32.1 C
Jakarta
Minggu, 5 Mei, 2024

Perang Rusia-Ukraina Picu Krisis Energi, Indonesia Harus Diversifikasi Supplier Migas

JAKARTA, duniafintech.com – Invasi yang dilakukan oleh Rusia ke Ukraina dikhawatirkan memicu krisis energi di dunia. Pasalnya, Rusia menjadi salah satu negara eksportir minyak dan gas (migas) serta mineral lainnya seperti batubara dan nikel.

Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia mengatakan, konflik Rusia-Ukraina akan berdampak terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.

Dan yang perlu dikhawatirkan adanya kemungkinan terjadinya krisis energi dikarenakan Rusia merupakan salah satu produsen utama minyak dunia, di mana hal ini dapat berpengaruh terhadap pergerakan harga minyak global. 

“Pemerintah dapat mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan diversifikasi suplai impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan gas dan batubara untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak bumi,” katanya kepada wartawan, Jumat (25/2).

Dia menjelaskan, apabila konflik ini berlanjut, tentunya kenaikan harga minyak ini akan berdampak kepada peningkatan inflasi di Indonesia. Dari sisi moneter, konflik ini juga akan menekan the Fed untuk meningkatkan suku bunga acuan.

“Di sini Bank Indonesia perlu memperhatikan kondisi domestik sebelum menaikkan suku bunga acuan karena dikhawatirkan akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.

Adapun, konflik geopolitik Rusia dengan Ukraina tentunya dikhawatirkan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seluruh negara di dunia yang sedang berusaha untuk bangkit dari pandemi. 

Konflik juga dikhawatirkan dapat mengganggu kelancaran aktivitas ekspor dan impor antara Rusia dan negara Eropa lainnya, di mana Ukraina berperan penting sebagai jembatan kedua belah pihak.

Menurutnya, konflik ini juga membuat para investor global pesimis berinvestasi di sejumlah negara berkembang lainnya. Hal ini dapat dilihat, dari indeks Dow Jones Industrial Average yang ditutup turun sekitar 1,8%.

Penurunan juga diikuti indeks S&P 500 yang juga anjlok 2,1% ke 4.380,3 dan Nasdaq Composite yang terkoreksi turun 2,9% ke 13.716,7 pada Kamis (17/2). Selain itu, bursa Asia juga ikut terkoreksi tajam menyusul Wall Street. 

Sementara itu, Jumat (18/2), indeks Nikkei 225 terlihat anjlok 1,2% ke 26.903,6 yang diikuti oleh indeks Hang Seng yang turut melemah 0,6% ke level 23.633,7. 

“Hal tersebut terjadi karena investor beralih ke aset safe haven seperti obligasi dan emas yang dinilai lebih aman, menyusul ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang semakin memanas,” ucapnya.

Karena itu, Indonesia pun harus mewaspadai dampak konflik di Eropa Timur ini. Menurut pengamat Indef, Dzulfian Syafrian, konflik ini akan berdampak pada naiknya harga minyak dunia yang dimana hal ini akan berpengaruh pada neraca perdagangan Indonesia, karena Indonesia banyak mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.  

Hal ini juga dibenarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa konflik Rusia-Ukraina membawa dampak langsung ke komoditas energi, gas maupun minyak di Indonesia. Konflik ini juga menimbulkan komplikasi bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan. 

Pemerintah, terutama Kementerian Keuangan, akan terus mengawal stabilitas sistem keuangan dalam negeri terutama volatilitas suku bunga, nilai tukar, hingga volatilitas indeks dan arus modal yang berimbas langsung ke sektor keuangan.

 

 

 

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE