JAKARTA, duniafintech.com – Masih tingginya tingkat kredit yang berisiko gagal atau loan at risk pada perbankan yang masih mencapai 19% menjadi kewaspadaaan tersendiri bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun, OJK pun memastikan bahwa kondisi perbankan masih aman dan terjaga menghadapi tahun ketiga pandemi Covid-19.
“Ini yang terus kami pantau. Jangan sampai loan at risk ini betul-betul menjadi non performing loan. (NPL). Kami terus berkomunikasi dan minta para bankir meningkatkan pencadangannya, yang kami juga pantau dari waktu ke waktu terus meningkat,” ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyan, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, seperti dikutip dari Katadata.co.id, Kamis (3/2/2022).
Menurut catatan OJK, rasio kredit bermasalah atau NPL gross perbankan pada Desember 2021 lalu sebesar 3%. Angka itu pun turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 3,19%.
Di sisi lain, NPL nett tercatat hanya mencapai 0,88% atau turun dari bulan sebelumnya 0,98%. Di samping, Heru pun mencatat bahwa tren restrukturisasi kredit perbankan nasional terus menunjukkan penurunan.
Disampaikannya, nilai outstanding restrukturisasi kredit perbankan sempat mendekati hampir Rp1.000 triliun pada masa puncak pandemi Covid-19. Akan tetapi, nilainya turun menjadi Rp663,5 triliun per Desember 2021. Angka itu pun turun ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya dengan nilai Rp829 triliun.
“Ini juga terus menjadi perhatian kami agar bank melakukan simulasi secara mandiri untuk melihat seberapa besar dampak dari kegagalan restrukturisasi,” paparnya.
Merujuk pada survei yang dilakukan oleh industri perbankan nasional, diketahui bahwa potensi kegagalan kredit yang sekarang ini direstrukturisasi mencapai 5% dari total kredit restrukturisasi. Dengan begitu, nilainya mencapai sekitar Rp33 triliun.
Bukan itu saja, OJK juga memperhatikan pertumbuhan kredit yang masih lambat di tengah besarnya pertumbuhan dana pihak ketiga. Hingga Desember 2021 lalu, penyaluran kredit perbankan tumbuh 5,24% ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai Rp5.769 triliun. Di sisi lain, jumlah dana pihak ketiga tumbuh 12,21% menjadi Rp7.479 triliun.
“Walaupun kredit sudah tumbuh di akhir tahun, tapi dana pihak ketiga tumbuh lebih tinggi. Kami minta para bankir untuk berkontribusi bagi ekonomi kami,” ujarnya.
Di samping itu, otoritas keuangan ini juga akan terus mengawasi ketat perkembangan industri perbankan di tengah potensi gejolak pasar keuangan. Adapun rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), untuk mulai menaikkan suku bunga acuannya berpotensi menciptakan gejolak di pasar keuangan.
“Kami akan terus melakukan simulasi bagaimana dampak ke industri perbankan serta lakukan pembenahan di sisi internal agar para pengawas bisa mendeteksi lebih awal kejadian-kejadian di perbankan,” tutupnya.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra