JAKARTA, 29 Oktober 2024 – PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), anggota Holding BUMN Asuransi, Penjaminan, dan Investasi (Indonesia Financial Group/IFG), merespons kebijakan Presiden Prabowo untuk menghapus utang bagi 6 juta petani dan nelayan yang terdaftar di perbankan. Detail program pemutihan utang ini masih menunggu pengesahan Peraturan Presiden (Perpres) yang saat ini dalam proses penyusunan.
“Mengenai rencana penghapusan utang bagi petani dan nelayan tersebut, Jamkrindo sebagai perusahaan yang sahamnya dimiliki pemerintah akan mengikuti dan mendukung kebijakan ini,” ujar Sekretaris Perusahaan Jamkrindo, Aribowo.
Sebagai perusahaan penjaminan yang menjadi perpanjangan tangan pemerintah, Jamkrindo berkomitmen mendukung pertumbuhan sektor UMKM di Indonesia.
“Jamkrindo akan menunggu arahan pemerintah terkait hal ini dan siap menjalankan penugasan sesuai instruksi,” tambah Aribowo.
Volume Penjaminan Jamkrindo
Ramai diberitakan hingga September 2024, Jamkrindo telah mencatat volume penjaminan mencapai Rp248,5 triliun, mencakup sekitar 6 juta UMKM. Jamkrindo memiliki tugas utama dari pemerintah untuk menjamin kredit usaha rakyat (KUR) yang bebas dari jaminan tambahan bagi nasabah dengan pinjaman hingga Rp100 juta.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Abitani Taim, menyatakan bahwa perusahaan penjaminan dan asuransi kredit perlu meningkatkan cadangan dana sebagai persiapan menghadapi kebijakan Prabowo ini.
“Perusahaan juga perlu meninjau kembali iuran penjaminan atau asuransi kredit dengan mempertimbangkan risiko pemutihan utang tersebut, serta meningkatkan dana cadangan,” kata Abitani.
Jamkrindo Dukung Kebijakan Pemutihan Utang
Kebijakan pemutihan utang ini disampaikan ke publik pekan lalu. Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo, menyebutkan bahwa Perpres mengenai penghapusan utang bagi petani dan nelayan sedang disusun oleh Menteri Hukum Supratman Andi Atgas.
โHarapannya, minggu depan Prabowo akan menandatangani Perpres yang memberikan kehidupan baru bagi 5-6 juta orang dan keluarganya,โ ujar Hashim di Menara Kadin Indonesia, beberapa waktu lalu.
Hashim menjelaskan bahwa utang-utang ini merupakan utang lama, bahkan ada yang berasal dari krisis moneter 1998. Meski telah dilakukan penghapusan buku, hak tagih dari bank masih ada. Akibatnya, banyak nelayan dan petani kesulitan mendapatkan pinjaman baru dari perbankan karena terganjal oleh Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang diawasi oleh OJK.
Hal ini menyebabkan sekitar 6 juta petani dan nelayan harus mengandalkan rentenir atau pinjaman online untuk memperoleh dana, yang menjadi dasar pertimbangan Prabowo dalam menyusun kebijakan pemutihan utang tersebut.