duniafintech.com – Sampah plastik saat ini tengah menjadi pokok pembicaraan bukan hanya dari kalangan pecinta lingkungan hidup tetapi juga sektor industri dan bahkan pemerintah. Fenomena sampah plastik di Indonesia tak lepas dari banyaknya penggunaan bahan plastik untuk produksi beragam produk kebutuhan rumah tangga mulai dari urusan cuci mencuci, memasak hingga membersihkan rumah.
Baca juga:Â Tiongkok Luncurkan Mata Uang Digital Mendahului Libra
Unilever, sebagai salah satu produsen produk rumah tangga terbesar di Indonesia mengaku memberikan perhatian khusus pada permasalahan sampah plastik ini. Veronica Utami, Direktur Home Care Unilever Indonesia, saat peluncuran kampanye “Yuk Mulai Bijak Plastik” di Jakarta mengatakan sampah plastik merupakan masalah yang sangat pelik. Seringkali kita temui sampah plastik di lautan yang berserakan sehingga membuat laut kita jadi semakin kotor. Belum lagi sampah plastik di daratan yang membuat anak-anak kehilangan lahan bermain mereka. Pencemaran alam akibat sampah plastik ini, kata Veronica, mendorong pihaknya untuk terus berinovasi dengan menciptakan kemasan produk yang lebih ramah lingkungan.
“Setidaknya ada 3 kerangka kerja yang kami lakukan sebagai bagian dari perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal kemasan produk, yaitu mengurangi plastik (less plastic), menggunakan plastik yang ramah lingkungan (better plastic) dan merencanakan model bisnis yang menghadirkan produk tanpa plastik (no plastic),” ungkap Veronica.
Lebih lanjut Veronica menyebut Rinso sebagai salah satu produk unggulan Unilever yang saat ini berhasil mengurangi 209 ton plastik dalam seluruh kemasannya. Sekitar 13% pengurangan penggunaan plastik dibandingkan dari 3 tahun sebelumnya periode 2016-2018. Hal ini tidak terlepas dari serangkaian teknologi yang dikembangkan Unilever dalam proses produksinya.
Rinso berhasil mengimplementasikan 100% botol hasil daur ulang dan dapat didaur ulang atau Post Consumer Resin (PCR). Selain itu, teknologi Chemical Foam Agent juga digunakan untuk memproduksi kemasan botol sehingga mampu mengurangi penggunaan plastik sebanyak 2 ton pertahun, berdasarkan data volume penjualan setahun penuh di 2018.
Baca juga:Â Blockchain dan IoT Tingkatkan Pengguna Smartshare
Bukan hanya itu, produk-produk lain juga turut berkontribusi dalam upaya mengurangi sampah plastik, salah satu diantaranya adalah produk Sunsilk. Produk perawatan rambut ini diubah bentuk botol dan tutupnya sehingga mengurangi berat, yang pada akhirnya mampu mengurangi penggunaan plastik sebanyak 589 ton/tahun (2016).
“Kami memiliki komitmen besar secara global untuk lebih bijak dalam menggunakan kemasan plastik dan menargetkan tahun 2025, 100% kemasan plastik produk kami dapat didaur ulang atau setidaknya 25% dari plastik yang digunakan adalah plastik daur ulang,” jelas Veronica.
Unilever menggelontorkan investasi besar dalam mengatasi masalah sampah kemasan plastik dengan mengembangkan model bisnis baru yang mendukung ekonomi sirkular, yaitu pemanfaatan kembali kemasan yang sudah dipakai menjadi bahan kemasan baru. Tidak menjadi sampah, sebaliknya menjadi sumber bahan baku. Salah satunya melalui inovasi teknologi CreaSolv®, teknologi pertama di dunia yang bisa mendaur ulang sampah kemasan plastik yang berlapis-lapis (sachet dan pouch) menjadi kemasan yang baru.
Dalam konsep ekonomi sirkular, sampah plastik akan terus didaur ulang menjadi kemasan lagi, dan tidak berakhir di TPA ataupun alam. Sementara dalam skala komersil nanti, teknologi ini memiliki potensi mengurangi dampak CO2 yang dihasilkan oleh setiap 7.800-ton per tahun di tiap unit operasinya, setara dengan 8.200-ton plastik fleksibel.
Unilever juga bekerja sama dengan pemerintah dan industri untuk mendorong penerapan konsep ekonomi sirkular untuk kemasan plastik, melalui program Packaging and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment (PRAISE).
-Karin Hidayat-