26.7 C
Jakarta
Minggu, 17 November, 2024

Harga Bitcoin Bergerak Ragu-ragu, Antara Naik dan Turun

JAKARTA, duniafintech.com – Keragu-raguan menguasai pasar kripto pada Kamis karena harga Bitcoin membalik antara keuntungan dan kerugian. Tak lama memasuki hari baru, harga Bitcoin sempat turun menyentuh USD 41,003 atau sekitar Rp 588,5 juta. 

Kemudian tak lama berselang harga Bitcoin kembali menguat hingga menyentuh USD 41.519 atau sekitar Rp 595,9 juta, pada Kamis (21/4/2022) lalu.

Bitcoin price bertahan di dekat level harga USD 41.500 setelah kenaikan harga tiga hari hampir USD 3.000. 

Dilansir dari Liputan6.com, Analis mengatakan cryptocurrency terbesar itu diuntungkan dari optimisme dana yang diperdagangkan di bursa Bitcoin spot mungkin memenangkan persetujuan dari Komisi Sekuritas dan Pertukaran AS.

Di sisi lain cryptocurrency terbesar kedua berdasarkan kapitalisasi pasar, ethereum juga alami keragu-raguan, setelah sempat melemah, Ethereum kembali menguat dengan jangka waktu singkat. 

Ethereum diperdagangkan di harga USD 3.086,98, naik sekitar 0,29 persen. 

Analis pasar Bitcoin di Quantum Economics, Jason Deane mengatakan tidak melihat sentimen yang dapat menggerakan harga kripto dengan kuat. 

“Saya tidak berpikir ada satu katalis utama untuk pergerakan harga naik atau turun saat ini,” ujar Deane dikutip dari CoinDesk, Kamis (21/4/2022). 

Di pasar saham, Indeks Standard & Poor’s 500 dari saham-saham besar AS mengakhiri hari dengan sedikit turun, sementara Indeks Komposit Nasdaq turun 1,2 persen, Netflix jatuh lebih dari 30 persen. 

Untuk hari ini, pasar kripto tak sepenuhnya berkorelasi dengan pasar saham AS, terutama Nasdaq. 

Dalam berita kripto lainnya, pertukaran kripto raksasa Binance meluncurkan emoji Twitter baru pada Rabu waktu setempat dan segera menghapusnya setelah pengguna menunjukkan kemiripannya dengan simbol swastika.

Di lain sisi, sejumlah pasokan Bitcoin telah terakumulasi antara kisaran harga US$ 38.000-US$ 45.000, menurut data blockchain yang dikumpulkan oleh Glassnode.

“Meskipun dua bulan terakhir mengalami konsolidasi menyamping, namun sebagian besar pasar tampaknya tidak mau membelanjakan dan menjual koin mereka, bahkan jika koin mereka ditahan dalam keadaan merugi,” tulis Glassnode dalam laporan risetnya, dikutip dari CoinDesk.

Beberapa pengamat menilai bahwa lanskap makro terlihat positif dalam beberapa hari kedepan, meski ketidakpastian kondisi global akibat masih berlangsungnya perang Rusia-Ukraina dan meningginya inflasi global masih mengancam pasar kripto dalam jangka pendek.

“Lanskap makro terlihat positif menurut saya,” kata Marcus Sotiriou, analis di pialang aset digital GlobalBlock dalam laporan risetnya, dilansir dari CoinDesk.

“Saya tidak peduli apakah ada kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin atau tidak. Yang terpenting adalah seberapa kuat konsumennya. Indeks sentimen konsumen Universitas Michigan cenderung mendatar, menunjukkan bahwa kita tidak memiliki ekspektasi inflasi yang tidak menentu, yang berarti bahwa orang tidak berpikir inflasi akan hilang. Ini tidak terjadi pada 1970-an, yang menyebabkan resesi,” tambah Sotiriou.

Sotiriou berpikir bahwa ekonomi global akan memiliki soft landing, meskipun banyak analis memperkirakan resesi. Dia tetap memprediksi bahwa Bitcoin masih akan bullish setidaknya dalam jangka pendek.

Sementara itu dari kabar altcoin, Terra mengungguli pasar kripto yang lebih luas pada pagi hari ini. Melesatnya harga Terra terjadi saat stablecoin algoritmik Terra UST menggulingkan Binance USD (BUSD) untuk menjadi stablecoin terbesar ketiga yang beredar. 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU