25.6 C
Jakarta
Senin, 18 November, 2024

Berita Fintech Indonesia: Pentingnya Kolaborasi P2P-Asuransi

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru kali ini akan membahas tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pinjaman online (pinjol).

Hal itu terkait dengan lonjakan kredit macet pinjaman online yang mulai mengkhawatirkan. Lantas, apa kata OJK terkait hal tersebut?

Berikut ini berita fintech terkini selengkapnya.

Berita Fintech Indonesia: OJK Dorong Kolaborasi Pinjol dan Asuransi

Mengutip CNBC Indonesia, Rabu (5/10/2022), lonjakan kredit macet pinjaman online bikin cemas. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menginstruksikan pentingnya kolaborasi pinjol dan perusahaan asuransi.

Dalam catatan OJK, pada Agustus 2022, pembiayaan pinjaman online atau fintech Peer-to-Peer Lending (P2P) Lending tumbuh 81% secara year on year (yoy). Sementara itu, tingkat keberhasilan bayar 90 hari sejak jatuh tempo turun 1,14% sehingga persentase pendanaan macet menjadi 2,89%.

Sekalipun demikian, angka tersebut masih besar sehingga otoritas pun mendorong pinjol untuk mengembangkan produk asuransi. Kata Anggota Dewan Komisioner sekaligus Ketua Dewan Pengawas Industri Keuangan Non Bank, Ogi Prastomiyono, ke depan perlu dorongan agar setiap platform mengakomodasi asuransi terhadap setiap transaksi terhadap pinjaman borrower (peminjam).

“TKB90 sebesar 97,11%, turun 1,14% year on year sehingga persentase pendanaan macet sebesar 2,89%, namun masih dalam batas yang terkendali di tengah kondisi global yang penuh tantangan,” tuturnya.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pinjol Ilegal Marak, OJK Kewalahan?

berita fintech indonesia

Berita Fintech Indonesia: Fintech Kesulitan Salurkan Imbal Hasil

Sebelumnya dilaporkan, para investor yang gemar berinvestasi sebagai pendana di fintech P2P lending diminta untuk mulai berhati-hati. Pasalnya, sejumlah fintech terpantau mulai kesulitan menyalurkan dana imbal hasil ke pendana alias lender lantaran peminjam tidak segera membayarkan pinjamannya.

Sebagai informasi, hal tersebut sejatinya bisa dihindari dengan melihat tingkat keberhasilan penyelenggara dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. Hal ini dikenal dengan istilah “TKB90”.

“Indikatifnya masih wajar kalau TKB lebih dari 95%,” kata Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK, Bambang W Budiawan, dikutip dari KONTAN, kemarin.

Jika dilihat secara industri maka TKB90 fintech P2P lending memang tercatat ada di level 97,11% per Agustus 2022, sebagaimana data OJK. Meski demikian, penting diingat bahwa angka itu mengalami tren penurunan sejak Mei 2022 lalu, yakni di level 97,72%.

Akan tetapi, ditegaskan Bambang bahwa peminjam yang gagal bayar itu sebenarnya adalah bagian dari risiko lender. Pasalnya, lender sendiri yang sudah memilih peminjam dan juga platform fintech P2P lending-nya sendiri.

“OJK tidak masuk intervensi kesepakatan lender dan peminjam melalui platform,” jelasnya.

Saat ini, imbuhnya, yang menjadi fokus, yakni soal mitigasi risiko kredit sebagai bagian dari ekosistemnya platform yang kualitasnya mesti ditingkatkan terus-menerus.

Masih Ada yang di Bawah TKB90

Hingga saat ini, masih ada sejumlah fintech yang punya TKB90 di bawah batas indikator yang disebutkan Bambang tadi, misalnya iGrow yang punya TKB90 di level 93,71%. Kondisi itu berimbas terhadap dana imbal hasil kepada lender yang seret.

Hal tersebut juga diakui oleh Corporate Communication and Secretary  iGrow, Cynthia Maretha.

“Saat ini ada beberapa proyek pendanaan di iGrow yang mengalami keterlambatan dan beberapa sudah disampaikan informasi updatenya dan ada beberapa kendala pendanaan yang masih diverifikasi oleh tim collection kami saat ini,” sebutnya.

Perlu diketahui, total pendanaan yang disalurkan oleh iGrow sejak berdiri mencapai nilai Rp625,9 miliar, berdasarkan data di website perusahaan. Untuk total penerima pendanaannya mencapai 244 peminjam.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Top, OJK Catat Securities Crowdfunding Himpun Rp 567 M

Perlu Asuransi/Penjaminan atas Pinjaman

Terkait kondisi tersebut, menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Kuseryansyah, hal itu bukan berarti bahwa platform fintech tidak membayar, melainkan peminjam ada kesulitan bayar.

Ia menambahkan, sebenarnya, juga ada opsi restrukturisasi yang bisa ditempuh.

“Tapi ini akan menjadi learning bagi platform terkait keandalan credit scoring-nya,” paparnya.

Ditambahkannya, hal ini bisa menjadi alasan terkait kebutuhan bersama perlunya asuransi/penjaminan atas pinjaman. Pasalnya, penyelenggara selama ini diwajibkan untuk menawarkan opsi pinjamannya untuk dicover oleh asuransi/penjaminan.

“Ini juga akan menjadi learning bagi platform terkait keandalan credit scoring-nya,” tutupnya.

Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia terkini hari ini. Semoga bermanfaat.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Imbal Hasil Fintech Mulai Seret?

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU