JAKARTA, 25 Oktober 2024 – Pemerintah Indonesia diingatkan untuk memprioritaskan penanganan masalah jumlah hingga penurunan daya beli kelas menengah yang terjadi dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia terus mengalami penurunan selama satu dekade. Pada 2019, jumlahnya mencapai 57,33 juta orang, namun pada 2024 jumlah tersebut menyusut menjadi 47,85 juta.
Dampak Negatif Penurunan Daya Beli Kelas Menengah
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bustanul Arifin, menilai Indonesia perlu mengambil pelajaran dari negara-negara Amerika Latin yang mengalami hilangnya kelas menengah, yang berdampak negatif bagi stabilitas sosial.
โDari pengalaman negara lain, terutama di Amerika Latin, kita melihat dampak serius dari hilangnya kelas menengah. Jika jumlahnya terus menurun dan akhirnya hilang, bisa memicu revolusi,โ ujar Bustanul.
Bustanul menjelaskan, negara-negara di Amerika Latin dengan struktur sosial yang sangat timpang sering mengalami tekanan dan gejolak akibat kekosongan kelas menengah. Indonesia, menurutnya, perlu belajar dari pengalaman negara-negara seperti Kolombia, Panama, dan Venezuela.
โDi negara-negara tersebut, kelas menengah hampir tidak ada. Sementara tuan tanah besar mendominasi, kelas menengah tergerus dan banyak yang beralih ke kelas bawah informal. Ini situasi yang sangat berbahaya,โ tambahnya.
Pertahankan Kelas Menengah
Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya langkah-langkah pemerintah untuk melindungi dan mempertahankan jumlah kelas menengah yang terus berkurang.
Bustanul juga menekankan bahwa kelas menengah memegang peran penting dalam mendorong pembangunan ekonomi serta memainkan peran signifikan dalam stabilitas sosial dan politik, termasuk dalam proses demokratisasi, kebijakan ekonomi, dan perbaikan kelembagaan.
โSecara politik, kelas menengah cenderung mendukung demokrasi, meskipun mereka memiliki tuntutan tinggi terhadap kualitas pelaksanaannya,โ jelasnya.