JAKARTA, duniafintech.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19 perlu didukung oleh peningkatan literasi keuangan digital. Pasalnya, jika Indonesia ingin segera pulih dari pandemi, mutlak diperlukan inovasi teknologi dan peningkatan pengetahuan.
Di samping itu, teknologi juga yang akan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inka B Yusgiantoro, mengatakan, teknologi sudah diterapkan dalam praktik keuangan di tanah air.
Akan tetapi, imbuhnya, kegunaannya belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat, utamanya oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Pandemi Covid -19 dapat menjadi game changer untuk Keuangan Digital. UMKM dan masyarakat unbanked mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi keuangan seperti mobile money, fintech, dan online banking,” katanya pada webinar Outlook Ekonomi 2022 bertema Seizing the Opportunity: Transforming Indonesia’s Economy Amidst The Crisis, dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (8/2/2022).
Baca Juga:
- Siapkan 5 Kebijakan, OJK Optimistis Industri Jasa Keuangan 2022 akan Tumbuh
- OJK dan GoTo Financial Hadirkan Buku Pintar Keuangan, Unduh di Sini
Disampaikan Inka, keuangan digital menjadi pendorong utama untuk inklusi keuangan. Hal itu karena keuangan digital bisa membuka akses untuk UMKM dan masyarakat unbanked ke lembaga jasa keuangan formal ketimbang lewat jalur informal dengan biaya yang lebih tinggi.
“Pandemi mengakselerasi digital baik dari sisi supply (penjual) dan sisi demand (konsumen) di berbagai sektor, terutama sektor perdagangan retail melalui pembayaran digital,” jelasnya.
Dengan adanya QRIS, sambungnya, merchants hanya perlu menampilkan QR Code dan konsumen bisa melakukan pembayaran secara digital lewat penyedia jasa pembayaran yang mereka inginkan.
“QRIS telah dimanfaatkan cukup banyak, apalagi di UMKM yang naik cukup signifikan pada tahun 2020 ada sekitar 2,6 juta, di tahun 2021 meningkat di atas 7,5 juta,” ulasnya.
Di sisi lain, ia menilai bahwa transformasi digital tentu saja bakal sukses apabila terdapat kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, utamanya dari pemerintah, kementerian, dan lembaga industri sehingga bauran yang ada dapat disinergikan dengan baik.
Ia menerangkan, pemerintah melalui G2P (Government to Person) pun menggunakan pembayaran digital untuk secara cepat dan efisien mencapai masyarakat. Misalnya, KKS (Kartu Keluarga Sejahtera) dapat diakses lewat platform pembayaran digital dan juga kartu Pra Kerja yang juga melalui dompet digital.
“Pada tahun 2021, dengan populasi di Indonesia hampir 275 juta jiwa yang mayoritas populasi adalah generasi milenial dan generasi Z, tentunya mereka menjadi driver untuk perubahan digitalisasi di negara ini,” sebutnya.
“Hal ini, bisa dilihat juga pengguna teknologi digital mobile connection, tentunya sudah cukup tinggi di Indonesia namun unbanked juga cukup tinggi, yaitu 31 persen. Masih ada kesempatan untuk meningkatkan ini.”
OJK sendiri, kata dia lagi, merespon transformasi digital dengan mengeluarkan berbagai peraturan untuk mendukung ekosistem digital pada sektor jasa keuangan di tanah air. Di samping itu, keuangan digital pun perlu diimbangi dengan Literasi Keuangan, utamanya literasi keuangan digital yang baik di masyarakat, dalam rangka memitigasi risiko dan melindungi konsumen.
“Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK menunjukkan gap inklusi keuangan dan literasi keuangan yang masih besar sehingga menjadi salah satu indikasi permasalahan-permasalahan konsumen di sektor jasa keuangan,” tandasnya.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra