26.3 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Cegah Kelangkaan Minyak Goreng, Ombudsman Tawarkan Opsi Harga Mekanisme Pasar

JAKARTA, duniafintech.com – Ombudsman RI menilai akar permasalahan dari kelangkaan minyak goreng dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) adalah disparitas harga yang mencapai Rp8.000-Rp9.000/Kg. Untuk itu pemerintah disarankan memberlakukan HET hanya untuk minyak goreng curah, sedangkan untuk kemasan premium dan sederhana harga mengikuti mekanisme pasar.

“HET hanya berlaku untuk curah dengan jaringan distribusi khusus di pasar pasar tradisional dengan mekanisme pengawasan yang transparan dan akuntabel,” kata Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika Yeka dalam konferensi pers virtual, Selasa (15/3).

Yeka menjelaskan, apabila harga minyak goreng kemasan premium dan sederhana diserahkan sesuai mekanisme pasar, maka para produsen akan bersaing sehingga menutup celah bagi spekulan. 

Sebab, para spekulan ini memanfaatkan disparitas harga minyak goreng di pasar tradisional yang sulit untuk diintervensi pemerintah. Aktivitas spekulan ini juga yang memunculkan dugaan terjadinya penyelundupan minyak goreng.

Ia menambahkan, dampak dilepaskannya harga minyak goreng pada mekanisme pasar adalah harga minyak goreng akan naik. Oleh karena itu pemerintah perlu melindungi kelompok masyarakat yang rentan seperti keluarga miskin dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) melalui mekanisme bantuan langsung tunai (BLT).

“Agar tidak membebankan APBN, untuk keperluan BLT, pemerintah dapat meningkatkan pajak dan levy (pungutan ekspor) produk turunan Crude Palm Oil (CPO),” ujarnya.

Meskipun Ombudsman menawarkan opsi HET hanya untuk minyak goreng curah, namun kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) tetap diberlakukan untuk menjamin ketersediaan minyak goreng domestik. 

DMO adalah kewajiban pemenuhan kebutuhan domestik bagi perusahaan atau kontraktor minyak CPO dalam negeri. 

Berdasarkan hasil pemantauan Ombudsman RI, dugaan penyebab kelangkaan minyak goreng di antaranya adalah perbedaan data DMO yang dilaporkan dengan realisasinya dan kebijakan DMO tanpa diikuti oleh mempertemukan eksportir CPO atau olahannya dengan produsen minyak goreng. 

Lalu, masih ditemukan panic buying, serta dugaan adanya aktivitas rumah tangga atau pelaku usaha UMKM meningkatkan stok minyak goreng sebagai respons terhadap belum adanya jaminan ketersediaan minyak goreng, terlebih lagi menghadapi puasa dan hari raya. 

Ombudsman RI juga menyoroti gagalnya fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan harga. 

Menurutnya, fungsi pengawasan akan sulit dilakukan apabila masih terjadi disparitas harga. Alih-alih memperlancar ketersediaan minyak goreng, stok minyak goreng malah langka.

“Ombudsman RI meminta Pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan mengenai HET, DMO dan DPO,” ucapnya.

Yeka mengatakan Ombudsman berencana meningkatkan status dari pemantauan menjadi pemeriksaan atas prakarsa sendiri terhadap permasalahan minyak goreng ini. 

“Kita akan uji apakah terjadi potensi maladministrasi dalam 

pelaksanaan kebijakan pemerintah terkait minyak goreng. Jika ada, Ombudsman akan menyampaikan tindakan korektif apa saja yang perlu dilakukan pemerintah,” tegasnya. 

Adapun, hasil pemantauan Ombudsman hingga 14 Maret 2022 di 274 pasar ditemukan terjadinya perubahan karakter pasar, dimana untuk pasar modern, ritel modern, ritel tradisional seiring dengan berjalannya waktu semakin patuh terhadap ketentuan HET meskipun lambat. 

Pasar modern dari sebelumnya (22 Februari 2022) 69,85% menjadi 78,94% (14 Maret 2022), adapun ritel modern dari 57,14% menjadi 74,19% dan ritel tradisional dari 10,19% menjadi 16,67%.

Kondisi terbalik pada pasar tradisional sebagai pasar paling banyak konsumen ternyata semakin menurun tingkat kepatuhannya terhadap HET dari sebelumnya 12,82% menjadi 4,25%.

Sedangkan, besaran harga berdasarkan data per 22 Februari 2022, harga rata-rata minyak curah di ritel tradisional Rp.15.500. Adapun rata-rata minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp. 16.000, dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp.20.500. 

Harga per wilayah dapat dicontohkan wilayah Sumatera berkisar antara Rp.13.650 – Rp. 25.100, harga rata-rata tertinggi terjadi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu minyak premium di pasar tradisional yang berkisar pada harga rata-rata Rp 32.000.

Besaran harga berdasarkan data per 14 Maret 2022 relatif stabil sesuai harga HET, namun untuk Kalimantan terdapat harga dengan rata-rata tertinggi sebesar Rp. 36.250, di ritel tradisional untuk minyak jenis premium. 

Ketersediaan minyak goreng berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman RI merujuk hasil pemeriksaan pada 22 Februari 2022 dibandingkan hasil pemeriksaan pada 15 maret 2022 untuk minyak curah ketersediaannya naik sebesar 2,5%. 

Sementara, untuk minyak goreng kemasan sederhana ketersediaanya turun 12,7%. Sedangkan untuk premium ketersediaannya turun sebesar 31,11%.

 

Penulis: Nanda Aria

Admin: Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU