28.6 C
Jakarta
Rabu, 18 Desember, 2024

OJK Catat Dana Pihak Ketiga Khusus Giro Alami Perlambatan

JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bulan Agustus mengalami pertumbuhan melambat jika dibandingkan pada bulan sebelumnya sebesar 8,59 persen year on year (yoy).

Direktur Humas OJK Darmansyah mengungkapkan lajut Dana Pihak Ketiga (DPK) pada bulan Agustus 2022 tercatat sebesar 7,77 persen yoy menjadi Rp7.608 triliun. Menurutnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) tersebut melambat yang disebabkan faktor utamanya berasal dari perlambatan giro.

Meski terjadi perlambatan disektor Dana Pihak Ketiga (DPK), dia menambahkan untuk kredit perbankan pada bulan Agustus 2022 tumbuh relatif stabil 10,62 persen yoy. Hal itu disbabkan oleh kredit jenis modal kerja yang tumbuh sebesar 12,19 persen yoy.

“Adapun, secara mtm nominal kredit perbankan sebesar Rp20,13 triliun menjadi Rp6.179,5 triliun,” kata Darmansyah.

Baca juga: Cara Buka Rekening Mandiri Giro, Banyak Loh Keuntungannya!

Dana Pihak Ketiga

Dana Pihak Ketiga – Stabilitas Sistem Keuangan Masih Terjaga

Menurutnya ditengah tren turunnya likuiditas sebagai dampak pengetatan kebijakan moneter baik melalui kenaikan GWM maupun kenaikan suku bunga, likuiditas industri perbankan masih terpantau dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang terjaga.

Dia mencatat Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 118,01 persen (Juli ’22: 124,4 persen) dan 26,52 persen (Juli ’22: 27,92 persen). Menurutnya hal itu jauh di atas ambang batas minimum masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.

Baca juga: Catatkan Kinerja Gemilang di 2021, Akulaku Finance Raih Penghargaan BNPL Terbaik Pada Duniafintech Awards

Sedangkan untuk profil risiko perbankan masih terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,79 persen (NPL gross: 2,88 persen). Kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp16,77 triliun menjadi Rp543,45 triliun, dengan jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,88 juta nasabah (Juli ’22: 2,94 juta nasabah).

“Dengan perkembangan tersebut, nilai kredit restrukturisasi Covid-19 dan jumlah nasabahnya masing-masing telah turun sebesar 34,56 persen dan 57,80 persen dari nilai tertingginya,” kata Darmansyah.

Darmansyah menilai stabilitas sistem keuangan masih tergolong terjaga dan kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan membaik, yang berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi di tengah pelemahahan ekonomi dan inflasi global yang tinggi, pengetatan kebijakan moneter yang agresif dan peningkatan tensi geopolitik yang berkepanjangan.

Dia menilai sebagai respon dari peningkatan tekanan inflasi, Bank Sentra utama di dunia menaikkan suku bunga kebijakan (policy rate) dan berencana mempercepat lajut pentetatan kebijakannya meski kebijakan tersebut dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan ekonomi. Stance kebijakan moneter ini dilakukan oleh mayoritas bank sentral global termasuk Bank Indonesia yang menaikan sebesar 50 bps.

“Hal ini mendorong kekhawatiran resesi global meningkat, sehingga lembaga internasional seperti Bank Dunia, ADB dan OECD menurunkan outlook pertumbuhan ekonomi global,” kata Darmansyah.

Baca juga: Sama-sama Bantu Transaksi Nasabah, Ternyata Ini Perbedaan Cek dan Bilyet Giro

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU