JAKARTA, duniafintech.com – Sejumlah korban investasi robot trading DNA Pro saat ini sudah membentuk paguyuban yang menggabungkan para pemilik modal yang dananya hilang dilarikan platform robot trading abal-abal tersebut.
Adapun tim kuasa hukum yang ditunjuk kepada Warda Larosa & Partners Law Firm mencatat kerugian sementara para korban mencapai Rp30.705.000.736 (sekitar Rp30,7 miliar).
Diketahui, angka kerugian itu adalah gabungan dari data yang dikumpulkan pada batch satu dan dua, tetapi untuk batch tiga saat ini masih dalam proses perhitungan.
“Kerugian pada batch satu dari 17 member adalah Rp769.885.400 dan batch dua dari 152 member berjumlah Rp29.935.115.336,” ucap anggota tim kuasa hukum David R. Silalahi, dikutip pada Jumat (15/4/2022) dari Tempo.co.
Diterangkannya, pihaknya sejauh ini masih mengumpulkan data-data member yang menjadi korban dan menghitung kerugiannya. Di lain sisi, tim kuasa hukum pun masih membuka pintu bagi para korban yang ingin bergabung untuk pelaporan.
Kata David, angka kerugian pun ada yang menyentuh jumlah di atas Rp1 miliar.
“Nilai paling besar Rp4 miliar, paling kecil Rp9 juta,” tuturnya.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum lainnya Hollanda Yurist Tobing juga mengamini hal itu. Ia bilang, pihaknya masih membuka kesempatan bagi para korban yang ingin bergabung untuk menagih keadilan.
Di samping itu, pembentukan paguyuban ini, sambungnya, juga atas rekomendasi yang diberikan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk menghimpun data korban. Hingga kini, tim pengacara masih membuka pintu untuk mengakomodasi pelaporan.
Di lain sisi, soal perkembangan kasus, tim kuasa hukum pun terus mengkonfirmasi perkembangan kasus kepada penyidik untuk perkembangan kasus.
“Jadi, semua laporan korban itu disatukan ke dalam laporan polisi tadi. Peran kami ini adalah melengkapi unsur tindak pidana perdagangan dalam korban,” tuturnya.
Hollanda menambahkan, jumlah korban yang ditampung saat ini belum termasuk semua yang menjadi korban dari investasi DNA Pro. Dengan demikian, masih dimungkinkan bahwa banyak korban lain yang ditangani oleh pihak tim kuasa hukum atau pengacara perseorangan untuk persoalan ini.
Diketahui, surat kuasa kepada tim pengacara yang diajukan oleh paguyuban para korban ini dibuat per tanggal 25 Maret 2022. Lalu, untuk pelaporan ke Bareskrim Polri yang pertama kali pada 29 Maret untuk korban yang ditampung pada batch satu.
Kemudian, laporan susulan diserahkan kepada Bareskrim per tanggal 7 April 2022. Saat dikonfirmasikan kepada Hollanda, para korban pun belum melaporkan kasus ini kepada pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Belum dilaporkan. Namun, kami harap nanti ada kerja sama dengan PPATK untuk kasus ini,” jelasnya.
Adapun salah seorang korban dari robot trading DNA Pro, Imelda Handiyanto, bercerita soal pengalamannya menderita kerugian akibat dana yang tidak dapat ditarik sebesar Rp660.581.955 atau sekitar Rp660,6 juta.
Angka itu adalah selisih dari total deposit dari November 2021 sampai Januari 2022 sebesar Rp826,7 juta dan jumlah penarikan atau withdraw senilai Rp166 juta. Ia mengeluhkan dana yang dimilikinya tidak bisa ditarik atau withdraw sejak DNA Pro bermasalah karena legalitas.
Sejak saat itu, ia dan para korban lain tidak bisa mencairkan dananya, padahal sebelumnya masih bisa melakukan pencairan. Laporan yang sudah masuk ke pihak kepolisian saat ini, diharapkan bisa memberi kepastian adanya pengembalian dana.
“Kami berharap uang kami bisa kembali. Sebelum ini belum ada record (dana) yang kembali,” paparnya.
Korban lainnya, Evy Herlina Simpan, juga membeberkan kerugiannya yang mencapai total Rp37.154.245 atau sekitar Rp37 juta. Kerugian itu berasal dari dua akun yang dimiliki, dengan rincian pada akun pertama rugi sebesar Rp9 juta, sedangkan kerugian akun kedua sebesar Rp28,2 juta.
Adapun untuk jumlah withdraw yang pernah dilakukan oleh Evy dari dua akun itu sebesar Rp2,5 juta. Setelah DNA Pro bermasalah dengan penegak hukum, ia pun tidak bisa menarik seluruh dananya.
Harapannya, penanganan kasus robot trading DNA Pro itu terus berjalan sampai menemukan titik keadilan sehingga uangnya dan para korban lain bisa kembali semaksimal mungkin.
“Kami mau uang kami kembali. Harus proporsional dan maksimal,” sebutnya.
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Admin: Panji A Syuhada