JAKARTA, duniafintech.com – Kasus Mafia minyak goreng menjadi sorotan publik. Saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) meningkatkan status penanganan kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng 2021-2022 dari penyelidikan ke tingkat penyidikan.
Jaksa menilai ada penyalahgunaan penerbitan persetujuan ekspor dalam kasus mafia minyak goreng tersebut.
“Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus resmi menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022 menjadi tahap penyidikan,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, dikutip dari Detik.com, Rabu (6/4/2022).
Peningkatan status perkara ke penyidikan tersebut juga dilengkapi Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Kuhus Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 4 April 2022.
Awalnya tim Kejagung melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022.
Selama penyelidikan tersebut, tim penyelidik mendapatkan keterangan dari 14 orang saksi dan dokumen/surat terkait pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022.
Dari hasil kegiatan penyelidikan sebelumnya, jaksa menemukan dugaan perbuatan melawan hukum. Salah satunya mengenai dugaan penyalahgunaan persetujuan izin ekspor yang tidak mengindahkan kewajiban distribusi dalam negeri (DMO).
Dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat DMO-DPO, antara lain:
1) PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI.
2) PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) tetap mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan RI.
Adapun kesalahannya adalah tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) sehingga dan harga penjualan di dalam negeri (DPO) melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya (di atas Rp 10.300).
“Disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor (PE),” kata Ketut.
Diterbitkannya persetujuan ekspor (PE) yang bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari-20 Maret 2022 itu mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng.
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada