JAKARTA, duniafintech.com โ Terkait kasus mafia minyak goreng, ekonom menyarankan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi untuk mundur. Saran Mendag untuk mundur karena dianggap gagal mengawasi internalnya sendiri, yang diketahui ikut menjadi tersangka mafia, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana. Terkait hal ini tak sedikit ekonom yang menyarankan Mendag untuk mundur.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung sudah menetapkan Wisnu sebagai tersangka kasus mafia minyak goreng yang sebabkan kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di Indonesia. Wisnu pun menjadi tersangka bersama dengan tiga orang lainnya yang merupakan pihak perusahaan produsen minyak goreng.
Mereka adalah Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group berinisial SMA atau Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia MPT atau Master Parulian Tumanggor,ย dan General Manager PT Musim Mas berinisial PT atau Picare Tagore.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, penetapan Dirjen Perdagangan Luar Negeri sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung menunjukkan bahwa selama ini pejabat kementerian yang mestinya mengawasi tata niaga minyak goreng, malah menjadi bagian dari permainan mafia.
“Wajar apabila proses pengungkapan mafia minyak goreng butuh waktu yang lama atau hampir 1 bulan, kalau dihitung dari statemen Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang akan umumkan tersangka pada 21 Maret 2022 lalu,” ucapnya, Rabu (20/4), dikutip dari Tempo.co.
Dalam pandangannya, adanya kejahatan terstruktur dan terorganisir untuk melindungi korporasi minyak goreng yang selama ini menikmati margin keuntungan yang sangat besar di tengah naiknya harga minyak mentah kelapa sawit atau CPO internasional.
“Dampaknya, jutaan konsumen dan pelaku usaha kecil harus membayar kelangkaan pasokan minyak goreng kemasan dengan harga yang sangat mahal,” jelasnya.
Ia menilai, akar masalah kelangkaan minyak goreng ini lantaran adanya disparitas atau perbedaan yang besar antara harga minyak goreng yang diekspor dengan harga di dalam negeri. Kondisi itu pun dimanfaatkan oleh para mafia untuk melanggar kewajiban Domestic Market Obligation (DMO).
“Artinya, yang salah bukan kebijakan DMO untuk penuhi pasokan di dalam negeri, tapi masalahnya di pengawasan. Pasokan minyak goreng kemasan memang seharusnya aman ketika HET dan DMO diterapkan,” paparnya.
Ditambahkannya, hal itu terbukti dari stok minyak goreng hasil DMO per 14 Februariโ8 Maret 2022 sudah mencapai 573.890 ton, melebihi kebutuhan bulanan. Jika terjadi kelangkaan, ia pun menganggap bahwa jelas ada kongkalikong produsen dengan oknum kementerian.
“Sekarang dengan kebijakan subsidi di minyak goreng curah, masalahnya akan bergeser dari suap kemasan ke curah. Apalagi minyak goreng curah rantai distribusinya lebih panjang dari kemasan. Butuh hingga 7 rantai distribusi dari produsen curah hingga ke pedagang di pasar tradisional,” ulasnya.
Di lain sisi, ia juga mempertanyakan kepatuhan pengusaha minyak goreng dalam produksi maupun distribusi minyak curah. Jika bisa menjual minyak goreng kemasan yang harga per liter nya Rp25.000, ia pun bertanya untuk apa pengusaha menjual minyak curah.
“Alhasil, kebijakan subsidi minyak goreng curah bisa berakibat kelangkaan, antrean panjang hingga suap-menyuap baru. Kalau sudah terang perusahaan yang disebut Kejagung terlibat praktik suap maka Pemerintah bisa bekukan dulu izin operasi perusahaan minyak goreng,” tuturnya.
Kata dia lagi, mestinya pemerintah saat ini dapat mencabut izin ekspor perusahaan-perusahaan yang turut disebut Kejaksaan Agung terlibat dalam kasus korupsi itu sebagai bagian dari proses penyidikan.
“Pemerintah juga disarankan melakukan evaluasi terhadap HGU dua perusahaan tersebut, dan membuka opsi mengalihkan HGU. Hal ini untuk menimbulkan efek jera kepada mafia-mafia minyak goreng lain,” tegasnya.
Selanjutnya, imbuh Bhima, Kejaksaan Agung mesti mengusut jaringan mafia minyak goreng sebab tidak mungkin hanya dua perusahaan yang diduga melakukan suap terkait perizinan ekspor minyak goreng.
“Pemain besar yang menguasai 70 persen lebih pasar minyak goreng harus dilakukan penyidikan. Pelaku di internal pemerintahan yang terlibat juga harus dibongkar secara tuntas sehingga kasus ini tidak terulang kembali. Menteri Perdagangan sebaiknya mengundurkan diri karena gagal melakukan pengawasan internal,” tandasnya.
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Editor: Rahmat Fitranto