31.2 C
Jakarta
Kamis, 19 Desember, 2024

Dorong Pertumbuhan UMKM, Outstanding Pinjaman Fintech Lending Capai Rp13,2 Triliun

JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpandangan bahwa pinjaman fintech lending menjadi salah satu alternatif pendanaan untuk mendorong UMKM dan sektor produktif di Indonesia, terutama yang berada di luar pulau Jawa.

Hal ini tercermin dari total penyaluran pinjaman fintech lending ke UMKM. OJK mencatat sampai dengan Maret 2022, total outstanding penyaluran pinjaman fintech lending ke UMKM telah mencapai Rp13,2 triliun.

“Hingga Maret 2022, total outstanding penyaluran pinjaman fintech lending ke UMKM telah mencapai Rp13,2 triliun atau 36% dari total outstanding pinjaman fintech lending,” kata OJK dalam keterangannya, Selasa (17/5).

Baca juga: Mengenal Jenis, Manfaat, dan Cara Klaim Asuransi Jiwa Berjangka

Ke depan, OJK akan terus mendorong penyaluran pinjaman fintech lending kepada sektor produktif, seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, kehadiran pinjaman online atau pinjol menjadi berkah bagi masyarakat di daerah selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Sebab, kehadiran fintech peer to peer lending ini bisa membantu masyarakat untuk mengakses pembiayaan, yang selama ini belum tersentuh oleh lembaga keuangan, baik formal maupun informal.

“Ini adalah berkah, terutama bagi masyarakat di daerah yang tadinya sulit mendapatkan pembiayaan. Ini sudah bisa dilakukan dengan peer to peer lending,” ucap Wimboh beberapa waktu lalu.

Wimboh Santoso pun menuturkan, selama ini pihaknya mendorong agar pinjol bisa memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Tentunya dengan pembiayaan lebih murah, cepat dan beban bunga yang ringan.

Sementara itu, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing menyampaikan bahwa partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk memberantas investasi ilegal yang marak terjadi belakangan ini.

Dia mengatakan, pemberantasan investasi ilegal ini dapat dilakukan antara lain melalui deteksi dini. Hal ini untuk mencegah terjadinya kasus sebelum jatuhnya korban. Sebab, selama ini kasus investasi ilegal baru ketahuan setelah masyarakat dirugikan.

“Jadi deteksi dini perlu melibatkan masyarakat, dan masyarakat diharapkan mau melapor kalau ada investasi yang tidak logis dan legal,” katanya dalam webinar, Senin (18/4).

Baca juga: Review Lengkap Asuransi Jiwa Tugu Mandiri Hanya di Sini

Langkah deteksi dini ini diperlukan karena praktik investasi ilegal ini telah merugikan masyarakat hingga ratusan triliun rupiah. Berdasarkan catatannya, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp117,5 triliun sepanjang 2011 sampai 2022.

Menurutnya, pemerintah membutuhkan peran serta masyarakat untuk melaporkan penawaran investasi dengan imbal hasil terlalu tinggi atau tidak logis tersebut, agar penindakan bisa dilakukan sebelum jatuh korban.

Akan tetapi, keterlibatan masyarakat saat ini masih kurang masif karena masyarakat cenderung baru akan melaporkan keberadaan investasi ilegal kepada pemerintah ketika sudah menjadi korban.

“Perilaku ini yang ingin kita ubah. Kita akan mengajak masyarakat berperan serta dengan menyadarkan bahwa keuntungan mereka adalah kerugian bagi yang lain,” ujarnya.

Selama ini korban investasi ilegal melalui binary option ataupun robot trading merupakan orang-orang dengan pendidikan dan pendapatan yang cukup tinggi, tetapi mereka belum memiliki kesadaran untuk tidak terlibat dalam investasi ilegal.

Karena itu SWI akan berupaya terus meningkatkan kesadaran masyarakat dan meningkatkan edukasi kepada masyarakat ke depannya terkait pentingnya memastikan penyelenggara investasi telah mendapatkan izin dari OJK ataupun Bappebti.

Baca juga: Mudah dan Praktis, Inilah Cara Menabung di Bank BNI

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Rahmat Fitranto

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU