JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia mengulas soal mahasiswa menjadi salah satu segmen yang dibidik oleh layanan paylater.
Hal itu diketahui dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lantas, bagaimana penggunaan paylater di Indonesia?
Berikut ini berita fintech Indonesia hari ini selengkapnya, seperti dikutip dari Katadata.co.id, Jumat (1/9/2023).
Baca juga: Prospek Fintech di Masa Depan: Generasi Muda Perhatikan Ini!
Berita Fintech Indonesia: OJK Fokus Edukasi Literasi
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan bahwa kasus yang menjerat mahasiswa baru atau maba Universitas Islam Negeri alias UIN Raden Mas Said Surakarta menggunakan paylater, bukan pinjaman online alias pinjol.
OJK pun berfokus memberikan edukasi literasi yang menyasar beberapa kelompok masyarakat di antaranya:
- Kelompok rentan
- Perempuan
- Generasi muda
- UMKM
- Penduduk di daerah tertinggal, terdepan, terluar atau 3T
Otoritas berdiskusi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi alias Kemendikbud Ristek untuk memberikan edukasi kepada mahasiswa lewat program Merdeka Belajar.
Akses Kredit Pertama
Sementara itu, berdasarkan penelitian Kredivo dan Katadata Insight Center, 60,9% dari total 9.239 responden mengatakan bahwa paylater mampu menjadi akses kredit pertama.
“Tren penggunaannya pun semakin masif, tidak hanya terbatas pada kebutuhan non-primer, namun juga kebutuhan mendesak,” kata SVP Marketing and Communications Kredivo Indina Andamari dalam keterangan pers, Kamis (31/8).
Ia pun memerinci penggunaan paylater di Indonesia, sebagai berikut:
- Membayar kebutuhan bulanan rutin seperti listrik dan air (43,8%) dengan cicilan tenor kurang satu tahun
- Memenuhi kebutuhan mendadak atau mendesak (52,1%)
Sementara barang yang paling banyak dibeli menggunakan layanan paylater di antaranya:
Sebanyak 78,6% dari total pengguna paylater telah menggunakan layanan ini selama lebih dari setahun. Angka ini naik 22,7% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang hanya mencapai 55,9%. Menurut Indina, paylater unggul karena tidak memiliki biaya tahunan.
“Paylater juga unggul dalam hal kepraktisan bertransaksi, banyak promo, dan dapat digunakan di beragam e-commerce,” ujarnya.
Alasan konsumen menggunakan paylater sebagai berikut:
- Aman karena sudah terdaftar dan diawasi oleh OJK (62,1%)
- Tenor bervariasi (59%)
- Fleksibilitas pembayaran cicilan (56,2%)
- Peningkatan dalam pemilihan lama cicilan atau tenor 12 bulan di 2023 (28,1%)
Berita Fintech Indonesia: Mahasiswa dan Guru Terjerat Pinjol, Ini Strategi Startup Fintech
Sebelumnya diberitakan, saat ini banyak mahasiswa dan guru yang terjerat pinjol di Indonesia. Guru tercatat yang paling banyak terjerat pinjaman online atau pinjol ilegal, sedangkan paylater menyasar mahasiswa. Startup teknologi finansial atau fintech menyiapkan sejumlah strategi untuk mengatasi hal ini.
Startup fintech terdiri dari beberapa jenis layanan seperti pinjol, paylater, pembayaran hingga urun dana alias crowdfunding. Salah satu yang menjadi sorotan pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan atau OJK yakni, banyaknya masyarakat menggunakan paylater tanpa memikirkan cara membayarnya.
Rincian outstanding atau utang pinjol yang masih berjalan berdasarkan usia sebagai berikut:
- 19 – 34 tahun atau kategori pelajar, mahasiswa, dan pekerja: Rp 26,87 triliun
- 35 – 54 tahun: Rp 17,98 triliun
- Lebih dari 54 tahun: Rp 1,99 triliun
Selain itu, OJK mencatat korban pinjol ilegal yang paling banyak yakni:
- Guru
- Pegawai yang di-PHK atau mengalami pemutusan hubungan kerja
- Ibu rumah tangga
Startup fintech pun melakukan beberapa hal untuk mengatasi tingginya kredit macet di layanan pinjaman online, maraknya pinjol ilegal hingga investasi bodong.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Mahasiswa dan Guru Terjerat Pinjol, Ini Strategi Startup Fintech
Rinciannya sebagai berikut:
- 88% responden telah menjalankan berbagai inisiatif dalam mendorong peningkatan inklusi keuangan
- 82,7% responden turut membantu upaya peningkatan literasi keuangan masyarakat
- 52% kerja sama dengan lembaga keuangan lain
- 72,2% kerja sama dengan lembaga keuangan
- 9,3% responden yang mengaku pernah terlibat dalam upaya kerja sama dilakukan lewat keikutsertaan pada proyek pemerintah
- 64% berpartisipasi dalam kegiatan edukasi masyarakat melalui berbagai acara dan platform media sosial
Hal itu tertuang dalam laporan AFTECH Annual Members Survey 2022/2023 yang dibuat oleh AFTECH dan Katadata Insight Center, didukung oleh Women’s World Banking.
Riset dilakukan selama kuartal II, dengan menggabungkan penelitian primer dan sekunder dalam menganalisis data. Ada 75 responden yang berpartisipasi.
“Sebanyak 82,7% responden menyatakan telah melakukan sejumlah inisiatif untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan,” demikian dikutip dari laporan AFTECH, Senin (28/8).
Rincian inisiatif startup fintech di antaranya:
- Kolaborasi dengan lembaga keuangan lainnya (bank) 62,9%
- Kemitraan strategis dengan pemerintah 33,9%
- CSR berfokus pada literasi keuangan 25,8%
- Lainnya 19,4%
Namun ada tantangan dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, di antaranya:
- Regulasi
- Infrastruktur untuk menjangkau lebih banyak konsumen, seperti akses, stabilitas, dan kualitas jaringan internet
- Edukasi: Skor indeks literasi keuangan relatif jauh lebih rendah dibandingkan inklusi keuangan. Startup fintech berharap Pemerintah mendukung peningkatan edukasi dan bimbingan terhadap masyarakat.
Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: 88% Startup Pinjol dan Pembayaran Sasar Jakarta, Kini Bidik Desa
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com