25.3 C
Jakarta
Jumat, 19 April, 2024

Pemberlakuan Pajak Kripto di Indonesia Per 1 Mei, Asosiasi Bilang Begini

JAKARTA, duniafintech.com – Pemerintah Indonesia telah menerbitkan aturan pengenaan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada 30 Maret 2022.

Perdagangan aset kripto di Indonesia akan mulai dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dan Pajak Penghasilan atau PPh yang berlaku mulai 1 Mei 2022. 

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda yang sebelumnya telah bertemu dengan Direktorat Jenderal Pajak beberapa waktu lalu mengungkapkan, pajak tersebut tetap berlaku pada 1 Mei 2022. 

“Sejauh ini, aturan PMK pajak aset kripto masih tetap akan berlaku pada tanggal 1 Mei 2022. Besar harapan kami, selama penerapan di masa awal nanti, DJP bisa kembali meninjau aturan PMK 68 dengan memasukan usulan dari asosiasi dan pedagang aset kripto, agar pemungutan pajak tetap optimal dan menguntungkan semua pihak,” ujar pria yang akrab disapa Manda, dikutip dari Liputan6.com, Selasa (4/5/2022). 

Baca juga: Kabar Baik, Pengguna Telegram Kini Bisa Kirim Kripto Lewat Bot

Manda menjelaskan, pada pertemuan asosiasi bersama DJP pada 22 April 2022 lalu, hadirnya DJP dalam ekosistem aset kripto di Indonesia, menjadi legitimasi bagi aset kripto menjadi bagian dalam kelas aset baru di Indonesia.

“Kami mengapresiasi hadirnya DJP dalam ekosistem kripto di Indonesia, Kepastian hukum dan perpajakan membuat rasa nyaman dan aman bagi para investor untuk merealisasikan keuntungannya,” jelas Manda.

Meskipun begitu, menurut Manda masih butuh pertimbangan soal teknis pemungutan yang belum sepenuhnya sempurna dan hal itu disampaikan asosiasi pada pertemuan bersama DJP. 

Baca juga: Sisi Positif Pajak Kripto, Pengamat Sebut Bisa Tingkatkan Kepercayaan Investor

“Kami tidak bisa menyebutkan usulan apa saja yang disampaikan dalam pertemuan DJP karena bersifat confidensial dan merupakan skema bisnis. Namun, salah satu yang bisa kami sampaikan adalah saat ini PMK 68 belum sepenuhnya meng-cover transaksi dalam aset kripto, sehingga butuh waktu untuk implementasi, dari sisi pengembangan API (Application Programming Interface) dan sosialisasi,” tutur Manda.

Pajak Tak Hanya di Aset Kripto

Di sisi lain, Manda menjelaskan, dalam aturan PMK 68 ini juga belum dijelaskan untuk pemberian hadiah, seperti campaign rewards, air drops dan lainnya berupa aset kripto apakah dilakukan pemungutan pajak atau tidak. 

“Untuk transaksi B2B, exchanger-to-exchanger juga masih belum ada aturannya karena saat ini exchanger tidak berdiri sendiri, karena saling membuka diri sehingga masing-masing exchanger yang saling bekerja sama punya posisi jual-beli kripto yang sama,” kata dia.

Pengenaan pajak ini juga tak hanya terjadi bagi aset kripto, tetapi pada instrumen investasi lainnya seperti saham. Menurut Manda, perbedaan paradigma transaksi antara pasar saham dan kripto ada di lembaga perantara. 

Baca juga: Kripto Dikenakan Pajak Mulai 1 Mei 2022, Ini Tanggapan CEO Indodax

“Saat ini, industri kripto di Indonesia belum ada lembaga bursa kripto yang bisa menjadi lembaga perantara antar exchange. Sehingga, jika bursa ada pemungutan pajak akan lebih mudah, karena semua transaksi akan terpusat,” tutur Manda.

“Stock market sudah menggunakan konsep seperti itu, dengan melibatkan IDX sebagai lembaga perantara antar sekuritas. Semua transaksi jual-beli saham bisa terpusat di IDX, sehingga pemungutan pajak akan jauh lebih mudah,” lanjut dia.

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE