26.1 C
Jakarta
Senin, 18 November, 2024

Dijamin Halal, Begini Hukum P2P Lending Syariah

JAKARTA, duniafintech.com – Salah satu instrumen investasi yang tergolong masih baru adalah P2P Lending. P2P lending ini sendiri merupakan sebuah platform yang mempertemukan pihak borrower dengan investor. Ada pula hukum P2P Lending syariah yang mesti dipahami sebelum menggunakannya.

Jadi, fokus dari instrumen investasi ini adalah pada pelayanan pinjam meminjam uang kepada masyarakat.

Hukum P2P Lending Syariah

Hukum P2P Lending Syariah

Dalam menjalankan pelayanan P2P lending syariah ini, tentunya ada beberapa akad atau hukum yang digunakan. Berikut ini adalah beberapa konsep hukum P2P syariah yang perlu Anda ketahui.

1. Akad Al Qardh

Akad Al qardh ini mengharuskan pihak peminjam untuk mengembalikan pinjamannya tersebut sesuai dengan kesepakatan dan waktu yang sudah ditentukan sebelumnya. Pengembalian tersebut dilakukan kepada lembaga yang memberikan pinjaman.

2.    Akad Wakalah Bil Ujrah

Hukum yang satu ini memungkinkan pihak pemberi pinjaman untuk memberikan kuasa investasinya kepada pihak ketiga. Nantinya, pihak ketiga ini akan memiliki hak untuk menangani dana investasi atas nama pemberi kuasanya.

Pihak ketiga ini biasanya akan disebut dengan penyedia jasa sarana investasi yang nantinya akan mendapatkan imbalan yang disebut dengan upah.

3.    Akad Mudharabah Muqayyadah

Akad yang satu ini akan melibatkan pihak pengelola dana investasi dan pihak investor. Dari awal, penyedia jasa investasi dan pemilik dana akan melakukan kesepakatan terlebih dahulu. Jika memang kerugian terjadi, maka akan ditanggung oleh pihak pemilik dana yang menyetorkan modalnya kepada penyedia jasa invetasi.

4.    Akad Musyarakah

Hukum ini akan mengatur 2 pihak atau lebih untuk bisa berpartisipasi dalam melakukan suatu usaha tertentu dengan cara memberikan modal untuk menjalankan pendanaan bersama. Untuk untung dan ruginya akan ditanggung bersama-sama sesuai dengan kesepakatan.

5.    Akad Ijarah

Akda ijarah ini seperti halnya kesepakatan sewa yang terjadi secara perekenomian pada umumnya. Itu artinya bahwa pengalihan hak guna atas sebuah barang akan terjadi selama durasi waktu yang sudah disepakati sebelumnya.

Baca juga: Disimak Ya, Ini Persyaratan Dokumen Mengajukan Pembiayaan P2P Lending Syariah

Pada hukum ini, tidak ada pergantian status kepemilikan barang. Jadi, sesuai dengan kesepakatan bahwa penyewa akan membayarkan sewa terhadap penggunaan barang sesuai dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya.

6.    Akad Istishna Bil Wakalah

Dalam hukum ini, pihak investor akan memiliki hak untuk mengalihkan haknya sebagai pemilik modal untuk membeli suatu barang yang nantinya akan digunakan untuk investasi. Pihak kedua yang mewakili investor inilah yang akan mendapatkan keuntungan dengan pembagian yang adil sesuai dengan kesepakatan di awal.

Perbedaan P2P Lending Syariah dan P2P Lending Konvensional

Kegiatan pendanaan dan pembiayaan baik di P2P lending syariah maupun konvensional memiliki perbedaan yang spesifik. Terutama pada akad kesepakatan dan prinsip-prinsip operasional yang diterapkan. Untuk lebih jelasnya, simak pembahasannya sebagai berikut  ini.

Baca juga: Sistem Akad P2P Lending Syariah, Kenali Yuk!

1. Akad Perjanjian yang Digunakan

Dalam P2P lending konvensional, kesepakatan kedua pihak antara lender dan borrower menggunakan perjanjian tertulis biasa. Berbeda dengan P2P lending syariah yang menggunakan akad muamalah sebagai landasannya. Akad yang digunakan tentunya harus adil, seimbang, universal dan bebas dari hal-hal yang diharamkan.

2. Sistem Bunga dan Imbal Hasil

P2P lending konvensional dalam perhitungan keuntungannya didasarkan pada bunga. Bunga pinjaman dalam perspektif islam sangat diharamkan karena termasuk riba. Maka dari itu, dalam P2P lending syariah tak ada istilah bunga. Sebagai gantinya, perhitungan keuntungan disebut sebagai imbal hasil dengan nisbah yang sudah disepakati di awal akad.

3. Penanggungan Risiko Kerugian

Risiko kerugian dalam pembiayaan bisa terjadi sewaktu-waktu. Dalam P2P lending konvensional, risiko kerugian hanya ditanggung oleh peminjam dana. Berbeda dengan P2P lending syariah, yang mana risiko kerugian akan ditanggung oleh dua pihak, yakni peminjam dana dan pemberi dana.

4. Tujuan Pemberian Pembiayaan

Pemberian pembiayaan baik P2P lending syariah maupun konvensional biasanya memiliki tujuan yang berbeda. P2P lending syariah umumnya melakukan pendanaan untuk sektor pendanaan produktif. Contohnya seperti UMKM, konstruksi hingga haji. Berbeda dengan P2P lending konvensional yang tidak memperdulikan tujuan pendanaan para nasabahnya.

Dan itulah beberapa rekomendasi P2P Lending syariah terbaik yang bisa Anda jadikan sebagai pilihan. Masih ada banyak sekali rekomendasi P2P Lending lainnya yang juga sudah terdaftar secara resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Baca juga: Perbedaan P2P Lending Syariah dan P2P Lending Konvensional

Inilah beberapa hukum dari P2P lending syariah yang perlu Anda pahami dan pelajari. Semoga dengan adanya informasi ini Anda lebih memantapkan keputusan untuk ikut bergabung dalam P2P lending syariah ini.

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU