JAKARTA, duniafintech.com – Pemerintah tengah mempersiapkan pengembangan sumber ekonomi baru yang lebih ramah lingkungan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Hal ini dilakukan untuk membendung kerugian ekonomi akibat dari perubahan iklim tersebut.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), perubahan iklim dapat berdampak secara ekonomi Indonesia hingga Rp115 triliun di 2025.
“Dengan kondisi geografis dan demografis Indonesia, kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim sangat signifikan, dimana Bappenas memperkirakan kerugian tersebut dapat mencapai Rp115 Triliun pada tahun 2024,” kata Komisioner OJK Wimboh Santoso, Selasa (22/2).
Dengan demikian, sambungnya, sangat penting bagi Indonesia untuk mengimplementasikan langkah-langkah nyata yang dapat mendukung pengurangan emisi karbon sekaligus tetap mendukung pemulihan ekonomi nasional.ย
“Untuk itu, diperlukan pengembangan sumber pertumbuhan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan untuk mendukung akselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi hijau,” ujarnya.
Wimboh menerangkan, Indonesia memang berhasil meningkatkan ekspornya pada tahun 2021, yang mana berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
Hanya saja, sumbangan ekspor terbesar berasal dari industri ekstraktif dengan komoditas pertambangan. Hal itu menurutnya menggambarkan bahwa perekonomian Indonesia sangat bergantung kepada sektor pertambangan yang memiliki dampak pada eksploitasi lingkungan.
“Perekonomian Indonesia sangat bergantung pada konsumsi domestik dan sektor ekstraktif di mana aktivitas tersebut apabila dilakukan secara masif dapat menimbulkan eksploitasi lingkungan,” ucapnya.
“Ditambah lagi, dengan kondisi dimana letak geografis dan kondisi demografis Indonesia dapat menimbulkan risiko iklim dan biodiversity yang tinggi,” tambahnya.
Oleh karena itu, menurutnya ke depan sumber-sumber pertumbuhan Indonesia harus diganti dengan yang lebih berwawasan lingkungan untuk meniaga kelestarian alam demi menekan emisi karbon.
Apalagi, Indonesia telah mengadopsi beberapa komitmen global untuk mendukung penanganan perubahan iklim dan penerapan prinsip ESG, yaitu Paris Agreement on Climate Change 2015-2030 dan UN Sustainable Development Goals 2015-2030.ย
Selain itu, Indonesia juga telah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 41% dengan dukungan internasional dan 29% atas upaya sendiri dalam skema Nationally Determined Contribution pada 2030.ย
“Hal ini sejalan dengan statement Bapak Presiden Republik Indonesia dalam pertemuan World Leader Summit COP 26 di Glasgow yang meneguhkan komitmen Indonesia mencapai net zero emission,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, untuk dapat menurunkan emisi karbon nasional, pemerintah membutuhkan anggaran sebesar Rp3.461 triliun sampai 2030.
Menurutnya, agar dapat terealisasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi amunisi paling utama. Estimasi tersebut berdasarkan data terbaru dari target Nationally Determined Contributions (NDC) hingga 2030, bahwa kebutuhan biaya Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi karbon adalah sebesar Rp3.779 triliun atau Rp 343,6 triliun per tahunnya pada 2020 sampai 2030.
“Angka Rp 3.461 triliun hingga tahun 2030 merupakan sebuah angka yang sangat signifikan. Salah satu tools yang penting bagi kita untuk mencapai tekad tersebut adalah APBN yaitu keuangan negara,โ ucapnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra