27.1 C
Jakarta
Senin, 6 Mei, 2024

Industri Mie Instan Nasional Terancam Akibat Konflik Rusia-Ukraina

JAKARTA, duniafintech.com – Operasi militer khusus yang digencarkan oleh Rusia ke wilayah Ukraina berdampak luas terhadap supply chain komoditas dunia. Konflik ini menyebabkan kenaikan harga dan terbatasnya pasokan komoditas yang mungkin terjadi.

Menurut Asisten Peneliti Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Lestary J. Barany, bagi Indonesia sendiri, konflik yang terjadi di Eropa Timur tersebut akan berdampak kepada pasokan gandum nasional. 

Pasalnya, Ukraina dan Rusia merupakan negara importir Indonesia dan impor Ukraina ke Indonesia sebanyak 75%-nya merupakan komoditas gandum.

“Konflik ini dapat berdampak pada impor untuk bahan makanan yang banyak diimpor oleh Indonesia, untuk Ukraina ini 75% nya Indonesia mengimpor sereal yang komponennya di dalam termasuk gandum,” katanya dalam video conference, Rabu (2/3/2022).

Lebih jauh Lestary mengungkapkan, dengan terbatasnya pasokan gandum di dalam negeri, akan berdampak kepada produsen tepung dan juga produk makanan seperti mie instan, roti, dan sereal.

“Gandum ini merupakan input yang digunakan oleh produsen mie, roti, dan juga tepung. Jadi mereka bergantung dari impor gandum dari Ukraina dan Rusia,” ujarnya.

Dia menjelaskan, krisis gandum semakin mungkin terjadi jika melihat eskalasi konflik yang terjadi di Ukraina. Di mana, konflik pecah di wilayah Timur Ukraina yang merupakan lumbung gandum.

“Bisa dibilang bawah ini adalah top supplier untuk gandum Indonesia dan kalau kita melihat peta, ternyata lumbung gandum itu banyak di daerah Timur, di mana daerah ini merupakan daerah yang sangat dekat dengan yang diduduki oleh Rusia,” ucapnya.

Ancaman krisis gandum nasional ini menurutnya harus segera diantisipasi dengan melakukan diversifikasi importir gandum. Apalagi, kebutuhan gandum nasional saat ini tengah meningkat seiring dengan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid-19.

“Kalau misal kita lihat di sini harga gandum di sini meningkat dan peningkatan itu tidak hanya terjadi untuk komoditas yang diproduksi oleh Rusia, tetapi kalau kita bicara economy orang juga akan bergeser mencari substitusinya dan tentu karena ada kenaikan dari barang substitusi ini harga untuk komoditas substitusinya ini pun akan mengalami peningkatan,” terangnya.

Di sisi lain, Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) pun mengemukakan bahwa konsumsi terigu di Indonesia tengah bertumbuh yang didorong oleh kegiatan perekonomian yang mulai akseleratif.

“Kegiatan ekonomi sudah mulai akseleratif dibanding tahun-tahun sebelumnya dan juga untuk bisnis dari bakery ataupun yang berbasis terigu yang menggunakan gandum itu juga sedang naik daun atau semakin berkembang,” ucapnya.

Sementara itu, konflik antara Rusia dan Ukraina ini menurut Lestary tidak akan berdampak banyak terhadap ekspor Indonesia. Pasalnya, kedua negara tersebut lebih banyak mengimpor barang dibandingkan sebagai negara tujuan ekspor Indonesia.

“Kalau kita lihat di tabelnya ini pada 2020 posisinya sebenarnya peringkatnya untuk impor, Ukraina di peringkat sembilan belas dan Rusia itu 21, ini tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Rusia dan Ukraina juga pun bukan merupakan tujuan ekspor utama untuk banyak komoditas yang diekspor oleh Indonesia,” tuturnya.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor : Panji A Syuhada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE