26.3 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Berita Fintech Indonesia: OJK Ungkap Pemicu Fintech Lending Mulai Profit

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan perolehan profit industri fintech lending.

Adapun pemicunya, kata OJK, adalah karena sejumlah pemain di industri ini mulai melakukan perbaikan struktural.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Bisnis.com.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Silicon Valley Bank Ambruk, Begini Tanggapan IFSoc Terkait Fintech

Berita Fintech Indonesia: Mulai Menguatkan Prinsip Struktural

Disampaikan Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Triyono, pemain fintech lending mulai menguatkan prinsip struktural.

Triyono menyebut, hal itu karena jauh sebelum fintech lending membukukan kinerja positif dengan mencetak laba, industri ini hanya berfokus pada suntikan dari modal luar.

“Kenapa mereka [fintech lending] laba? Karena memang sekarang mereka concern terhadap perbaikan struktural, dulu mereka tidak terlalu concern mengenai itu. Artinya, berapa target laba dan berapa target efisiensi itu tidak dilakukan [sebelumnya],” katanya usai acara bertajuk International Seminar on Promoting Digital Finance Inclusion for Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) Through the Use of Credit Scoring di Hilton Bali Resort, Nusa Dua, Bali, Kamis (16/3/2023) kemarin.

Mengacu pada data Statistik Fintech Lending Periode Januari 2023 yang dipublikasikan oleh OJK, fintech lending mampu membalikkan kinerja dengan membukukan laba bersih senilai Rp50,48 miliar pada Januari 2023.

Dibandingkan dengan posisi Januari 2022, fintech lending terpantau masih mengalami kerugian sebesar Rp16,14 miliar.

Bukan itu saja, pada posisi Desember 2022, fintech lending juga masih rugi senilai Rp41,05 miliar.

Di samping memperbaiki sisi struktural, Triyono pun memandang bahwa perbaikan kinerja fintech lending juga didukung oleh rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang semakin efisien.

Adapun salah satunya dengan melakukan perampingan karyawan untuk meningkatkan efisiensi kinerja.

“Ada winter di bisnis digital, ada beberapa pemberhentian karyawan, efisiensi, perampingan, itulah yang kemudian mereka bisa mengukir profit yang cukup lumayan,” tuturnya.

Per Januari 2023, rasio BOPO yang dimiliki industri fintech lending terpantau semakin efisien, yakni berada di angka 89,16 persen pada Januari 2023.

Rasio BOPO tersebut lebih efisien jika dibandingkan dengan Januari 2022 sebesar 107,96 persen.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pasca Runtuhnya SVB, Industri Startup Fintech Indonesia Diproyeksikan Terus Tumbuh

Berita Fintech Indonesia: Startup Fintech Getol Akuisisi Bank, Ini Alasannya

Sebelumnya, GDP Venture menguak alasan beberapa startup financial technology atau fintech sering kali melakukan akuisisi terhadap bank, demikian sebaliknya.

Menurut Investment Partner GDP Venture, Anthony Liem, hal itu terjadi lantaran startup fintech lebih bisa mengejar inklusi. 

“Karena inklusi yang ditawarkan itu,” katanya dalam acara Power Lunch, Rabu (15/3/2023) lalu.

Ia menerangkan, pangsa pasar untuk keuangan di Indonesia sangat besar sehingga para pemain keuangan harus melakukan kerja sama.

Pada tahun lalu, juga ada enam fintech yang melakukan akuisisi terhadap Bank. Pada April 2022, Investree dan Ajaib mengakuisisi Amar Bank dan Bank Bumi Arta. 

Xendit dan Komunal juga melakukan akuisisi di Bank Sahabat Sampoerna dan BPR di Kediri. Pada Maret FinAccel mengakuisisi Bank Bisnis Internasional.

Selain fintech, startup sektor lain pun sering mengakuisisi perusahaan yang sudah well estalibled. Seperti Zenius melakukan akuisisi terhadap Primagama.

Tidak hanya perusahaan biasa, startup juga banyak yang melakukan akuisisi startup lainnya seperti Sirclo akuisisi Warung Pintar dan Ruangguru terhadap Scooters dan Kalananti.

Berita Fintech Indonesia

Fintech Diproyeksikan Terus Tumbuh

Sebelumnya diwartakan, industri startup fintech Indonesia diproyeksikan terus tumbuh hingga 2027 di tengah fenomena Silicon Valley Bank (SVB) yang runtuh.

Hal itu terlihat dari proyeksi nilai transaksi di lima segmen fintech dalam negeri. Melangsir DataIndonesia, Rabu (15/3/2023), Statista menyebutkan pembayaran digital menjadi segmen fintech yang memiliki nilai transaksi terbesar di Indonesia pada 2022, yakni US$70,38 miliar atau senilai Rp1,08 triliun.

Nilai tersebut diperkirakan terus tumbuh hingga US$122,3 miliar atau senilai Rp1,88 triliun pada 2027. Investasi digital menyusul di urutan kedua dengan nilai transaksi sebanyak US$23,65 miliar atau senilai Rp363 triliun pada 2022.

Dalam lima tahun setelahnya, investasi digital diproyeksi memiliki nilai transaksi sebanyak US$56,24 miliar atau Rp864 triliun.

Nilai transaksi bank digital di Indonesia mencapai US$18,37 miliar atau senilai Rp282 miliar pada 2022. Angkanya juga diproyeksi tumbuh menjadi US$54,43 miliar pada 2027.

Kemudian, nilai transaksi fintech pendanaan digital mencapai US$0,99 miliar pada 2022. Nilainya diperkirakan naik menjadi US$1,44 miliar pada 2027.

Nilai transaksi fintech yang bergerak di segmen aset digital diperkirakan sebesar US$0,38 miliar pada 2022. Pada 2027, nilai transaksinya diperkirakan tumbuh menjadi US$0,97 miliar.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Waspada Bahaya “Bank Titil” dan Pinjol Ilegal, Ini Kata DPR dan OJK

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU