26.1 C
Jakarta
Senin, 18 November, 2024

Keamanan Digital Konsumen, Yosi: Bikin Sandi yang Tidak Mudah Diretas

Perkembangan teknologi finansial, selain memberikan kemudahan kepada konsumen, juga membawa risiko. Utamanya berkaitan dengan data pribadi yang dapat disalahgunakan jika tidak diproteksi dengan baik.

Ketua Umum Siberkreasi, Hermann Josis Mokalu, atau yang lebih dikenal sebagai Yosi Project Pop mengatakan, risiko ini harus terus dimitigasi agar tidak berdampak merugikan konsumen.

Namun, menurutnya mitigasi risiko ini tidak hanya harus dilakukan oleh penyelenggara platform atau pemilik teknologi, tetapi juga oleh konsumen itu sendiri. Menurutnya, banyak konsumen yang abai terhadap perlindungan data pribadinya.

“Perilaku konsumen yang tidak peduli, tidak hati-hati, tidak kritis dan kadang malas ini berkontribusi kepada keamanan (data) mereka secara digital,” katanya dalam acara Pembukaan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2021, Kamis (11/11).

Perlu Kombinasi Password yang Sulit

Karena itu, untuk memperkuat keamanan digitalnya, tiap-tiap konsumen fintech atau teknologi digital lainnya disarankan untuk membuat password yang lebih sulit dari umumnya.

Karena, kebanyakan masyarakat atau konsumen tidak ingin ribet dengan membuat password yang mudah, sehingga dapat dengan gampang diretas. Misalnya menggunakan tanggal lahir sebagai password.

“Masyarakat kita sering memasukan tanggal lahir sebagai password, dengan alasan takut lupa. Padahal, tanggal lahir sangat besar kemungkinannya dicoba oleh si peretas akun media sosial kita,” ujarnya.

Oleh sebab itu, tambahnya, masyarakat atau konsumen diharapkan melakukan pengelolaan password. Selain itu, masyarakat harus sering mem-backup data pribadi, meng-update software, dan memperhatikan kebijakan privasi pada sebuah aplikasi.

Selain itu, mereka juga dianjurkan untuk menghindari penyebaran informasi yang berlebihan terhadap data pribadinya, yang membuat orang mudah mengakses dan mengetahui data konsumen di suatu platform.

Pertumbuhan Ekonomi Digital Harus Diikuti Peningkatan Kehati-hatian

Menurutnya, langkah ini cukup beralasan. Karena perkembangan teknologi digital, lebih-lebih di sektor keuangan, terus tumbuh dengan pesat. Sebab, jika tak kritis dan hati-hati data pengguna dapat dicuri dengan mudah.

Hal itulah, sambungnya, yang terus diingatkan oleh Siberkreasi kepada konsumen. Apalagi, belakangan muncul fenomena pinjol ilegal yang menyengsarakan masyarakat. Potensi yang besar kerap kali dimanfaatkan oleh-oleh pelaku pinjol ilegal tersebut.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Oktober 2021, untuk fintech peer-to-peer (P2P) lending yang terdaftar dan berizin saja mencapai 104 platform. Selain itu juga terdapat tujuh securities crowdfunding, dan delapan fintech inovasi keuangan digital (IKD).

Belum lagi, perkembangan marketplace yang terus meningkat. Berdasarkan survei OJK sebesar 88,1% pengguna internet Indonesia sudah memakai layanan e-commerce untuk membeli produk.

“Persentase tersebut menempati peringkat pertama di dunia,” ucapnya.

Sementara itu, Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital Imansyah mengatakan, risiko dan tantangan dalam mengadopsi perkembangan fintech begitu masif.

Ia tak menyangkal adanya kejahatan siber atau cyber crime dan potensi terjadi pelanggaran data pribadi pada praktek-praktek fintech tak berizin yang diberikan regulator dan otoritas terkait.

“Kita tidak menafikan cyber crime ada. Kemudian ada potensi terjadi pelanggaran data pribadi dan ada praktik-praktik fitech tak berizin yang diberikan regulator dan otoritas terkait,” paparnya.

Bagi Imansyah, semua pihak perlu meningkatkan peran sertanya untuk meningkatkan literasi digital pada lapisan masyarakat, serta mendorong regulator dan penyedia layanan fintech agar menghasilkan fintech yang bertanggungjawab, aman, dan memiliki mitigasi risiko yang baik.

“Terpenting, penyedia layanan fintech mengutamakan perlindungan terhadap konsumen,” tegasnya.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU