26.4 C
Jakarta
Selasa, 24 Desember, 2024

Mana yang Lebih Baik antara Lump Sum Vs Dollar Cost Averaging?

JAKARTA, duniafintech.com – Antara lump sum vs dollar cost averaging (DCA), manakah yang lebih baik? Untuk diketahui, keduanya adalah strategi investasi yang banyak digunakan orang. Di samping itu, lump sum dan DCA juga punya keunggulan dan kelebihan tersendiri.

Jika Anda baru memulai berinvestasi maka sangat penting untuk mengetahui kedua strategi ini. Terlebih, kalau Anda tertarik dengan reksadana atau saham.

Pasalnya, dalam reksadana, lump sum dan DCA ini cukup sering disebutkan. Simak ulasan di bawah ini untuk mengetahui lebih jauh soal kedua strategi investasi ini.

Lump Sum Vs Dollar Cost Averaging, Mana yang Lebih Baik?

Adapun arti kata lump sum, yaitu sejumlah uang yang dibayarkan secara sekaligus. Di dalam konteks investasi, lump sum  adalah salah satu strategi dalam berinvestasi yang terlebih dahulu mengumpulkan dana kemudian dana itu sekaligus diinvestasikan dalam suatu produk investasi pada satu waktu.

Sementara itu, dollar cost averaging atau DCA merupakan strategi yang menginvestasikan sejumlah uang secara rutin dan teratur, di luar apa pun yang terjadi di pasar keuangan. DCA menjadi merupakan kebalikan dari lump sum sebab di dalam DCA, Anda menambah kepemilikan instrumen investasi dengan cara mencicil, dengan tujuan untuk mengurangi kesalahan dengan membuat suatu keputusan investasi berjumlah besar pada waktu yang tidak tepat. 

Adapun kedua strategi ini bisa diimplementasikan untuk berbagai bentuk instrumen investasi, baik saham, reksadana, obligasi, maupun forex. Namun, penting diingat bahwa sebagai investor, Anda juga mesti memahami resiko dari keduanya sebab mereka punya risiko-risiko yang nantinya harus dihadapi.

Tentu saja, keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga Anda mesti lebih cermat dalam memilih strategi dalam berinvestasi. Untuk lump sum sendiri dapat Anda aplikasikan kalau ingin berinvestasi pada pergerakan yang harganya stabil, sedangkan dollar cost averaging cocok untuk investor pemula yang kurang yakin dengan timing atau waktu pembelian suatu aset.

Lump Sum Vs Dollar Cost Averaging; Kelebihan Dollar Cost Averaging

Adapun strategi investasi dollar cost averaging ini punya kelebihan tersendiri untuk investor. Bahkan, investasi 1 juta per bulan juga bisa Anda dengan strategi ini. Berikut ini beberapa kelebihan yang bisa didapatkan.

  1. Punya risiko yang kecil

Menggunakan teknik DCA ini saat pasar bergerak naik atau turun akan dapat mengurangi risiko Anda dari waktu ke waktu dalam mencoba memilih waktu investasi terbaik. 

Sebagai contoh, kalau memang pasar turun pada bulan ke-4, Anda hanya akan kehilangan sebagian dana—tidak akan semuanya. Di samping itu, dengan menambah volume investasi Anda maka average harga yang Anda punya sekarang ini menjadi lebih rendah.  Itu hal yang bagus sebab Anda punya average harga yang lebih baik.

Nantinya, secara signifikan, Anda dapat meningkatkan potensi pengembalian jangka panjang ketika pasar mengalami rebound atau pemulihan.

  1. Tidak mudah stres

Saat pasar mengalami penurunan atau koreksi, dengan menggunakan teknik DCA ini Anda tidak akan mengalami stres apabila nilai investasi turun. Sebagaimana dijelaskan tadi, jika pasar mengalami koreksi, justru itu menjadi waktu yang tepat untuk menurunkan average harga.

Namun, saat stres, boleh jadi Anda bakal langsung menjual rugi semuanya, padahal bisa saja 2—3 bulan kemudian harga akan kembali naik. Dengan demikian, jika menggunakan DCA, Anda bakal terhindar dari jebakan euforia serta kepanikan pasar di pasar keuangan. 

  1. Bisa menghindari timing yang buruk

Kalau menggunakan teknik lump sum, Anda harus tahu timing yang tepat untuk menghindari kerugian. Lain halnya kalau menggunakan DCA saham dalam berinvestasi sebab Anda dapat menghindari timing yang buruk. Melalui strategi DCA, Anda bisa melakukan investasi tanpa perlu mengkhawatirkan pergerakan di pasar.

Kekurangan Dollar Cost Averaging

  1. Membatasi potensi keuntungan

Kalau dibandingkan strategi lainnya, DCA memang menawarkan nilai return kepada investor yang relatif lebih kecil, terlebih jika kondisi pasar cenderung bergerak naik. Saat Anda terus menambah volume investasi ketika harga naik, average harga yang Anda punya pun menjadi lebih tinggi.

Hal itu bakal mengurangi potensi imbal hasil yang seharusnya Anda dapatkan. Adapun hasilnya, dalam jangka waktu yang panjang, tingkat keuntungan akan lebih kecil ketimbang lump sum yang punya keuntungan lebih besar.

  1. Biaya investasi lebih banyak

Kekurangan berikutnya adalah terdapat biaya investasi yang mesti dibayarkan secara rutin. Misalkan, ketika Anda menggunakan dana investasi untuk saham, kemudian bakal dikenakan biaya sejumlah yang ditentukan untuk setiap pembelian.

Kalau nantinya Anda sering membeli saham, biaya investasi yang dikeluarkan juga kian besar. Kendati fee transaksi kecil saham sejatinya terbilang kecil, tetapi jika ditotalkan akan terasa besar juga. 

  1. Ada penyesalan kalau pasar tanpa investasi maksimal

Saat pasar semakin danik dan terus naik, dengan menggunakan teknik DCA ini Anda mungkin bisa saja merasa menyesal lantaran tidak memaksimalkan investasi sejak awal.

Kelebihan Lump Sum

  1. Transaksi menjadi lebih efisien

Kelebihannya yang pertama adalah menyederhanakan langkah transaksi. Ketimbang berkali-kali melakukan transaksi untuk menerima pembayaran yang sedikit demi sedikit, dengan lump sum ini Anda bakal merangkum pembayaran hanya dalam sekali waktu.

Misalkan pada kasus pembayaran uang pensiun. Pembayaran dengan cara ini dapat membuat penerima tidak mesti mengajukan permohonan pencairan dana secara berulang-ulang.

  1. Cocok untuk investasi jangka panjang dengan “trend naik”

Strategi ini dikenal teknik investasi yang dinilai cocok untuk berinvestasi dalam jangka waktu yang panjang untuk reksadana. Melalui strategi ini, investasi jangka panjang bisa Anda pertimbangkan seperti halnya untuk perkiraan masa investasi selama 10 tahun atau lebih.

Namun, dalam catatan bahwa akan lebih baik kalau Anda memakai strategi ini dengan pergerakan trend yang naik. Strategi ini biasanya dipakai oleh orang-orang yang ingin berinvestasi, tetapi tidak punya penghasilan tetap, misalnya freelancer, penjaga toko, dan sejenisnya.

  1. Tidak ribet

Lump sum pun dikenal sebagai strategi investasi yang tidak ribet, terlebih bagi orang-orang yang sibuk atau tidak punya waktu luang untuk memantau investasi. Anda bisa memasukkan uang sekaligus tanpa perlu khawatir menentukan waktu pasar.

Setelah Anda berhasil membeli saham, Anda bakal tahu apa yang telah dimiliki dan berapa harganya. Adapun nantinya, Anda hanya perlu memeriksa laporannya dari waktu ke waktu.

  1. Cocok untuk investasi jangka pendek

Seperti disebutkan tadi, lump sum memang cocok diaplikasikan untuk investasi jangka panjang apabila pasar sedang dalam trend naik. Namun, lump sum pun ternyata cocok digunakan untuk jangka waktu pendek dan menengah.

Melalui strategi ini, Anda dapat mencapai target imbal hasil yang diinginkan. Misalkan, investasi jangka pendek lump sum efektif digunakan untuk Anda yang tengah mempersiapkan dana renovasi rumah, persiapan pernikahan, dana ibadah haji, dan sebagainya.

Buat Anda yang tidak bisa menganalisis tren pasar sedang naik atau turun, menggunakan lump sum untuk investasi jangka pendek sangatlah sesuai.

Kekurangan 

  1. Menimbulkan peluang kecurangan

Adapun dalam pembayaran di awal transaksi, tentunya bakal selalu ada risiko penyelewengan dana. Terlebih bagi investor dana lump sum, transaksi ini bakal memungkinkan mereka mengalami kerugian lantaran penerima tidak memenuhi kewajibannya seperti yang telah disepakati.

Diketahui, transaksi lump sum ini sering kali menyebabkan beberapa kecurangan, seperti halnya mengingkari produk yang sudah dijanjikan sebelumnya, menggunakan dana sudah diberikan tidak secara maksimal agar dana itu dapat dipindahkan untuk kepentingan lainnya.

  1. Bisa mengancam fluktuasi harga

Kelemahan lainnya adalah yang paling beresiko bagi para penerima pembayaran, yakni fluktuasi harga atau jasa yang dijual. Misalkan, saat awal pembelian, Anda mengetahui bahwa sebuah produk dibanderol dengan harga Rp6.900. Namun, setelah Anda menyetujui kontrak untuk memenuhi kebutuhan sebuah produk itu, ternyata harganya kian meningkat menjadi Rp7.000 per buah.

  1. Kesalahan ketika melakukan budgeting

Saat punya dana dengan jumlah yang besar, boros adalah salah satu psikologi yang kemudian menghinggapi banyak orang. Dalam hal ini, uang yang Anda terima dari pembayaran lump sum sering kali dianggap sebagai hasil keuntungan, padahal uang itu hanyalah sementara yang bisa Anda miliki. Nantinya, dana ini bakal segera dibayarkan untuk memenuhi kebutuhan para pembayar.

  1. Risiko pada pajak penghasilan

Jika pembayaran dengan strategi lump sum memakai nominal yang cukup besar maka akan menimbulkan resiko pajak penghasilan yang besar pula lantaran hal tersebut tertulis sebagai penghasilan pada tahun itu.

Akan lain kisahnya kalau Anda melakukan pembayaran dengan cara diangsur sehingga jumlah penghasilan juga tidak akan tertulis menumpuk hanya dalam satu waktu.

Demikianlah uraian tentang lump sum vs dollar cost averaging yang wajib Anda ketahui, utamanya sebagai investor. Kedua strategi ini memang memegang peran penting masing-masing dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya tadi.

Maka dari itu, bisa disimpulkan bahwa strategi DCA akan lebih sesuai digunakan untuk berinvestasi dengan pergerakan harga yang fluktuatif, misalnya reksa dana saham, obligasi, dan campuran. Di sisi lain, strategi lump sum dapat dimanfaatkan untuk berinvestasi dalam pergerakan harga stabil, misalnya reksa dana pasar uang.

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU