31.2 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Kisruh Polis Asuransi, AAJI Usul Pembentukan Lembaga Penjamin Polis

JAKARTA, duniafintech.com – Belakangan ini marak pemberitaan soal kisruh di industri asuransi terkait penjaminan polis asuransi. Terkait hal itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bahkan menyebut ada kemungkinan bahwa fungsi mereka bakal diperluas untuk menjamin polis asuransi.

Sejatinya, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sudah lama mengusulkan kepada pemerintah untuk segera mempercepat pembentukan Lembaga Penjamin Polis. Dalam usulannya, AAJI meminta pemerintah untuk membuat Rancangan Undang-Undang untuk mengatur hal ini, di antaranya dengan memasukkan rancangan LPP ke dalam revisi UU yang mengatur LPS.

Menurut Direktur Eksekutif AAJI, Togar Pasaribu, kendati LPP masuk ke dalam ranah LPS, tetapi supaya dalam pelaksanaannya lebih fair maka AAJI mengusulkan agar dana LPS yang terkumpul dari perbankan harus dipisahkan. Hal itu lantaran nature bisnis yang dijalankan perbankan dan asuransi punya perbedaan.

Apalagi, imbuhnya, dari sisi operasional, biaya yang mesti dikeluarkan pun bisa dihemat mulai dari kantor baru, rekrutmen, dan lainnya sehingga biaya operasionalnya relatif sudah di-cover oleh LPS.

Kendati begitu, dalam pelaksanaannya nanti, LPS mesti punya aktuaris dan orang-orang yang jago dalam hal kurator sehingga apabila terjadi kebangkrutan, itu betul-betul prosesnya dijalankan dengan benar.

“Tentu saja ada aturan yang bisa kami usulkan, artinya dana yang sudah terkumpul dari perbankan jangan disatukan dengan yang asuransi supaya fair,” ucapnya, dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (15/2/2022).

Disampaikannya, pembentukan LPPP itu memberi kemudahan bagi pemerintah untuk melakukan pengaturan  kepada perusahaan asuransi. Misalnya, ketika bakal melakukan penutupan perusahaan asuransi yang bermasalah, tentu lebih mudah sebab sudah ada Lembaga Penjamin Pemegang Polis.

Itu lain halnya dengan yang terjadi saat ini. Pasalnya, untuk menutup perusahaan asuransi yang bermasalah, pemerintah mesti mempertimbangkan banyak hal, mulai dari dampak carrying forward-nya, liability-nya, hingga dampak lainnya.

“Kami usulkan dalam LPPP ini, pertama adalah dari sisi pemerintah akan lebih easy dalam hal pengambilan tindakan. Yang kedua, tidak seperti LPS, bank ditutup, keluarin uang untuk mengganti dana pihak ketiga, tidak seperti itu. LPPP itu bisa berfungsi sebagai mediator, yakni polis-polis yang menjadi portofolio sehat dari perusahaan asuransi yang mau tutup atau bangkrut itu bisa di-switch ke perusahaan asuransi lainnya. Jadi tidak ada dana yang dikeluarkan oleh lembaga itu,” paparnya.

Seperti terkandung dalam UU Nomor 40  tahun 2014, disebutkan bahwa semua perusahaan asuransi wajib untuk menjadi anggota LPP. Padahal, kini masih ada perusahaan-perusahaan asuransi yang bermasalah dan memiliki masalah yang berat sehingga sangat tidak memungkinkan apabila LPP itu dibentuk saat ini akan membebani LPP nantinya.

“Ini yang mungkin membuat, pemerintah maju mundur untuk membuat LPP. Karena seperti diketahui, bahwa saat ini ada beberapa perusahaan asuransi yang bermasalah dan masalahnya juga tidak kecil. Jadi kalau perusahaan bermasalah ini dimasukkan ke dalam Lembaga Penjamin Pemegang Polis, maka LPP-nya langsung akan bangkrut,” jelasnya.

Baca Juga:

Togar pun memandang, mesti ada aturan tertentu dalam UU yang baru. Ia juga mengusulkan, dalam 3 tahun berturut-turut perusahaan yang menjadi anggota itu mesti profit, RBC di atas 120%. Di samping itu, menetapkan iuran berdasarkan risiko dari perusahaan tersebut. Jika perusahaan itu punya produk yang risikonya tinggi, iurannya lebih mahal.

Bukan itu saja, ia pun mengusulkan agar premi iuran juga dihitung dari Modal Minimum Berbasis Risiko (MMBR). Pada intinya, kian berisiko, kian besar juga iuran premi yang dibayarkan kepada lembaga penjamin polis.

Adapun dalam kajiannya dengan pemerintah, ia juga mengungkapkan bahwa AAJI telah memberikan banyak usulan yang cukup komprehensif. Bahkan, kajian dari studi ke beberapa negara pun sudah disampaikan. Sejumlah negara yang juga telah menerapkan LPP, di antaranya dari Kanada, Hongkong, Thailand, dan Malaysia. 

Ia berpandangan, keberadaan lembaga itu sangat membantu sebagai salah satu alat check & balance sehingga perusahaan asuransi tidak sembarangan membuat dan menjual produk yang tidak wajar. Mereka tidak meng-cover manfaat investasi, tetapi hanya manfaat proteksi.

Di sisi lain, dirinya juga mencontohkan bahwa di Kanada, apabila perusahaan asuransi itu bangkrut, aset perusahaan itu bakal disita oleh yang berwajib atau pihak kepolisian. Hal ini juga yang menjadi salah satu poin yang diusulkan AAJI kepada pemerintah agar dalam proses pembentukan LPP mesti punya agreement dengan pihak kepolisian, kejaksaan, KPK, dan lainnya.

“Sehingga jika terjadi kebangkrutan, semua aset perusahaan tersebut disita sehingga tidak ada aset yang berpindah tangan. LPP di negara lainnya, seperti Thailand, Hongkong, dan Malaysia, ada kemiripan, hanya saja dari kebijakan penyitaan aset itu saja yang membedakannya,” tutupnya.

 

 

 

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU