26.4 C
Jakarta
Selasa, 24 Desember, 2024

Beda dari Pinjol Ilegal, AFPI Beberkan Denda Maksimum Pinjol Legal

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengungkapkan hal-hal yang membedakan antara penyelenggara pinjaman online (pinjol) legal dan ilegal

Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah menjelaskan, salah satu hal yang membedakan antara pinjol ilegal dengan yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah dari sisi denda keterlambatan bayar.

Dia menyatakan, di AFPI telah diatur bahwa denda maksimum keterlambatan bayar bagi peminjam adalah sebesar 100% dari pinjaman. 

“Kalau pinjam di anggota kami, pinjaman Rp1 juta seterlambat-terlambatnya, berapa tahun pun, maksimum yang boleh ditagihkan hanya Rp2 juta. Enggak ada seperti yang kita dengar di media, orang pinjam 2 juta kemudian beberapa bulan lagi menjadi Rp34 juta,” katanya kepada Duniafintech.com, Jumat (19/11).

Sementara di pinjol ilegal, bunga yang ditetapkan seharinya bisa sangat besar, bahkan untuk denda keterlambatan per harinya dapat mendekati dari jumlah pinjaman yang diajukan oleh konsumen. 

Karena itu, dia menyarankan agar masyarakat hanya melakukan transaksi pada pinjaman online yang resmi dan diawasi oleh regulator dan asosiasi. Dia pun meminta agar masyarakat mencari tahu terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menggunakan salah satu aplikasi.

“Kalau legal enggak boleh, karena ada di code of conduct. Kalau mereka melanggar mereka dapat disanksi, salah satunya bisa diberhentikan keanggotaannya secara permanen, atau izinnya dicabut OJK,” ujarnya.

Melarang Praktik Predatory Lending

Selain itu, yang membedakan antara pinjol legal dan ilegal adalah dari praktik penagihan yang memangsa dan memaksa korbannya. Atau pada praktik pinjol ilegal disebut sebagai predatory lending.

Jadi, pada praktik ini korban yang tidak dapat membayar utangnya ketika jatuh tempo akan diancam dan diintimidasi menggunakan foro atau data pribadi lainnya agar segera membayar kewajibannya. Sedangkan, bunga pinjaman terus berlipat setiap harinya.

Karena intimidasi yang terus-menerus terjadi, korban pun akhirnya terpaksa melakukan pinjaman ke aplikasi pinjol Ilegal lainnya untuk menutup utang di aplikasi sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan korban terjebak pada banyak pinjaman online.

“Karena mereka punya senjata data pribadi tadi. Dia mengancam dengan foto, akhirnya orang gali lobang tutup lobang. Pinjamannya makin banyak. Itu namanya predatory lending,” ucapnya.

Melarang Anggota Menagih Dengan Ancaman

Kuseryansyah memastikan bahwa praktik predatory lending tersebut tidak akan ditemukan di pinjol resmi. Sebab, saat pengajuan pendaftaran yang boleh diakses hanya microphone, kamera, dan lokasi konsumen. Sedangkan, pinjol ilegal mengakses kontak dan data pribadi korban.

Selain itu, AFPI pun telah membuat sistem penagihan yang yang lebih baik dengan mengedepankan etika dan sopan santun. Misalnya, asosiasi melarang anggotanya untuk melakukan penagihan di atas pukul delapan malam.

“Anggota kami dilarang untuk menagih di atas jam delapan malam. Enggak boleh. Ada kan yang cerita jam setengah 12 kami di SMS. Di kami gak boleh, maksimum menagih jam 8 malam,” ucapnya. 

Kemudian di hari besar keagamaan AFPI juga melarang anggotanya untuk melakukan penagihan. Hal ini guna menghormati orang yang sedang menjalankan ibadah. Bahkan, penagihan lewat pesan singkat juga dilarang menggunakan huruf besar semua saat menagih.

“Lebih detil, kita melarang menagih itu dengan capslock. huruf besar semua. Karena enggak sopan, menunjukan kemarahan,” tuturnya.

Sejalan Dengan Fatwa MUI

Kuseryansyah pun menuturkan, praktik penagihan yang lebih humanis tersebut sejalan dengan fatwa haram yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Dalam fatwanya MUI mengharamkan praktik penagihan utang yang dilakukan oleh pinjol dengan menggunakan cara-cara kekerasan, intimidatif, menyebarkan informasi pribadi, dan memaksa konsumen. 

“Menagih dengan seperti itu MUI melarang, kami pun melarang. Enggak boleh anggota kami melakukan penagihan yang mengandung unsur teror dan penekanan. Jadi kita sebenarnya seirama dengan MUI, penagihan yang seperti itu harus kita hentikan,” tegasnya.

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU