JAKARTA, duniafintech.com – Bank Dunia mengungkapkan terdapat kemungkinan ekonomi Indonesia tumbuh melambat menjadi 4,6 persen di tahun 2022 dan hanya 4,7 persen pada tahun 2023 dalam skenario penurunan ekonomi global.
Lembaga dunia yang bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat tersebut memperkirakan pula bahwa dalam skenario terbaik, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,1 persen pada 2022 dan 5,3 persen di 2023.
“Lingkungan ekonomi global dapat menciptakan tekanan ke bawah dalam proyeksi tersebut,” ujar Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Habib Rab dalam acara Peluncuran Laporan “Indonesia Economic Prospects June 2022”, dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan penurunan pertumbuhan ekonomi global secara luas dapat menyebabkan penurunan permintaan ekspor komoditas, memicu pengurangan produksi, dan harga yang lebih tinggi.
Hal tersebut dapat memaksa realokasi fiskal dari pembelanjaan yang mendukung pertumbuhan ekonomi kepada subsidi yang tidak ditargetkan.
Baca juga: BPJS Jadi Syarat Jual Beli Tanah, ATR/BPN: Tak Pengaruhi Skema Perdagangan
“Ini juga bisa berarti biaya pinjaman yang lebih tinggi dan investasi yang lebih rendah,” tuturnya.
Sementara itu, Habib memperkirakan inflasi di Indonesia juga akan meningkat hingga mencapai 3,6 persen pada tahun ini.
Harga minyak dunia secara historis mempengaruhi inflasi harga konsumen di Indonesia, tetapi efeknya dapat ditumpulkan oleh subsidi energi dan terkadang oleh apresiasi nilai tukar rupiah.
Meski indikator menunjukkan terdapat ekspektasi peningkatan inflasi, ia menilai kemungkinan besar inflasi masih akan berada dalam target Bank Indonesia pada tahun ini.
Baca juga: Memahami Manfaat P2P Lending Syariah
Ekonomi Indonesia Membaik, Penerimaan Pajak Capai Rp 678,99 Triliun
Di sisi lain, Ekonomi Indonesia dinilai telah membaik, penerimaan pajak yang diterima hingga menjelang akhir Mei ini sudah terbilang tinggi.
Terkait ekonomi Indonesia yang membaik, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa penerimaan pajak telah mencapai Rp679,99 triliun per 26 Mei 2022 atau setara 53,04 persen dari target APBN tahun ini Rp1.265 triliun.
“Ini menjadi jaminan betapa ekonomi kita membaik,” kata Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yon Arsal dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (27/5).
Melanisir Antara, Yon menjelaskan, bahwa target Rp1.265 triliun ini akan dicapai melalui pajak penghasilan Rp680,9 triliun, pajak bumi dan bangunan Rp18,4 triliun, PPN dan PPnBM Rp554,4 triliun serta pajak lainnya Rp11,4 triliun.
Sementara penerimaan yang hingga 26 Mei 2022 mencapai Rp679,99 triliun meliputi PPh Non Migas Rp416,48 triliun, PPh Migas Rp36,03 triliun, PPN dan PPnBM Rp224,27 triliun serta PBB dan pajak lainnya Rp3,21 triliun.
Selanjutnya Yon merinci perkembangan penerimaan pajak per bulan tahun ini meliputi Rp109,1 triliun pada Januari, Rp90,3 triliun pada Februari, Rp123 triliun pada Maret, Rp245,2 triliun pada April dan Rp112,39 triliun pada Mei.
Baca juga: NIK jadi NPWP Berlaku Tahun Depan, Semua Orang Wajib Bayar Pajak?
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan DJP Kemenkeu Ihsan Priyawibawa mengaku optimis penerimaan pajak tahun ini akan tumbuh double digit atau mencapai Rp1.450 triliun sampai Rp1.485 triliun dari target dalam APBN sebesar Rp1.265 triliun.
“Kita optimis tahun ini bisa tumbuh double digit,” tegasnya.
Beberapa strategi dilakukan oleh DJP untuk mencapai perkiraan penerimaan tersebut seperti pengawasan pembayaran masa, pengujian kepatuhan material maupun penyempurnaan mulai dari regulasi, proses bisnis dan sumber daya manusia.
Baca juga: Cara Menghitung Compound Interest dan Rumusnya dalam P2P Lending
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada