32.6 C
Jakarta
Jumat, 20 September, 2024

Hati-hati! Ini Bahaya yang Mengintai di NFT 

JAKARTA, duniafintech.com – Belakangan ini, Non-Fungible Token atau NFT sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia. Istilah NFT semakin melambung tinggi setelah seorang pemuda bernama Ghozali yang bisa meraup cuan hingga miliaran berkat menjual koleksi foto selfienya melalui platform marketplace OpenSea. 

Keberhasilan Ghozali dalam menjual foto selfienya, ternyata banyak masyarakat yang mencoba peruntungan dengan menjual apapun sebagai NFT. Sayangnya karya yang mereka jual di marketplace NFT bukan sebuah kreativitas, justru aset digital yang dinilai meresahkan. 

Misalnya makanan, baju, lemari, bahkan foto seorang bayi. Tak hanya itu,  ada pula yang menjual foto Kartu Tanda Penduduk (KTP) di OpenSea. 

Bahaya NFT 

Namun, tahukah anda NFT yang sedang populer ini ternyata ada sejumlah bahaya yang sedang mengintainya? 

Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa salah satu bahaya dari NFT yaitu belum ada satupun regulasi di Indonesia yang jelas mengatur soal NFT. 

“mulai dari perlindungan hak kekayaan intelektual, soal perpajakan hingga perlindungan data diri creator maupun investor,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira.

“Jika konteksnya kripto digunakan sebagai alat pembayaran, itu melanggar ketentuan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah,” tambahnya. 

Bhima menjelaskan, hal itu sudah lain dari konteks kripto sebagai komoditas yang diatur Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), dengan kripto sebagai mata uang.

Selain itu, karena belum ada payung hukum yang jelas, maka NFT rentan  digunakan untuk investasi ilegal, pencucian uang, bahkan tindak kejahatan.

Adapun Pakar Metaverse dari Indonesia Digital Milenial Cooperative (IDM Co-op), MC Basyar melihat hal ini sebagai celah aktivitas pencucian uang karena sistem ini bisa ditelusuri dengan mudah. 

“Semua bisnis pasti ada kecenderungan ke arah sana (pencucian uang) tapi yang jelas saya merasakan bahwa kalau bicara tentang NFT avoid atau early warning sistem-nya lebih mudah,” ujar Basyar, sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (19/1). 

Misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat mengecek aktivitasnya melalui kepemilikan akun wallet dalam NFT. 

“Hal ini karena ekosistem aset digital Indonesia harus lewat tahapan deposito ke exchanger. Setelah itu pengguna baru dapat mengirim dana ke dompet digital,” kantanya.

Tak hanya itu, dalam exchanger juga ada  fitur Know Your Customer (KYC). Saat ingin daftar diri diwajibkan untuk mengunggah KTP.  Menurut Bhiman, pengguna exchanger memiliki identitas jelas dan dipastikan tidak ada yang anonim. Di blockchain sendiri hal tersebut lebih mudah untuk dihalau. 

Pelacakan dugaan pencucian uang pun dengan mudah bisa dilakukan tak hanya oleh pemerintah saja. Namun juga warga biasa pun dapat melihat ke dalam wallet yang dimiliki orang lain. 

“Jangankan pemerintah, saya juga bisa tracking misalnya ada anak pejabat dia jual NFT di sana, bisa saja saya tracking walletnya, bisa saya lihat dia beli apa dijual ke mana dan dikirim ke mana,” jelasnya.

Dalam hal ini, Bhima berharap pihak regulator atau pemerintah harus mulai beradaptasi dengan Blockchain. Sehingga pihak pemerintah cukup tanggap saat ada laporan aktivitas pencucian uang. 

Kominfo Mulai Awasi Transaksi NFT di Indonesia

Mengenai  hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate mengingatkan, untuk platform transaksi NFT dapat memastikan platformnya tidak memfasilitasi penyebaran konten yang melanggar peraturan perundang-undangan, baik berupa pelanggaran ketentuan perlindungan data pribadi, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual. 

Selain itu, Johnny G. Plate memerintahkan agar adanya pengawasan dari kegiatan transaksi NFT yang berjalan di Indonesia, dan melakukan koordinasi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Bappebti) sebagai Lembaga yang berwenang dalam tata kelola perdagangan aset kripto. 

Dalam keterangan resminya, UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta perubahannya dan peraturan pelaksananya, mewajibkan seluruh PSE untuk memastikan platformnya tidak digunakan untuk tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan. Pelanggaran terhadap kewajiban yang ada dapat dikenakan sanksi administratif termasuk di antaranya pemutusan akses platform bagi pengguna dari Indonesia.

Kominfo mengimbau agar masyarakat untuk dapat merespons tren transaksi NFT dengan lebih bijak sehingga potensi ekonomi dari pemanfaatan NFT tidak menimbulkan dampak negatif maupun melanggar hukum. 

“Serta terus meningkatkan literasi digital agar semakin cakap dalam memanfaatkan teknologi digital secara produktif, dan kondusif,” jelasnya dalam keterangan resminya, Minggu (16/1). 

Dalam hal ini, Kominfo juga akan mengambil tindakan tegas bersama dengan  Bappebti, Kepolisian, dan Kementerian/Lembaga terkait melakukan tindakan hukum apabila ada pelanggaran hukum bagi pengguna platform teknologi NFT.

 

Penulis: Kontributor / Achmad Ghifari

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU