JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini terkait bisnis fintech Indonesia yang disebut menjadi prospek menjanjikan ke depannya.
Hal itu sebagaimana laporan yang dirilis oleh perusahaan modal ventura AC Ventures (ACV) bersama perusahaan konsultan manajemen global Boston Consulting Group (BCG).
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Diminta tidak Ubah Bunga secara Sepihak, Ini Alasan OJK
Berita Fintech Indonesia: Peningkatan Enam Kali Lipat Jumlah Fintech
Menurut Founder dan Managing Partner AC Ventures Adrian Li, dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah mengalami peningkatan enam (6) kali lipat jumlah pemain fintech.
Adapun pada tahun 2011 lalu, tercatat sebanyak 51 dan meningkat menjadi 334 pada 2022.
Disampaikannya, pada awal kemunculan startup fintech dan ekonomi digital lokal pada 2011, pertumbuhannya didorong segmen pembayaran (payments).
“Namun, saat ini lanskap fintech di Indonesia sudah makin beragam dan dinamis yang mana sektor pinjaman, pembayaran, dan wealthtech menjadi industri masa depan yang menjanjikan. Ditambah segmen baru di sektor fintech, seperti software as a service (SaaS) dan insurtech menunjukkan bahwa fintech di Indonesia makin matang,” katanya, dikutip pada Jumat (31/3/2023) via Kontan.co.id.
Di samping itu, ia pun menyampaikan bahwa penawaran fintech juga mengalami lonjakan keterlibatan pelanggan (customer engagement) di Indonesia.
Tercatat, segmen pembayaran yang memiliki lebih dari 60 juta pengguna aktif pada 2020 diperkirakan akan memiliki tingkat pertumbuhan compounded annual growth rate (CAGR) sebesar 26% hingga 2025.
Di sisi lain, dirinya juga mengapresiasi pencapaian pada ruang pemberian pinjaman, yaitu terdapat lebih dari 30 juta akun peminjam peer-to-peer yang aktif pada 2021.
Adapun segmen wealthtech memiliki lebih dari 9 juta investor ritel pada 2022.
Adrian juga menerangkan, adopsi platform SaaS juga makin meningkat dengan pengguna sebanyak 6 juta UMKM saat ini dengan ekspansi 26 kali lipat selama tiga tahun sebelumnya.
Tren investasi juga mencerminkan diversifikasi pasar fintech, yaitu segmen pemberian pinjaman dan pembayaran tidak lagi menjadi area utama yang diminati.
“Meski kedua segmen tersebut tetap penting, tetapi terdapat peningkatan investasi pada wealthtech, insurtech, dan fintech SaaS,” jelasnya.
Selain itu, pasar fintech terlihat berkembang pesat ditandai kehadiran para pemain baru yang bermunculan.
Adapun ekuitas dalam pasar ini ditentukan berdasarkan tingkat kematangan operator atau vertikal.
“Tercatat kesepakatan pendanaan tahap awal (early-stage funding) menerima lebih dari 80% dari total modal yang diinvestasikan, sedangkan pendanaan dari 2020 hingga 2022 mencapai US$5,4 miliar atau 2,7 kali lebih banyak dari periode 2017 hingga 2019. Pertumbuhan dan monetisasi adalah fokus utama dalam putaran pendanaan seri D+,” sebutnya.
Berita Fintech Indonesia: Fintech Diminta tidak Ubah Bunga secara Sepihak
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan fintech agar tidak mengubah bunga secara sepihak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Permintaan itu terutama bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebagai bentuk perlindungan konsumen.
Demikian dikatakan anggota dewan Komisioner OJK, Friderica Widyasari Dewi, secara virtual dalam seminar internasional soal perlindungan konsumen di Nusa Dua, Bali, Rabu (29/3/2023).
“Harus ada perlakuan adil dalam membuat perjanjian dengan UMKM misalnya tidak mengubah harga dan bunga tanpa pemberitahuan sebelumnya,” katanya dikutip dari Antara, dikutip pada Kamis (30/3/2023).
Diterangkannya, upaya ini dilakukan untuk menyeimbangkan inovasi keuangan dengan perlindungan konsumen khususnya pelaku UMKM.
Ia pun tidak memungkiri pesatnya perkembangan teknologi digital dengan segala kemudahan, kecepatan, dan efisiensi, juga menghadirkan tantangan baru, yaitu konsekuensi negatif jika tidak diregulasi, tidak hanya kepada UMKM, tetapi juga stabilitas sistem keuangan.
“Untuk itu, perlu menjaga keseimbangan antara inovasi keuangan dan perlindungan konsumen untuk UMKM dalam lingkungan yang inovatif ini,” jelasnya.
Bukan cuma terkait kontrak dengan UMKM, OJK pun meminta perusahaan teknologi keuangan melaksanakan upaya perlindungan konsumen kepada pelaku usaha kecil.
Pertama, memajukan transparansi mencakup informasi terkait biaya, kewajiban, dan risiko.
Kedua, produk keuangan digital harus dapat dipercaya dalam hal memenuhi hak UMKM hingga menjaga sistem dapat terus dipercaya.
Ketiga, menjaga kerahasiaan data UMKM dan produk keuangan digital perlu ada unit khusus yang menangani keluhan dan penyelesaian sengketa.
Tulang Punggung Ekonomi Indonesia
Di sisi lain, keberadaan UMKM merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 120 juta pekerja pada 2019 atau sekitar 97 persen dari total angkatan kerja.
Jumlah itu sejalan dengan jumlah UMKM di Indonesia yang diperkirakan mencapai 65 juta pelaku usaha yang berkontribusi 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Walaupun mendominasi struktur ekonomi Indonesia, namun realisasi kredit kepada UMKM masih rendah yakni hanya mencapai 21 persen dari total kredit.
Pada 2022, realisasi kredit UMKM di Indonesia baru mencapai sekitar 21 persen atau Rp1.349 triliun dari total kredit perbankan mencapai Rp6.424 triliun.
Capaian itu justru menurun dibandingkan pada 2021 yang mencapai Rp1.221 triliun.
Sementara itu, OJK menilai inovasi keuangan digital dapat menjadi sarana untuk meningkatkan inklusi keuangan kepada UMKM.
OJK mencatat hingga Januari 2023, sebanyak 77 persen masyarakat aktif menggunakan internet di Indonesia dengan 350 juta nomor telepon seluler atau sekitar 128 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
“Dengan jumlah tersebut, inovasi keuangan digital menjadi sarana untuk meningkatkan inklusi keuangan,” ucapnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Tahun Ini, Fintech Lending Diproyeksikan Salurkan Pinjaman Rp335 Triliun
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com