JAKARTA, duniafintech.com – Masa depan ekonomi RI atau Republik Indonesia menjadi sorotan di tengah hiruk-pikuk Pilpres 2024 yang baru saja selesai digelar.
Dalam hal ini, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terpantau unggul dalam hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei.
Misalnya saja Charta Politika yang merilis hasil quick count Pilpres 2024 dengan perolehan suara yang masuk mencapai 98,40 persen pada hari ini, Kamis (15/2) pukul 19.45 WIB. Prabowo-Gibran unggul jauh dibandingkan dua paslon lainnya dengan memperoleh suara 57,79 persen.
Adapun hasil real count atau hitung nyata Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menunjukkan pasangan tersebut unggul. Data per Kamis (15/2) pukul 19.45 WIB dari 44,45 persen TPS, Prabowo-Gibran unggul dengan 56,51 persen atau 21,7 juta suara.
Baca juga: Perputaran Ekonomi selama Pemilu Lampaui Rp 1 Triliun
Apabila terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, maka Prabowo-Gibran akan melakukan sejumlah kebijakan termasuk di bidang ekonomi.
Lantas, seperti apa kira-kira masa depan ekonomi RI di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran?
Masa Depan Ekonomi RI dalam Kepemimpinan Prabowo-Gibran
Terkait masa depan ekonomi RI tersebut, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Muhammad Ishak, pertumbuhan ekonomi di bawah Prabowo-Giran akan bergantung pada beberapa hal.
Pertama, apakah visi misi yang diusung selama kampanye bisa dijabarkan dalam bentuk regulasi dan bisa menciptakan terobosan sehingga Indonesia keluar dari rata-rata pertumbuhan ekonomi 5 persen.
“Tanpa terobosan maka trayektori pertumbuhan ekonomi tidak banyak berubah, hanya diuntungkan oleh situasi global, seperti peningkatan harga komoditas primer,” ucapnya, dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (16/2/2024), terkait masa depan ekonomi RI di bawah Prabowo-Gibran.
Kedua, susunan tim kabinet yang dipilih Prabowo-Gibran juga akan berpengaruh terhadap masa depan ekonomi RI. Kata dia, para menteri yang dipilih harus didasarkan pada kecakapan dalam melakukan terobosan, bukan hanya sekadar membagi-bagikan kekuasaan dan balas jasa seperti yang biasanya terjadi.
“Idealnya seluruh jabatan menteri berdasarkan orang terbaik yang dimiliki negara ini. Masalah karena prinsip take and give jadi jabatan menteri kadang-kadang diisi oleh orang partai yang tidak punya kompetensi ,” jelasnya terkait masa depan ekonomi RI di bawah Prabowo-Gibran.
Ketiga, kemampuan Prabowo-Gibran dalam meningkatkan nilai tambah produk-produk primer, seperti sektor perkebunan dan pertambangan juga mempengaruhi masa depan ekonomi RI nantinya.
Disampaikannya, terkait masa depan ekonomi RI, Prabowo-Gibran bisa saja meningkatkan nilai tambah produk-produk primer asal mereka memperluas dan memperdalam proses hilirisasi pada berbagai komoditas.
Kata dia lagi, terkait masa depan ekonomi RI, hilirisasi bukan sekedar membangun industri barang setengah jadi seperti pada smelter nikel. Namun juga harus menjaga agar dampak lingkungan dan sosialnya tidak semakin memburuk.
“Tinggal masalahnya bisakah keduanya membatasi dan mengendalikan hasrat para investor dan pemilik modal yang kebanyakan menjadi pendukung mereka,” katanya terkait masa depan ekonomi RI.
Di lain sisi, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, mengaku khawatir Prabowo-Gibran akan lebih banyak bagi-bagi jabatan ketimbang Jokowi terkait masa depan ekonomi RI. Hal itu karena Koalisi Indonesia Maju yang diisi partai parlemen hingga non-parlemen sangatlah gemuk.
“Ini kan koalisinya banyak partai. Saya takut kabinetnya jadi kabinet gemuk, kabinet gemoy karena koalisinya banyak. Kita lihat, pemerintahan Presiden Jokowi saja itu menurut saya kabinetnya gemuk dibandingkan kabinet-kabinet sebelumnya yang lebih ramping,” ucapnya.
Terdapat dua alasan Esther menyebut kabinet Jokowi gemuk dan berpotensi lebih parah di era Prabowo. Pertama, ada banyak badan selain dari kementerian.
Baca juga: Pengamat Ungkap Dampak Ekonomi Prabowo Gibran Menang Pilpres 2024 Satu Putaran
Yang kedua, banyak posisi wakil menteri yang menurutnya tidak diperlukan. Ia menyebut posisi ‘tak penting’ ini hanya akan menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Jadi, itu menghambur-hamburkan anggaran, anggaran rutin. Harusnya APBN itu lebih banyak digunakan untuk anggaran pembangunan, bukan anggaran rutin. Jadi, kita bisa lebih progresif pembangunannya, jangan kayak sekarang. Ini kan koalisinya banyak banget sekarang, saya takutnya kabinetnya jadi kabinet gemoy,” tuturnya.
“Betul (Prabowo-Gibran akan banyak bagi-bagi jabatan), betul, itu yang saya khawatirkan, iya dong? Yang mendukung kan banyak banget, jadi pasti dia harus memberikan kompensasi,” imbuhnya.
Di samping itu, terkait masa depan ekonomi RI, ia pun menyoroti sejumlah program kerja paslon nomor urut 2, terutama makan siang dan susu gratis. Ia menegaskan apa yang ditawarkan Prabowo dan Gibran merupakan kebijakan populis.
Kata dia, presiden dan wakil presiden seharusnya punya program yang lebih oke. Ibarat memancing, masyarakat Indonesia seharusnya diberikan alat pancing atau kail, bukan ikannya langsung.
“Apalagi kalau kita lihat yang namanya memberikan susu gratis, susunya saja impor. Kemudian, berasnya untuk makan siang gratis juga impor. Sementara, kondisi di lapangan harga pangan selalu tidak stabil. Pada saat musim tertentu ada lonjakan harga pangan dan saat ini diperparah kelangkaan,” kritiknya terkait masa depan ekonomi RI.
Baca juga: Survei BI Ungkap Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi 2024 Meningkat
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com