JAKARTA, 30 Oktober 2024 – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG hari ini tampak kembali melanjutkan penurunan.
Hal itu menggenapi penurunan selama 5 hari beruntun.
Mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup melemah 28,03 poin atau 0,37% kel level 7606,6.
Sebanyak 28,75 miliar saham diperdagangkan dengan nilai transaksi Rp10,9 triliun.
Tercatat 305 mengalami koreksi dan 249 mengalami kenaikan. Adapun 232 saham ditutup dengan harga yang tidak berubah atau tidak diperdagangkan.
Tercatat 5 indeks memerah pada hari ini, yakni energi (-1,01%), perindustrian (-0,87%), keuangan (-0,50%), transportasi dan logistik (-0,42%) dan barang baku (-0,29%).
IHSG Hari ini, Saham Utama Asia Melemah
Pada Rabu (30/10/2024) pukul 09:13 WIB, IHSG berada di posisi 7.557,58. Melemah 0,64% dibandingkan hari sebelumnya.
Tidak hanya IHSG, sebagian besar indeks saham utama Asia pun melemah, sehingga bursa saham seakan menjadi ‘laut merah’. Shanghai Composite (China), Weighted Index (Taiwan), SETI (Thailand), KLCI (Malaysia), Straits Times (Singapura), dan Hang Seng (Hong Kong) melemah masing-masing 0,06%, 1,17%, 0,09%, 0,41%, 0,41%, dan 0,71%.
Di Asia, investor masih cenderung wait and see. Ada beberapa agenda yang masih menjadi pantauan pelaku pasar.
Pertama adalah pengumuman bank sentral Jepang (BoJ) mengenai suku bunga acuan, yang akan diumumkan besok. Patut dinanti apakah BoJ akan menaikkan atau masih bertahan dengan suku bunga rendah.
Investor Pantau Laporan Keuangan
Kedua adalah pertemuan badan legislatif China pada 4-8 November.
Dalam pertemuan ini, diharapkan ada pengumuman soal stimulus fiskal yang sudah lama dinanti.
“Investor juga akan memantau laporan keuangan perusahaan,” ujar Michael McCarthy, Market Strategist di Moomoo Australia.
6 Sektor Justru Menguat
Adapun 6 sektor lainnya justru menguat, yakni infrastruktur (1,02%), kesehatan (0,76%), teknologi (0,74%), barang konsumsi primer (0,72%), properti dan real estat (0,49%), barang konsumsi nonprimer (0,30%).
Top gainers pada hari ini adalah PT Bukit Uluwatu Villa Tbk (BUVA) yang melesat 23,21%, PT Paperocks Indonesia Tbk (PPRI) naik 20,59%, dan PT Lenox Pasifik Investama Tbk (LPPS) naik 18,6%.
Adapun top losers pada hari ini adalah PT Dyandra Media International Tbk (DYAN) yang ambles 14,17%, PT Ancora Indonesia Resources Tbk (OKAS) turun 11,11%, dan PT Total Bangun Persada Tbk turun 9,04%.’
IHSG Catatkan Kinerja Negatif
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meneruskan catatan kinerja negatif menjadi lima sesi perdagangan beruntun ditutup di zona pelemahan.
Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di posisi terendah sejak Agustus 2024.
Pada penutupan perdagangan Selasa (29/10/2024), IHSG koreksi 0,37% ke posisi 7.606,60.
Secara intraday, IHSG sempat jatuh ke posisi terdalam ke titik 7.587,21.
Volume Perdagangan Lebih dari 28,68 M
Adapun volume perdagangan tercatat lebih dari 28,68 miliar lembar saham dengan frekuensi transaksi melampaui 1,28 juta kali.
Nilai total transaksi mencapai Rp 10,75 triliun. Sebanyak 249 saham mencatatkan penguatan, sementara 305 saham melemah, dan 232 saham stagnan.
Enam sektor masih mengakhiri perdagangan di zona merah, dengan sektor energi alami tekanan paling dalam sebesar 1,49%, disusul oleh sektor keuangan yang minus 1,04%, dan sektor konsumer non siklikal melemah 0,35%. Selain itu, sektor kesehatan tertekan hingga 0,14%, sektor konsumer siklikal turun 0,11%, serta utilitas yang turun 0,01%.
Bersamaan dengan IHSG, rupiah kembali terdepresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian rilis data tenaga kerja AS serta ketidakpastian arah kebijakan politik Jepang yang berpotensi menghambat kebijakan suku bunga.
Selama satu hari penuh, fluktuasi rupiah pada kisaran Rp15.720/US$ hingga Rp15.777/US$.
Pelemahan Terdalam
Pelemahan ini merupakan yang terdalam pasca terakhir kali terjadi pada 13 Agustus 2024 di titik Rp15.830/US$.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Edi Susianto mengatakan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah ini juga dialami oleh sebagian besar mata uang Asia lainnya.
Dia mengatakan tekanan ini disebabkan oleh sentimen kondisi global yang kurang kondusif.
“Saya lihat perkembangan nilai tukar mata uang Asia hari ini banyak yang mengalami pelemahan terhadap US Dollar, faktor pendorongnya bersumber dari sentimen global yang kurang kondusif,” kata Edi.
Edi menjelaskan kondisi global yang dia maksud adalah perkembangan rilis data fundamental Amerika Serikat yang di atas ekspektasi pasar.
Dia mengatakan rilis data ini mendorong penurunan ekspektasi terhadap pemotongan Fed Fund Rate (FFR) yang lebih agresif.
“Ditambah pernyataan-pernyataan pejabat The Fed yang cenderung less dovish,” kata dia.
Edi mengatakan tekanan ini juga disebabkan oleh serangan balik dari Israel ke Iran. Dia mengatakan kondisi geopolitik itu mendorong penguatan indeks Dollar AS (DXY).
Terakhir, dia mengatakan tekanan ini juga disebabkan oleh perlambatan data fundamental China dan Eropa.