26.3 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Berita Fintech Indonesia: OJK Panen Laporan Perilaku Kasar Debt Collector

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini mengulas tentang laporan yang diterima Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. 

Ada sebanyak 8.771 pengaduan yang diterima lembaga negara yang mengawasi terkait pinjaman online, hingga layanan Keuangan lainnya tersebut. 

Dalam hal ini, mayoritas pengaduan itu terkait dengan perilaku kasar debt collector. Lebih lanjut, mari kita simak ulasan berita fintech Indonesia berikut ini.

8.771 Pengaduan Diterima OJK, Mayoritas soal Perilaku Kasar Debt Collector– Berita Fintech Indonesia

Sebanyak 50 persen pengaduan masyarakat terkait sektor IKNB, 49,5 persen merupakan pengaduan sektor perbankan dan sisanya tentang pasar modal.

Dari informasi yang dilansir dari Bisnis.com, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerima banyak sekali pengaduan masyarakat terkait pengaduan kredit dan perilaku penagihan yang kasar. 

Baca juga: Inilah Daftar Pinjol Resmi OJK Terbaru per Agustus 2022

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Riyanto menjelaskan nahwa telah menerima 199.111 layanan melalui berbagai kanal ada 8.771 layanan pengaduan.

“Dari pengaduan itu 50 persen sektor IKNB, 49,5 persen merupakan pengaduan sektor perbankan dan sisanya pasar modal,” katanya, dalam Rapat Kerja di Komisi XI DPR RI, baru-baru ini. 

Adapun, pengaduan paling banyak restrukturisasi dan pembiayaan perilaku petugas penagihan (debt collector) dan layanan informasi keuangan, dengan tingkat penyelesaian per Agustus 2022 sebesar 85,66 persen.

Berita Fintech Indonesia

Rincian Kasusnya

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri ini mengklasifikasikan terdapat beberapa jenis kasus. 

Pertama, terkait kasus dalam proses yang bersangkutan tidak sadar melakukan tanda tangan kontrak. 

“Hal itu kami lihat bukti otentiknya, memang demikian, atau penyampaiannya ada dilakukan dengan tidak tepat,” ungkapnya. 

Kedua, terkait penagihan utang, terjadi pelanggaran berupa penagihan yang kasar dan melakukan kekerasan fisik.

“Jelas pelanggaran bukan saja pengaturan dan prosedur yang ada tetapi dalam aspek tindakan yang melanggar hukum. Maka itu kami koordinasi dengan kepolisian, isunya bergeser dari compliance menjadi pelanggaran hukum,” terangnya. 

Mahendra menerangkan dengan jumlah pelaporan yang begitu banyak, OJK melakukan konfirmasi ketika satu agen atau perusahaan pinjaman online melakukan tindakan tersebut berulang-ulang, OJK melakukan konfirmasi ke perusahaan IKNB maupun perbankan terkait. 

OJK juga berupaya memperkuat perkuat implementasi kewenangan dalam tindakan pencegahan permasalahan konsumen dan masyarakat. 

Debt Collector Lakukan Pengancaman dan Kekerasan Fisik Bisa Masuk Delik Pidana Umum

Di sisi lain, melansir kompas.com, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan juga mengatur tentang marketer dan debt collector di sektor layanan keuanhan. 

Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan, bahwa marketer juga merupakan pegawai pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) atau, marketer bisa disebut merupakan pegawai yang dipekerjakan PUJK.

Baca juga: Gampang Cair, Inilah Daftar Pinjol Bunga Rendah Berizin OJK

“Termasuk di sektor jasa keuangan, misseling (oleh marketer) itu dilarang, benar-benar dilarang. Kalau itu terjadi ada sanksinya. Itu kan pegawai PUJK,” katanya, dikutip pada Senin (12/9/2022). 

Ia menambahkan, bahwa aturan tentang perlindungan yang baru juga melingkupi kerja debt collector. Jadi, dirinya katakan di kemudian hari tidak ada lagi alasan yang mengatakan urusan debt collector adalah hal yang berbeda.

“Di ketentuan kami jelas, mereka (debt collector) adalah pekerja untuk pihak PUJK, jadi mereka (PUJK) harus bertanggung jawab. Jadi ada ketentuannya,” imbuhnya. 

Debt Collector Harus Santun Agar Terhindar Persoalan Hukum– Berita Fintech Indonesia

Lebih lanjut, dia mengatakan, kalau sampai terjadi tindakan pidana umum seperti pengancaman dan kekerasan fisik maka dapat masuk ke delik pidana umum.

“Meskipun tidak diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen OJK, tetapi dia melanggar ketentuan OJK juga dan delik pidana umum sehingga dapat dilaporkan ke polisi,” ucapnya. 

Namun begitu, Sarjito katakan, bahwa pelaporan tersebut dapat dilakukan kalau PUJK tersebut berada di bawah pengawasan OJK. Kalau tidak berada di bawah pengawasan OJK, ia melanjutkan, masyarakat dapat melaporkan langsung ke pihak kepolisian.

Lebih lanjut, ia memprediksi ketika POJK ini disosialisasikan jumlah aduan bisa jadi meningkat. Hal ini dapat terjadi, tandanya masyarakat mulai paham ketika hak dan kewajibannya dilanggar.

“Kami tidak bisa memastikan (laporan konsumen) melandai atau tidak. Namun, bisa jadi aduan meningkat karena masyarakat sudah paham ketika hak dan kewajibannya dilanggar,” tuturnya. 

Untuk itu, ia juga berpesan masyarakat agar selalu dapat bersikap rasional ketika mendapatkan penawaran produk jasa keuangan.

“Kalau tidak jelas bisa tanya ke OJK, kami sediakan berbagai macam kanal dari mulai telepon, Whatsapp untuk rekonfirmasi saja,” tutup dia.

Sebelumnya, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara mengatakan, POJK ini memperjelas kewajiban prinsip keterbukaan dan transparansi informasi produk dan layanan serta peningkatan perlindungan data dan informasi konsumen.

Itulah ulasan berita fintech Indonesia yang menyoroti soal laporan pengaduan ke OJK. Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: PPh Pinjol Mencapai Rp83 Miliar

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

 

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU