JAKARTA, duniafintech.com – Pengumuman invasi militer ke Ukraina oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, pada hari ini, Kamis (24/2) telah memicu peningkatan harga nikel dunia. Tak hanya nikel komoditas batu bara pun terpantau naik.
Namun, menurut Equity And Financial Advisor sekaligus Direktur Utama PT UOB Kay Hian Sekuritas Agoes Halim, kenaikan harga nikel dunia yang dipicu perang di Eropa Timur ini dapat menjadi peluang bagi komoditas ekspor Indonesia.
Pasalnya, Indonesia diketahui sebagai salah satu pemilik cadangan nikel terbesar di dunia. Dia menjelaskan, Rusia menjadi salah satu eksportir nikel dunia, sehingga konflik yang terjadi di sana akan berdampak pada pasokan global dan memicu peningkatan harga.
“Jika terjadi perang seperti sekarang ini dari negara-negara Eropa, NATO, Amerika Serikat bisa saja dapat melakukan embargo atau sanksi ekonomi terhadap Rusia. Jika mereka menerapkan itu otomatis kan pasokan globalnya akan berdampak,” katanya kepada wartawan, Kamis (24/2).
Dengan peningkatan harga nikel yang terjadi, Indonesia dapat mengambil posisi sebagai pihak yang diuntungkan dengan cadangan yang berlimpah. Hal ini, sambungnya, sama halnya ketika krisis global yang terjadi di tahun 2007 di mana komoditas nikel Indonesia dibeli dengan harga tinggi.
Hanya saja, saat itu pemerintah masih memperbolehkan ekspor bahan mentah. Berbeda dengan saat ini di mana Indonesia telah menghentikan ekspor bahan mentahnya, sehingga ekspor hanya diperbolehkan untuk barang olahan.
“Kalau Indonesia 2007 benar-benar diuntungkan dari kenaikan harga komoditas karena boleh ekspor bahan mentah. Kalau sekarang nikel diolah dulu baru boleh, cuma berdampak positif bagi perusahaan nikel yang sudah punya smelter seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO),” ujarnya.
Agoes pun mengatakan, saat ini sebenarnya pasokan nikel dunia telah berkurang karena Indonesia tak lagi mengizinkan ekspor bahan mentahnya. Dengan adanya perang Rusia-Ukraina ini kenaikan harga bijih nikel akan semakin melambung.
Tak hanya nikel, komoditas lain seperti minyak dan gas, serta batu bara diperkirakan juga akan melambung tinggi, akibat terganggunya pasokan akibat perang. Hal ini, lanjutnya, jelas akan memicu terjadinya peningkatan inflasi di dunia.
“Otomatis turunan komoditas seperti minyak dan gas, juga batubara pasti akan ada kenaikan. Sehingga menyebabkan inflasi di dunia,” ucapnya.
Adapun, sejumlah harga komoditas pertambangan energi hingga metal pada perdagangan hari ini mulai dari batu bara, nikel hingga alumunium terpantau naik, yang dipicu oleh oleh kekhawatiran pasar atas kemungkinan gangguan pasokan dari Rusia menyusul invasi ke Ukraina.
Berdasarkan harga nikel di bursa London Metal Exchange (LME) mengalami kenaikan sebesar 1,1% menjadi US$24.655 per ton. Harga nikel pun telah menyentuh puncak tertingginya sejak 2011 di USD25.135 pada, Selasa (22/2).
Harga aluminum pun turut melambung mendekati level tertingginya. Harga aluminium kontrak tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 0,4% menjadi US$3.304,5 per ton, mendekati level tertingginya di US$S3.380 per ton yang dicapai awal pekan ini.
Sementara itu harga batubara di bursa ICE Newcastle, kontrak Februari berada di US$239,00/ton, atau naik 0,55% dari sesi sebelumnya di US$239,00 per ton. Sedangkan, kontrak Maret 2022, harga batu bara melejit 5,52% di US$237,15/ton dari sesi kemarin di US$224,75/ton.Â
Adapun selama lima hari terakhir, kontrak ini telah melonjak 14,29%. Kontrak April 2022, harga batu bara menanjak 5,79% di US$212,10/ton dari US$197,90/ton, menambah penguatan lima hari terakhir sebanyak 14,96%.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra