JAKARTA, duniafintech.com – Menteri Koordinator Perekonomian RI, Airlangga Hartarto menyatakan ekspor bahan baku dan minyak goreng akan mulai berlaku Kamis (28/4) pukul 00.00. Setidaknya ada tiga kode HS minyak goreng sawit yang tak boleh diekspor.
Yaitu; minyak goreng sawit dengan kode HS 1511.90.36, 1511.90.37 dan 1511.90.39. Airlangga mengatakan larangan ekspor akan diberlakukan sampai dengan harga minyak goreng bisa ditekan jadi Rp14 ribu per liter.
“Jadi sekali lagi ditegaskan yang dilarang RBD palm olein yang HS-nya ujungnya 36., 37, dan 39. Jangka waktu larangan diekspor sampai minyak goreng menyentuh target 14 ribu secara merata di seluruh Indonesia,” katanya, dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (27/4/2022).Â
Larangan ekspor akan berlaku untuk seluruh produsen yang menghasilkan produk RBD palm olein. Nantinya, ketentuan lebih lengkap akan diatur dalam peraturan menteri perdagangan (permendag). Ia mengklaim aturan itu bakal terbit pada hari ini.
Selain itu, pemerintah akan melakukan monitor pelaksanaan larangan ekspor dengan mengerahkan jajaran Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan. Di sisi lain, ia mengklaim larangan ini tidak melanggar aturan perdagangan internasional.
Baca juga: Jokowi Larang Ekspor CPO, Pengamat: Belum Tentu Harga Minyak Goreng Langsung Turun
“Pelaksanaan diatur oleh Menteri Perdagangan, Permendag, yang tentunya sesuai dengan aturan WTO ini dapat dilakukan pembatasan atau pelarangan sementara untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri,” jelasnya.
Lebih lanjut, Airlangga meminta para perusahaan tetap membeli tandan buah segar (TBS) atau sawit mentah dari petani. Pembelian harus dilakukan dengan harga yang wajar.
Selain melarang ekspor, pemerintah juga tetap mewajibkan industri sawit untuk tetap membeli tandan buah segar dari petani dengan harga yang wajar.Â
Presiden Jokowi memutuskan untuk melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng mulai Kamis (28/4). Keputusan itu dilakukan supaya pasokan minyak goreng di dalam negeri kembali melimpah dan harganya murah.
Baca juga: Ada Nama Luhut dalam Kasus Ekspor CPO, Jubirnya Bilang Begini
Keputusan diambil setelah harga minyak melesat sejak Agustus 2021 lalu dari yang awalnya hanya Rp14 ribu per liter menjadi Rp20 ribu. Sebenarnya pemerintah sudah mengeluarkan banyak kebijakan untuk mengatasi lonjakan harga minyak goreng itu.
Pertama, meluncurkan minyak goreng kemasan sederhana Rp14 ribu per liter di ritel dan pasar tradisional secara bertahap pada Januari-Juni 2022. Total minyak goreng yang digelontorkan Rp2,4 miliar liter.
Untuk menyediakan minyak goreng ini pemerintah menggelontorkan subsidi Rp7,6 triliun yang diambilkan dari dana perkebunan kelapa sawit.
Kedua, menerapkan kewajiban bagi produsen memasok minyak goreng di dalam negeri (DMO) sebesar 20 persen dari total volume ekspor mereka dengan harga domestik (DPO) mulai 27 Januari lalu. Dengan kebijakan itu harga eceran tertinggi ditetapkan menjadi tiga.
Yaitu; minyak goreng curah Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, minyak goreng kemasan Rp14 ribu per liter. Harga mulai berlaku 1 Februari 2022.
Meskipun pemerintah sudah jungkir balik mengendalikan harga minyak goreng, yang terjadi malah sebaliknya; muncul masalah baru. Untuk kebijakan satu harga Rp14 ribu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan menyebut kebijakan itu membuat masyarakat menyerbu minyak goreng di ritel.
Akibatnya, minyak goreng jadi langka di pasaran. Pun begitu dengan kebijakan DMO dan DPO.
Karena tak efektif, pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan baru; mencabut harga eceran tertinggi minyak goreng premium dan menyerahkan harganya ke mekanisme pasar dan menaikkan harga eceran tertinggi minyak goreng curah jadi Rp14 ribu per liter.
Setelah kebijakan itu dikeluarkan, harga minyak goreng kemasan melesat jadi sekitar Rp25 ribu per liter. Pun begitu dengan minyak goreng curah. Meski HET sudah ditetapkan Rp14 ribu per kg, sampai saat ini harga minyak goreng curah masih di atas Rp22 ribu per liter.
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada