JAKARTA, duniafintech.com – Koperasi berada di bawah pengawasan OJK, Pemerintah dan DPR saat ini tengah membahas terkati Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).
Dalam RUU P2Sk tersebut, diatur mengenai pengaturan dan pengawasan Koperasi Simpan Pinjam. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan pengaturan dan pengawasan sektor keuangan juga terlihat dari mandat yang diberikan dalam RUU tersebut kepada OJK.
“OJK diberi mandat untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam,” kata Sri Mulyani.
Dewan Koperasi Menolak Di Bawah Pengawasn OJK
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Nasional Dewan Koperasi Indonesia (DPN Dekopin) Ferry Julianto mengungkapkan terkait pengaturan usaha simpan pinjam dalam RUU P2SK agar koperasi perlu dipantau untuk tidak diharmonisasi dalam regulasi dalam aturan tersebut.
Dia menjelaskan salah satu tugas OJK yang mengatur dan mengawas industri atau lembaga jasa keuangan yang bertransaksi di masyarakat. Sedangkan untuk koperasi simpan pinjam, tidak melakukan transaksi dengan masyarakat.
Ferry menilai jika PJK terlibat dalam tata kelola koperasi simpan pinjam akan menimbulkan pertentangan, kebingungan dan carut marut di lapangan. Hal itu untuk menghindari antara pengaturan lembaga penjaminan simpanan anggota koperasi tidak perlu diatur dalam RUU P2SK tetapi di luar dalam RUU Perkoperasian.
“Untuk menghindari tumpang tindih, maka draft RUU P2SK yang atur OJK terlibat usaha simpan pinjam koperasi harus ditolak,” kata Ferry.
Masyarakat Menolak OJK Terlibat Internal Koperasi
Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (AKSES) menjelaskan RUU tersebut untuk memitigas resiko dan memperkuat sektor keuangan hanya memberikan insentif lebih banyak untuk korporasi perbankan dan asuransi komersial, namun tidak untuk koperasi.
Dia menjelaskan prinsip utama koperasi seperti daerah otonomi dan demokrasi yang terbukti menjadi kekuatan dan daya tahan lembaga keuangan koperasi di seluruh dunia justri dikooptasi.
“Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diperluas fungsinya untuk menjamin tak hanya nasabah korporasi bank komersial namun juga asuransi komersial. Koperasi bahkan tidak direkognisi,” kata Suroto.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Begini Nasib Fintech P2P Lending Tahun Depan Menurut OJK
Namun apabila terjadi suatu permasalahan dalam sebuah koperasi, maka menurutnya tidak dapat dijustifikasi untuk pihak eksternal untuk melakukan aksi pengawasan di luar otoritas lembaga koperasi sendiri. Selama ini perjalanan koperasi tergolong baik dan dapat diandalkan karena nilai dan prinsipnya justru direkognisi dalam regulasi, diberikan perlindungan yang didalamnya menyangkut prinsip otonomi dan mekanisme kerja demokrasinya.
“Inilah makna dari otonomi tersebut dan untuk seluruh resiko dan keputusan tersebut ditentukan oleh koperasi sendiri,” kata Suroto.
Forum Komunikasi Koperasi Indonesia (FORKOPI) Menolak Koperasi Dibawah OJK
Ketua Umum FORKOPI Andi Arslah dalam RUU P2SK pasal 191, 192 dan 298 menempatkan koperasi di bawah pengawasan OJK. Sebab pengawasan termasuk dalam pemberian izin dan pencabutan izin, hal itu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar koperasi.
“Koperasi bersifat gotong royong dan kekeluargaan dan juga mempunyai self regulation, dimana regulasi itu sangat berbeda dengan OJK,” kata Andi.
Selain itu, dia menambahkan dalam penerapannya OJK hanya menerapkan sanksi denda dan pidana. Sedangkan koperasi memiliki hal tersebut dan berbeda pula prinsip yang diusunh oleh Koperasi.
“Kami berharap pengawasan koperasi di bawah Kementerian Koperasi dan UKM,” kata Andi.
Menteri Koperasi dan UKM Setuju Koperasi Dibawah OJK
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menjelaskan pentingnya koperasi berada dalam pengawasan OJK untuk mendorong kesehatan koperasi dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap koperasi.
Dia mencontohkan seperti, sejumlah koperasi bermasalah untuk mengurus sampai ke tingkat pengadilan pada praktek di lapangan pun sangat sulit. Berbeda dengan perbankan, apabila mendapatkan masalah untuk penanganannya pun jelas karena sudah diatur dan berada pengawasan lembaga negara.
“Sehingga ke depannya apabila ada masalah dengan koperasi treatmentnya jelas dan tegas,” kata Teten.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini 88 Fintech IKD OJK Kuartal III/2022
Sebab, Teten bilang, keberadaan koperasi masih sangat dibutuhkan untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat terutama yang belum tersentuh bank. Menurut dia, masih ada 30 juta UMKM yang belum bisa mengakses pembiayaan formal karena kendala kolateral.
“Kehadiran koperasi masih dibutuhkan. Tetapi pemerintah harus melindungi masyarakat dari kegiatan usaha keuangan, di sisi lain, memang kita terus harus meningkatkan kesehatan koperasi, supaya ada tata kelola yang baik, transparan, akuntabel. Kalau ada koperasi bermasalah bisa diselesaikan seperti perbankan,” imbuh dia.
Baca juga: OJK Luncurkan Aplikasi iDebKU Guna Permudah Pinjaman
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com