminar itu, Farida menyampaikan bahwa OJK harus terus dan masif melakukan sosialisasi di masyarakat secara merata untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap pinjol ilegal yang meresahkan banyak lapisan masyarakat indonesia.

“Seminar penyuluhan dan sosialisasi literasi keuangan dari OJK ini perlu dilakukan secara masif dan merata kepada masyarakat sebagai upaya mengedukasi masyarakat agar lebih selektif dan mampu mewaspadai pinjaman online ilegal yang tidak jelas dan banyak merugikan masyarakat,” katanya.

Disampaikannya, masyarakat harus lebih jeli dan paham dalam melihat jasa produk atau layanan keuangan yang biasa kita sebut Pinjol atau pinjaman online yang kita semua tau begitu sangat mudahnya diakses melalui ponsel.

Ia memandang, hal itu memang mempermudah masyarakat dalam mencari pinjaman uang, tetapi jika tidak selektif dalam memilih pinjol yang legal akan berakibat masyarakat yang akan terjerat hutang yang mencekik karena terjebak dan tergiur oleh pinjol ilegal.

Lebih jauh, Anggota Komisi XI PKB DPR RI itu juga menyebutkan bahwa maraknya kasus masyarakat terjebak dalam pinjaman online ilegal terjadi karena akibat dari rendahnya literasi dan pengetahuan masyarakat akan produk atau jasa layanan keuangan yang legal dan aman.

“Mayoritas masyarakat hanya mengenal pinjol sebagai tempat meminjam uang yang mudah namun tidak memahami risiko yang ada di belakang, jangan sampai masyarakat hanya ingin mudahnya saja dalam meminjam uang tanpa memperhatikan resiko yg terjadi. Hari ini kami melihat banyaknya korban dari pinjol (pinjaman online) ilegal, hal itu menandakan rendahnya pengetahuan masyarakat kita khususnya masyarakat yang ada di desa terhadap pinjaman online,” tutupnya.

berita fintech indonesia

Imbau Masyarakat Lebih Selektif

Di sisi lain, menurut Kepala Bagian Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Regional 4 Jawa Timur, Rifnal Alfani, menyampaikan bahwa layanan jasa keuangan itu adalah hal yang hampir setiap harinya bersentuhan dengan masyarakat pada umumnya.

Mulai dari ‘Bank Titil’ yang eksis di masyarakat Jawa Timur sampai pinjaman online yang 1 dekade terakhir mulai marak, baik yang secara resmi terdaftar di OJK maupun tidak terdaftar.

Ia pun menyebutkan, ketidakpahaman masyarakat akan memilih produk jasa layanan keuangan atau biasa disebut pinjol akan menimbulkan pilihan yang salah dan cenderung merugikan konsumen dan masyarakat.

Oleh sebab itu, OJK mengimbau masyarakat untuk lebih selektif memilih platform pinjaman online di internet.

Baca aturan dengan seksama dan jangan gegabah dalam menentukan pilihan platform pinjol.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Rekomendasi Pinjaman Online Syariah 2023 Berizin OJK

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU