JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang disarankan untuk meningkatkan pengawasan.
Hal itu perlu dilakukan untuk mengurangi risiko gagal bayar atau non-performing loan (NPL) pada peer to peer (P2P) lending atau fintech.
“OJK perlu meningkatkan pengawasan dan memberikan penalti terhadap platform yang mengalami masalah non-performing loans,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Amira Husna Natanegara dikutip dari siaran pers, Rabu (14/6/2023).Â
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dilangsir dari MediaIndonesia.com, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Dengar Aduan Masyarakat, AFPI akan Kaji Bunga Pinjol
Berita Fintech Indonesia: Perlu Kelanjutan Sanksi atau Penalti
Pada Desember 2022, sebanyak 21 perusahaan telah diminta untuk memberikan dan menerapkan action plan untuk perbaikan kelancaran kredit bermasalah.Â
Amira menilai perlu adanya kelanjutan sanksi atau penalti bagi platform P2P lending yang gagal memenuhi action plan, penalti seperti pemberhentian distribusi pinjaman atau pencabutan lisensi sementara.Â
Berdasarkan Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016, fintech lending atau peer-to-peer lending (P2P lending) termasuk dalam Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI), yakni penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) dalam rangka pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah melalui sistem elektronik dengan jaringan internet.Â
P2P lending diminati karena menjadi solusi untuk banyak peminjam yang membutuhkan dana cepat dan accessible, terutama untuk kalangan unbanked dan underbanked.Â
Namun, kemudahan dari skema pembiayaan P2P lending tidak lepas dari kemungkinan gagal bayar.Â
Risiko ini sudah melekat akibat faktor-faktor yang ada pada model usaha P2P seperti profil borrower, gejolak ekonomi dan juga mismanagement dari P2P lending itu sendiri.Â
Maraknya gagal bayar pada pinjaman platform P2P lending berawal sejak masa pandemi.Â
Menurut data Statistik Fintech Lending yang dipublikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penurunan Tingkat Keberhasilan Bayar 90 Hari (TKB90) Fintech Lending pada Juli 2020 mencapai 5,61% dari tahun sebelumnya.Â
TKB90 merupakan salah satu indikator keberhasilan pembayaran borrower atau peminjam dalam jangka waktu 90 hari.
Beberapa Hal Dapat Dilakukan
Amira menambahkan, selain meningkatkan pengawasan, beberapa hal ini dapat dilakukan untuk mengurangi risiko gagal bayar, yaitu platform P2P lending dapat diwajibkan untuk mengejar pinjaman yang menunggak dari borrower dan menuntaskan pembayaran kepada lenders sebelum kembali menyalurkan pinjaman baru.Â
Kriteria borrower yang memiliki histori kredit bermasalah juga dapat dievaluasi kembali untuk penyaluran pinjaman ke depannya.
Pemanfaatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) yang dikelola oleh OJK juga dapat ditingkatkan, khususnya untuk penerapan manajemen risiko kredit atau pembiayaan.Â
Saat ini, data pinjaman fintech lending tidak dicantumkan dalam SLIK.Â
OJK telah mewajibkan penyelenggara fintech untuk menyampaikan data transaksi pendanaan pada Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil) melalui POJK Nomor 10 /POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.Â
Namun, perlu adanya integrasi Pusdafil dengan SLIK sehingga pemanfaatan data real-time terkait pengguna, transaksi pendanaan dan kualitas pendanaan dapat ditingkatkan oleh platform fintech maupun badan pengawas dalam untuk menyusun mitigasi risiko non-performing loans.Â
Meski demikian, Amira menekankan pentingnya sosialisasi dan literasi berkala terhadap risiko-risiko yang melekat pada tipe pembiayaan P2P lending, terutama kepada lender potensial.Â
“Hal ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat secara utuh agar dapat membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan ketika berinvestasi di P2P,” pungkas dia.
Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: OJK Terima 3.903 Aduan Pinjol HIngga Mei 2023
Berita Fintech Indonesia: AdaKami Terima Pendanaan Rp 300 Miliar dari SeaBank
Sebelumnya, aplikasi online AdaKami menggandeng SeaBank ke dalam daftar pemberi pinjaman (lender) dengan pendanaan hingga Rp300 miliar.
Kerja sama itu didukung oleh sistem teknologi yang semakin terintegrasi untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada nasabah dalam mendapatkan akses langsung terhadap perusahaan teknologi finansial atau financial technology (fintech) yang mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Kami mengapresiasi SeaBank yang menjadi pemberi pinjaman terbaru kami untuk pendanaan 2022-2023. Kami optimis kerja sama ini akan merangkul lebih banyak lagi masyarakat unbanked dan underserved sehingga mampu membangun keuangan digital di Indonesia,” kata Direktur Utama AdaKami, Bernardino Moningka Vega, dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu.
Perkembangan teknologi dengan pesat sejalan dengan pertumbuhan industri fintech yang membawa kehidupan masyarakat memasuki era baru.
AdaKami pun meningkatkan layanan digital dengan integrasi antarmuka pemrograman aplikasi alias Application Programming Interface (API) untuk semakin terhubung dengan pengguna, sehingga layanan bisa berjalan lebih efisien.
Selain dalam bidang pinjaman pendanaan, bank digital juga hadir dengan membawa inovasi layanan yang semakin memudahkan nasabah dalam bertransaksi.
Adapun kerja sama SeaBank dengan AdaKami tersebut berlangsung sejak April 2023 hingga satu tahun ke depan.
Sementara itu, Direktur Bisnis SeaBank Junedy Liu menuturkan pihaknya terus melakukan inovasi secara berkelanjutan termasuk upaya kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti AdaKami yang menjadi mitra strategis SeaBank untuk membuka akses pendanaan pada lebih banyak lagi masyarakat Indonesia.
Kerja sama itu merupakan perwujudan komitmen kami untuk meningkatkan inklusivitas keuangan di Indonesia dan berkontribusi terhadap kemajuan perekonomian di Indonesia.
“Kami antusias dan optimis bahwa sinergi ini dapat menjangkau dan melayani segmen masyarakat underserved yang membutuhkan fasilitas perbankan,” kata Junedy.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Sudah Menyerah, TaniFund Dapat Peringatan Terakhir dari OJK
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com