JAKARTA, 8 Desember 2024 – Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN), Nixon LP Napitupulu, mengungkapkan bahwa banyak aplikasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ditolak karena adanya tunggakan pinjol (pinjaman online) yang tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK).
Hal ini disampaikan Nixon berdasarkan laporan dari pengembang properti yang dia terima. Menurut Nixon, sekitar 30 persen aplikasi KPR Subsidi yang diajukan ke developer ditolak karena status SLIK OJK yang tercatat buruk akibat tunggakan pinjol.
“Sebanyak 30 persen aplikasi KPR Subsidi yang diajukan developer hari ini ditolak karena terdapat catatan merah di SLIK OJK akibat pinjol,” ujar Nixon.
Tunggakan Pinjol Walau Kecil Namun Menghalangi Persetujuan KPR
Meskipun tunggakan yang tercatat di SLIK OJK seringkali terbilang kecil, seperti kurang dari Rp500.000, hal ini tetap menghalangi nasabah untuk mendapatkan persetujuan KPR Subsidi.
Nixon menjelaskan bahwa meskipun saldo tunggakan pinjol nasabah hanya sekitar Rp200.000, pihak bank tetap tidak bisa menyetujui aplikasi KPR tersebut karena aturan yang ada mengharuskan bank untuk menghormati data yang tercatat di SLIK OJK.
“Meski kadang saldo tunggakannya hanya sekitar Rp200.000, kami tidak bisa menyetujui aplikasi KPR. Kami harus menghormati data yang ada di SLIK OJK karena ketentuannya sudah jelas,” terang Nixon.
Penjelasan OJK Mengenai SLIK
Terkait hal ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa tidak ada larangan bagi seseorang yang tercatat di SLIK OJK untuk mengajukan KPR. Menurut Dian, pihak OJK tidak pernah melarang individu yang terdaftar dalam SLIK untuk memperoleh fasilitas KPR. Data yang tercatat di SLIK OJK dapat diubah atau dihapus jika peminjam telah melunasi utangnya.
“Sebetulnya tidak ada larangan dari OJK. Jika seseorang sudah melunasi utangnya, data tersebut dapat diubah atau dihapus, cukup dengan melaporkan pelunasan tersebut ke OJK. Proses ini cukup mudah, dan jika masalah sudah selesai, maka secara otomatis data di SLIK OJK juga akan diperbarui,” ujar Dian.
Dian menjelaskan bahwa jika ada sengketa atau masalah terkait pinjaman yang telah diselesaikan, data tersebut bisa segera diperbaiki, mengingat ini merupakan tugas yang rutin dilakukan oleh OJK.
Pentingnya Memastikan Legalitas Pinjol
Namun, Dian juga menegaskan bahwa situasi berbeda berlaku jika tunggakan disebabkan oleh pinjol ilegal. Dalam kasus ini, Dian menyarankan bank untuk tidak menyetujui aplikasi pinjaman dari individu yang terlibat dalam pinjol ilegal.
“Jika seseorang berutang karena pinjol ilegal, sebaiknya bank tidak mempertimbangkan aplikasi pinjaman mereka. Masyarakat hanya seharusnya berurusan dengan pinjaman online yang terdaftar dan resmi. Banyak orang yang tertipu oleh pinjol ilegal, dan ini memang menjadi masalah tersendiri,” ujar Dian.
Ia juga menambahkan bahwa pinjaman dari pinjol resmi, yang terdaftar dan memiliki izin, dapat diselesaikan dengan cara yang lebih mudah, seperti proses penyelesaian utang di perbankan.
Menurut Dian, pinjaman dari lembaga pinjaman online yang terdaftar dan sah di OJK bisa diselesaikan dengan cara yang jelas dan sesuai prosedur, berbeda dengan pinjol ilegal yang kerap membawa masalah hukum bagi peminjamnya.
Implikasi bagi Pengajuan KPR
Bagi masyarakat yang mengajukan KPR Subsidi, penolakan aplikasi karena tunggakan pinjol ini menjadi masalah besar, terutama jika mereka terjebak dalam utang yang berasal dari pinjaman online ilegal.
Hal ini juga menunjukkan pentingnya memilih pinjaman secara bijaksana dan memastikan legalitas penyedia pinjaman online. Bank dan lembaga keuangan lainnya tentunya harus lebih berhati-hati dalam menilai aplikasi pinjaman, agar tidak terjebak dalam situasi yang merugikan, baik bagi peminjam maupun lembaga keuangan itu sendiri.
Sebagai langkah preventif, OJK terus melakukan pengawasan ketat terhadap layanan pinjol untuk memastikan bahwa hanya penyedia pinjaman online yang terdaftar yang dapat beroperasi di Indonesia.
Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari praktik pinjol ilegal yang berpotensi merugikan dan mengganggu akses mereka terhadap layanan keuangan formal seperti KPR Subsidi.