32.2 C
Jakarta
Rabu, 20 November, 2024

Pasar Modal China, Peluang Cuan bagi Investor Baru

JAKARTA, duniafintech.com – Pada era pandemi Covid-19 ini Pasar Modal China telah menarik perhatian investor karena terus menelurkan sekitar 24 miliarder baru. Hal ini dikarenakan bursa saham di sana memainkan peran penting, lantaran banyak investor ritel yang mencari pengembalian cepat dan menanamkan dananya di pasar modal Tiongkok.

Seperti dilangsir Bloomberg, setidaknya ada 24 miliarder baru yang terlahir di pasar modal China hingga Juni 2020. Para orang kaya tersebut datang dari bermacam latar belakang, seperti mantan guru, akuntan, hingga pengembang perangkat lunak.

Menurut catatan Bloomberg, China telah melahirkan dua lusin miliarder dari 118 pencatatan perdana saham (Initial public offering/IPO) tahun ini. Mayoritas perusahaan yang melakukan IPO berasal dari sektor kesehatan dan teknologi.

Hebatnya lagi mereka yang dinobatkan jadi miliarder ini berkat jasa para investor ritel atau investor yang tidak membawa nama perusahaan alias dilakukan oleh seorang individu. Bisa dikatakan investor ritel ini terdiri dari berbagai macam orang, dari mereka yang sudah ahli dalam dunia saham, sampai yang ke pemula.

Biasanya mereka adalah investor yang menanamkan modalnya dengan jumlahnya lebih minim dibandingkan dengan investor institusional yang membawa nama perusahaan. Mereka juga berinvestasi atas nama sendiri dan nanti hasilnya akan digunakan untuk keperluan pribadi.

Bursa Efek atau Pasar Modal China

China adalah salah satu negara di Asia yang pasar modalnya sangat aktif. China mempunyai tiga bursa efek yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk transaksi saham, yaitu Bursa Efek Shanghai, Bursa Efek Shenzhen, dan Bursa Efek Hong Kong.

Sesuai dengan namanya, ketiga bursa efek itu berlokasi di Shanghai, Shenzhen, dan Hong Kong. Ketiganya punya andil yang sangat besar bagi pasar modal yang ada di China.

Sebanyak 118 perusahaan telah listing di Bursa Efek Shanghai dan Shenzen tahun ini, dan mengumpulkan USD 20 miliar sampai Juni.

Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dibanding realisasi separuh pertama 2019. Shanghai kini jadi tempat pencatatan saham nomor 1 dunia, mengalahkan New York dan Hong Kong.

Uniknya lagi pemain besar di pasar modal China adalah orang China-nya sendiri. Kamu akan sangat jarang menemukan investor asing masuk ke bursa efek China, kecuali di Bursa Efek Hong Kong yang lebih terbuka menerima kehadiran investor asing. Jika dibandingkan Indonesia, tentu Indonesia lebih banyak menyerap investor asing yang masuk ke sini.

Di bursa efek China, listing baru sering melonjak hingga batas 44 persen pada hari pertama perdagangan.

Para miliarder China angkatan IPO 2020 memiliki kekayaan gabungan USD 70 miliar pada pertengahan Juli. Sebagian besar datang dari industri kesehatan dan teknologi, yang kegiatan bisnisnya menanjak selama pandemi.

UBS Group mencatat, pengusaha China sukses menyalip Rusia di posisi kedua negara dengan kelompok miliarder terbesar dunia pada 2018. Kekayaan mereka naik tiga kali lipat dalam 5 tahun jadi USD 982,40 miliar.

Merujuk data Bloomberg, terdapat 68 miliarder asal China yang masuk dalam daftar 500 orang terkaya dunia pada awal 2017, dengan kekayaan bersih gabungan mencapai USD 849 miliar.

Alasan mengapa pasar modal China jarang menerima investor asing karena cadangan devisa yang tinggi di sana. Belum lagi banyaknya pengusaha yang ada di persentase 10% dari jumlah keseluruhan masyarakat. Jadi, hal itu yang membuatnya belum terbuka untuk investor asing. Hal ini sudah dibangun dalam waktu bertahun-tahun hingga bisa mendapatkan kestabilan saat ini.

Uniknya, perusahaan-perusahaan global China bersedia masuk ke pasar global seperti di Amerika Serikat. Mereka tetap melakukan ekspansi ke luar negaranya, jadi sebenarnya tidak terlalu tertutup juga untuk menjadi lebih besar lagi.

Selain itu Bursa Efek Shanghai sendiri memang menerapkan peraturan baru untuk perusahaan yang ingin IPO. Sekarang untuk IPO di Bursa Efek Shanghai hanya membutuhkan waktu 288 hari. Padahal rata-rata waktu IPO di bursa efek China lainnya memakan waktu hingga 754 hari.

Perlu diketahui, saat ini China juga memiliki banyak perusahaan startup yang digunakan di negaranya sendiri. Perusahaan startup itu ada berbagai macam. Lalu, keuntungan juga didapat dari memilih perusahaan yang tepat untuk IPO sehingga transaksinya pun semakin tinggi saja

Dengan adanya Bursa Efek, Investor Domestik Indonesia mulai bertambah banyak

Kehadiran bermacam fintech saham dan investasi lainnya di Indonesia, membuat masyarakat Indonesia mulai penasaran dengan dunia bursa efek. Penambahan jumlah investor ritel Indonesia ini pun semakin menggeliat. Menurut data yang dikeluarkan OJK, ada penambahan sekitar 4,5 juta SID pada bulan Februari 2021, dibandingkan bulan Desember 2020 yang mencapai 3,8 juta.

Perlu kamu tahu, SID adalah identifikasi unik milik investor yang sudah terdaftar. Ketika kamu ingin investasi saham atau reksa dana, kamu pasti akan mendapatkan identifikasi ini.

Di masa pandemi seperti ini yang mana orang-orang kebanyakan berada di rumah, membuat orang-orang mulai mencari sumber penghasilan lain dari saham. Langkah yang sebenarnya sangat diapresiasi, walaupun tidak harus dilakukan secara terburu-buru. Milenial yang melek teknologi juga memperbanyak jumlah SID di Indonesia.

Dengan ini diharapkan jumlah investor domestik di Indonesia semakin banyak. Tentu saja akan sangat bagus apabila perusahaan-perusahaan di Indonesia dimiliki oleh orang Indonesia sendiri karena keuntungannya akan dirasakan di dalam negeri. Itu artinya anak bangsa yang memajukan negaranya sendiri. Hal ini patut kita apresiasi. Terjadi karena kemajuan teknologi yang terjadi di kehidupan kita.

Namun, Indonesia tetap akan terbuka dengan investor asing karena turut membantu geliat bursa efek Indonesia yang semakin ramai saja. Hanya saja tidak ada salahnya berharap investor domestik yang menguasai pasar modal Indonesia.

Untuk anda yang ingin menjadi miliarder juga, Anda bisa memulainya dari trading saham dan investasi reksa dana.

 

 

Penulis: Kontributor / M. Raihan Muarif

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU