JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait Fintech Peer to Peer (P2P) Lending diminta terus meningkatkan kualitas credit scoring.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hal itu agar pemain P2P Lending mendapatkan hasil yang lebih akurat terhadap calon pengguna.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Deputi Komisioner OJK Bambang Budiawan terkait dengan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Indonesia terhadap adik tingkatnya karena terlilit utang pinjol.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Jumat (11/8/2023).
Baca juga: Prospek Fintech di Masa Depan: Tantangan dan Peluangnya !
Berita Fintech Indonesia: Total Aduan Sebanyak 3.903
OJK juga sempat mencatatkan total aduan dari masyarakat terkait pinjol mulai dari 1 Januari 2023 hingga 29 Mei 2023 sebanyak 3.903 aduan, di mana OJK menyebutkan bahwa mayoritas aduan tersebut karena mendapatkan ancaman saat proses penagihan.
Bambang juga mengatakan bahwa tren penyaluran pendanaan P2P lending masih terus meningkat sampai saat ini, walaupun pertumbuhannya cenderung melambat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Kebutuhan akan pendanaan ataupun pembiayaan di Indonesia masih sangat luas,” ujar Bambang pada Kontan, Kamis (10/8).
Di sisi lain, Bambang juga menyampaikan bahwa dengan berbagai penanganan yang sudah OJK coba lakukan, keberadaan pinjol ilegal menurutnya sudah tidak sebanyak beberapa tahun terakhir.
Namun, masyarakat masih tetap harus waspada sebab Satuan Tugas Pemberantas Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI) menemukan 434 tawaran pinjol ilegal di bulan Juli 2023. Di tambah terdapat beragam modus baru yang dilakukan oleh para pelaku untuk menarik masyarakat secara luas dalam melakukan transaksi pinjol ilegal.
Selain memberikan himbauan kepada pelaku usaha pinjol legal untuk meningkatkan kualitas credit scoring, Bambang juga menegaskan bahwa OJK terus melakukan sosialisasi secara bersama terkait bahaya penggunaan berbagai alternatif pinjol yang tidak tepat.
“Kasus ini tentunya semakin membuat kita harus lebih waspada dan tidak menggunakan berbagai alternatif pinjaman online yang tidak tepat misalnya untuk konsumtif atau untuk diinvestasikan,” papar Bambang.
Berita Fintech Indonesia: OJK Siapkan Aturan Baru Fintech, Atur Besaran Bunga hingga Penagihan Kredit
Sebelumnya, mengutip finance.wartaekonomi.co.id, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) terkait Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau perusahaan financial technology (fintech).
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menjelaskan RSEOJK tersebut pada dasarnya mengatur hal-hal teknis terkait penyelenggaraan fintech peer-to-peer (P2P) lending, sesuai amanat POJK 10/POJK.05/2022.
“Materi yang diatur dalam RSEOJK antara lain mengenai kegiatan usaha, akad syariah, mekanisme penyaluran dan pengembalian dana, kerja sama alih daya, batas maksimum manfaat ekonomi, mitigasi risiko, dan penagihan,” ujar Ogi dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Juli 2023 secara virtual, belum lama ini.
Dia menyampaikan, saat ini masih ada beberapa materi pengaturan yang perlu pendalaman dan diskusi lanjutan dengan asosiasi atau pelaku.
“Antara lain mengenai manfaat ekonomi (tingkat bunga) dimana masih perlu dipastikan berapa nilai yang paling tepat baik untuk pembiayaan produktif maupun multiguna atau konsumtif,” jelasnya.
Ogi menambahkan, pihaknya telah melakukan permintaan tanggapan publik pada 31 Maret 2023 atas RSEOJK tentang LPBBTI tersebut melalui laman situs OJK maupun kepada penyelenggara LPBBTI.
“Selanjutnya, OJK juga telah melakukan rapat dengar pendapat kepada seluruh penyelenggara LPBBTI dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada tanggal 12 Mei 2023,” terangnya.
Di tengah rencana tersebut, bisnis fintech tumbuh melambat. Tercatat outstanding pembiayaan fintech pada Juni 2023 melambat 18,86% yoy menjadi Rp 52,70 triliun. Padahal pada bulan sebelumnya pembiayaan fintech tumbuh 28,11%.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Investree Salurkan Pinjaman Rp 13,75 Triliun ke Borrower UMKM
26 Fintech Belum Penuhi Ekuitas
Selain kinerja yang melambat, masih ada 26 fintech yang belum penuhi ekuitas atau modal minimum sebesar Rp 2,5 miliar. Padahal batas waktu pemenuhan ekuitas tersebut sampai dengan 4 Juli 2023.
Ogi bilang, OJK telah meminta action plan pemenuhan ekuitas minimum kepada fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan tersebut dan dilakukan monitoring secara berkelanjutan.
“Sebagian diantaranya juga masih dalam proses persetujuan perubahan permodalan dalam rangka pemenuhan ekuitas minimum Rp 2,5 miliar,” terangnya.
Bagi penyelenggara fintech P2P lending yang telah menyampaikan rencana perbaikan namun belum mengajukan permohonan tambahan modal, kata Ogi, diberikan waktu pelaksanaan hal tersebut sampai dengan 4 Oktober 2023.
Sementara bagi fintech yang telah berizin selama 3 tahun sejak tanggal penetapan izin usaha dari OJK dan belum memenuhi jumlah ekuitas minimum yang ditentukan, diharapkan untuk segera mencari strategic partner dalam rangka mendukung peningkatan ekuitas.
“Bagi penyelenggara fintech yang tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan pada POJK Nomor 10/POJK.05/2022, akan dilakukan langkah pengawasan sesuai ketentuan,” pungkasnya.
Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: Tekan Rasio BOPO, Ini Strategi Beberapa Fintech Lending
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com