32.2 C
Jakarta
Kamis, 19 Desember, 2024

Diakui Pemerintah, Tanda Tangan Elektronik Sah Sebagai Bukti Transaksi Bank Digital

JAKARTA, duniafintech.com – Bank Digital menjadi satu inovasi baru seiring perkembangan financial technology (fintech). Namun, di tengah perlombaan menjadi bank digital, faktor keamanan dan perlindungan data pribadi perlu menjadi fokus dari industri perbankan sebagai bisnis kepercayaan. Tanda Tangan Elektronik (TTE) diyakini bisa jadi inovasi sekaligus solusi.

Sejalan dengan itu, perlu juga keamanan proses identity proofing, atau proses verifikasi dan validasi data nasabah dengan menggunakan sertifikat elektronik sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan memaparkan bahwa negara telah mengakui keberadaan dunia digital sebagai ruang interaksi masyarakat melalui UU ITE.

“Aktivitas di ruang digital sama sahnya dengan ruang fisik, namun ruang digital perlu tools untuk memastikan aktivitas itu sah atau tidak, salah satunya dengan tanda tangan elektronik yang regulasinya, UU ITE, sudah ada sejak 2008.“ katanya di Jakarta, Selasa (22/3).

Semuel menggambarkan bahwa kini dokumen negara hingga beberapa Kementerian sudah menggunakan Tanda Tangan Elektronik (TTE), karena berfungsi sama dengan tanda tangan biasa.

“Perbankan tidak perlu lagi ragu, karena TTE sudah diakui oleh undang-undang sama sahnya dengan tanda tangan basah, selama dapat terverifikasi dan tervalidasi,” ujarnya.

Menurutnya, mau tidak mau semua pihak  harus mengadopsi teknologi ini, sebagai bagian untuk akselerasi ekonomi digital, bukan hanya perbankan dan finance, namun sektor-sektor lainnya.

CEO dan Co-Founder VIDA Sati Rasuanto menambahkan, di ranah digital selama ini terdapat satu tantangan, bagaimana membuktikan transaksi itu sah, misalnya transaksi bank.

Kini, Kominfo sudah memfasilitasi hal tersebut sesuai regulasi lewat Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE), salah satunya adalah VIDA.

“Sebagai PSrE, kami dapat melakukan identity proofing dari seorang pengguna, lalu kemudian menerbitkan sertifikat elektronik sesuai standar dan peraturan yang berlaku,” ucapnya.

Sati menjelaskan proses identity proofing dilakukan sebelum melakukan Tanda Tangan Elektronik, sehingga platform mengetahui bahwa penandatangan adalah orang yang tepat. Langkah pertama yakni pengecekan data demografi pengguna langsung pada sumber data, yakni data kependudukan nasional yang dimiliki Ditjen Dukcapil.

Setelah data demografi itu divalidasi, dilakukan proses validasi data biometrik atau wajah orang tersebut. Hal ini penting, untuk mencegah ketidakcocokan data antara wajah dan data biometrik.

Selain itu, VIDA memiliki teknologi liveness detection untuk melakukan validasi atau verifikasi proses selfie, apakah benar penandatangan langsung hadir dalam proses verifikasi, dan bukan orang lain yang menggunakan foto atau gambar.

Lebih jauh, Semuel dan Sati menambahkan agar kredibilitas proses validasi dapat dipertanggungjawabkan, PSrE harus melalui proses audit yang mendalam oleh Kominfo, tidak hanya saat mendaftar pertama kali sebagai PSrE, namun secara berkelanjutan wajib diaudit kembali setiap tahun agar dapat menerbitkan Tanda Tangan Elektronik yang Tersertifikasi.

 

Penulis: Nanda Aria

Admin: Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU