JAKARTA, duniafintech.com – Direktur Core Piter Abdullah mengapresiasi langkah pemerintah dalam melanjutkan program bantuan subsidi upah (BSU) di tahun ini.
Pasalnya, situasi geopolitik global telah memicu kenaikan sejumlah harga. Sehingga, kenaikan harga-harga komoditas ini berdampak terhadap daya beli kelompok masyarakat bawah.
“Saat ini ada kecenderungan harga-harga naik. Untuk masyarakat menengah atas tidak terlalu berdampak. Tapi untuk kelompok masyarakat bawah, termasuk para pekerja dengan gaji dibawah Rp3 juta kenaikan harga-harga ini menggerus daya beli,” katanya kepada Duniafintech.com, Rabu (6/4).
Oleh karena itu, menurutnya program bantuan subsidi upah (BSU) ini diluncurkan pemerintah bukan untuk semata-mata mendorong perekonomian agar tetap tumbuh, namun lebih kepada menjadi penopang masyarakat bawah ketika terjadi kenaikan sejumlah harta komoditas.
“Tujuan BSU ini bukan untuk mendorong perekonomian, tetapi lebih kepada membantu masyarakat bawah di tengah kenaikan harga-harga,” ujarnya.
Sebab, sambungnya, jika berharap pada kenaikan gaji yang dilakukan oleh perusahaan tempat di mana pekerja bekerja, hal itu masih jauh dari harapan. Karena, tak sedikit dari perusahaan tersebut yang masih kesulitan untuk bangkit
“Sementara mengharapkan perusahaan mereka untuk menaikkan gaji tidak juga mudah karena banyak perusahaan terutama di sektor-sektor yang masih terdampak pandemi, belum pulih,” ucapnya.
Dia pun menyebut bahwa dilanjutkannya program BSU ini sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap masyarakat kelas bawah yang mengalami dampak langsung terhadap berbagai gejolak politik global.
Hanya saja, yang patut diperhatikan adalah bagaimana penyalurannya agar tepat sasaran, sehingga mampu menjadi penopang kehidupan masyarakat kelas bawah dan terhindar dari jurang kemiskinan.
“Ini bentuk perhatian pemerintah terhadap masyarakat yang terdampak kenaikan harga. Yang harus dilakukan pemerintah bagaimana berbagai bantuan pemerintah subsidi gaji ini bisa tepat sasaran,” tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengatakan, tujuan dari BSU ini selain melindungi dan mempertahankan kemampuan ekonomi pekerja/buruh, juga diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mengungkit pertumbuhan ekonomi.
Kendatipun kriteria penerima manfaat subsidi upah ini masih digodok, namun yang pasti subsidi upah ini akan diberikan kepada 8,8 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan, dengan besaran Rp1 juta per orang.
“Pemerintah mengalokasikan anggaran BSU 2022 sebesar Rp8,8 triliun dengan alokasi bantuan per penerima sebesar Rp1 juta. Adapun rincian terhadap kriteria dan mekanisme BSU 2022 ini sedang digodok oleh Kementerian Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Adapun, Kementerian Ketenagakerjaan telah mengelola BSU pada 2020 dan 2021 dengan beberapa ketentuan kriteria penerima dan jumlah bantuan yang diberikan. BSU 2020 difokuskan pada pekerja/buruh yang memiliki upah di bawah Rp5 juta.
Pada 2021, BSU menyasar pekerja/buruh yang terdampak kebijakan PPKM level 3 dan 4, serta memiliki upah di bawah Rp3,5 juta, atau jika daerah tersebut upah minimum nya lebih dari Rp3,5 juta maka menggunakan batasan upah minimum yang berlaku.
Adapun di tahun 2022 ini, kriteria penerima BSU sementara didesain untuk pekerja/buruh yang memiliki upah di bawah Rp3,5 juta. Basis data penerima BSU juga masih menggunakan data pekerja/buruh peserta BPJS Kenagakerjaan.
Saat ini, Kemnaker setidaknya tengah mempersiapakan seluruh instrumen kebijakan pelaksanaan BSU 2022. Hal ini dilaksanakan untuk memastikan bahwa program ini dapat dijalankan dengan cepat, tepat, akurat, dan akuntabel.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Rahmat Fitranto