30.8 C
Jakarta
Jumat, 29 Maret, 2024

Perjanjian Asuransi — Prinsip hingga Batasannya

JAKARTA, duniafintech.com – Pada dasarnya, perjanjian asuransi berarti kesepakatan tertulis antara nasabah dengan perusahaan asuransi.

Isinya pun bisa berbeda-beda, yang disesuaikan dengan jenis asuransi dan profil nasabah masing-masing. Perjanjian yang mengikat pihak tertanggung (pemegang polis) dan penanggung (perusahaan asuransi) ini mesti punya memiliki asas, prinsip, dan batasan.

Perjanjian ini di Indonesia telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Berikut ini ulasan selengkapnya.

Baca juga: Perusahaan Asuransi Indonesia Terdaftar BEI, Ini Daftarnya

Pengertian Perjanjian Asuransi

Mengutip Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), perjanjian pada asuransi adalah suatu perjanjian di mana penanggung (perusahaan asuransi) bersedia menanggung risiko yang mungkin akan menimpa tertanggung (nasabah). Sebagai gantinya, nasabah harus membayarkan premi pada perusahaan.

Risiko yang ditanggung bisa berupa kehilangan, kerusakan, atau tidak memperoleh keuntungan yang diharapkan, yang mungkin bakal dideritanya akibat suatu peristiwa yang tak menentu.

Mengacu kepada definisi itu,maka perjanjian ini termasuk kontrak yang bersyarat, mengikat, dan perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik. Artinya, surat perjanjian antara pihak yang mengadakan perjanjian pada asuransi disebut juga kontrak asuransi yang berisi kesepakatan tersebut diadakan untuk mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Adapun kontrak asuransi mengatur syarat-syarat yang harus dipatuhi oleh pihak penanggung dan tertanggung. Misalnya kewajiban pihak tertanggung untuk membayarkan sejumlah uang dalam bentuk premi maupun kewajiban pihak penanggung untuk mengganti kerugian yang dialami oleh tertanggung akibat peristiwa yang tidak pasti.

Pengertian perusahaan asuransi, yaitu perusahaan yang memberikan jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian karena kerugian, kerusakan, atau biaya yang timbul.

Baca juga: Contoh Polis Asuransi Mobil? Simak Ulasannya di Sini

Perjanjian Asuransi

Syarat Sah Perjanjian Asuransi

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, kontrak asuransi sah jika memenuhi poin-poin sebagai berikut.

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri

Adapun kesepakatan mereka (pihak tertanggung dan penanggung) dimulai dengan terjadinya proses penawaran dan penerimaan. Lain dari penggunaan istilah penawaran dan penerimaan pada umumnya, perjanjian pada asuransi ini mengatur bahwa penawaran berasal dari tertanggung, sementara penerimaan (risiko) berasal dari penanggung.

Untuk diketahui, suatu penawaran adalah sebuah pernyataan dari kehendak untuk mengikatkan diri berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu. Penawaran ini nantinya akan melahirkan perjanjian setelah tawaran diterima.

Sementara itu, penerimaan merupakan pernyataan bahwa penawaran itu diterima, berikut dengan persyaratan-persyaratannya. Pada asuransi, penerimaan lahir pada saat polis diterbitkan atau saat pertanggungan dimulai.

Dengan begitu, tertanggung terikat dengan semua informasi yang diberikan dan menjadi dasar buat penanggung untuk melakukan penutupan asuransi.

2. Cakap untuk membuat suatu perikatan

Maksudnya para pihak adalah pihak yang kompeten untuk membuat perikatan dalam elemen competent parties. Indikator-indikatornya, yakni para pihak telah dewasa, waras, dan tidak dalam paksaan maupun pengampuan.

3. Suatu hal tertentu

Prinsip ini berarti bahwa objek yang menjadi dasar lahirnya perjanjian, dalam hal ini janji dari penanggung kepada tertanggung untuk memberikan jaminan dianggap seimbang atas risiko yang akan djamin.

Terkait itu, premi yang merupakan elemen kuat sebuah perjanjian pada asuransi berperan sebagai jaminan dan memberikan kekuatan hukum lahirnya perjanjian tersebut. Objek yang dimaksud dalam perjanjian pada asuransi, yakni objek pertanggungan.

Pihak tertanggung harus mempunyai hubungan langsung dan/atau tidak langsung dengan objek yang dipertanggungkan tersebut.

4. Suatu sebab yang halal (legal object)

Adapun suatu sebab yang melahirkan perjanjian dalam asuransi harus halal dan legal. Perjanjian pada asuransi asuransi yang bertujuan untuk memberikan asuransi terhadap suatu sebab yang dilarang oleh undang-undang, melanggar kesusilaan, atau bertentangan dengan kepentingan umum akan dibatalkan.

5. Mengandung legal form

Maksudnya adalah perjanjian pada asuransi dikatakan memenuhi unsur legal form jika polis asuransi tersebut sama atau mempunyai substansi yang sama dengan polis asuransi yang dianggap oleh pihak berwenang.

6. Asas Hukum Perjanjian pada Asuransi

Perjanjian pada asuransi secara umum harus memenuhi syarat-syarat umum perjanjian. Akan tetapi, perjanjian yang mengatur asuransi punya karakter yang khusus, unik, dan tegas dibandingkan jenis perjanjian lainnya. Menurut pasal KUHD, ketentuan umum perjanjian dalam KUHPerdata bisa berlaku pada perjanjian dalam asuransi juga. Berikut ini asas-asas perjanjiannya.

a. Asas kebebasan berkontrak

Pada hukum perjanjian, ruang lingkup asas kebebasan berkontrak di Indonesia meliputi:

* Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat kontrak

* Kebebasan untuk memilih pihak mana yang diajak membuat perjanjian

* Kebebasan untuk menentukan atau memilih isi kontrak

* Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian

* Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu kontrak

* Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang-undang yang bersifat opsional

Penting dicatat, pedoman kebebasan berkontrak, yakni kebebasan individu sehingga titik tolaknya adalah kepentingan individu juga.

b. Asas ketentuan mengikat

Asas yang berikut ini diatur pada Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Hubungannya dengan asuransi berarti pihak penanggung dan tertanggung harus melaksanakan ketentuan perjanjian yang telah disepakati. Pasalnya, perjanjian ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

c. Asas kepercayaan

Artinya, pihak penanggung dan tertanggung saling menumbuhkan kepercayaan dalam perjanjian pada asuransi. Hal itu penting supaya kedua belah pihak bersedia dan terikat untuk memenuhi perjanjian ini.

d. Asas persamaan hukum

Asas ini berarti bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunya kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum.

e. Asas keseimbangan atau prorata

Asas ini merupakan sebuah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Pada perjanjian di asuransi, hak dan kewajiban tertanggung, yaitu membayar premi dan menerima ganti rugi.

Sementara itu, hak dan kewajiban penanggung, yakni menerima premi dan memberikan ganti rugi atas objek yang dipertanggungkan.

Prinsip keseimbangan ini menjadi penting jika terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian sehingga kerugian itu harus diganti seimbang dengan risiko yang ditanggung.

7. Batasan Perjanjian pada Asuransi

Kontrak asuransi juga punya sifat-sifat lain yang merupakan batasan kesepakatan itu. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 246 KUHD. Berikut ini beberapa batasan perjanjian pada asuransi.

a. Perjanjian penggantian kerugian

Istilah perjanjian penggantian kerugian ini disebut shcadevezekering/indemnitas contract. Penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian yang dialami pihak tertanggung. Kerugian yang diganti itu seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita (prinsip indemnitas).

b. Perjanjian bersyarat

Adapun kewajiban penanggung mengganti kerugian yang dialami tertanggung hanya akan dilakukan jika syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi.

c. Perjanjian kerugian

Kerugian yang diderita, yaitu sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas diadakan pertanggungan.

Hal-hal yang Menyebabkan Kesepakatan Asuransi Berakhir

Kondisi-kondisi berikut ini bisa menyebabkan perjanjian polis bisa gugur.

1. Terjadi evenemen diikuti klaim

Misalkan pada asuransi jiwa, satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung adalah meninggalnya tertanggung. Jika dalam jangka waktu perjanjian pada asuransi berlangsung ternyata tertanggung meninggal maka penanggung wajib membayar uang santunan.

Kalau penanggung sudah melunasi klaim itu maka asuransi jiwa pun berakhir. Hal itu sesuai dengan hukum perjanjian bahwa suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir jika seluruh hak dan kewajiban telah terpenuhi.

2. Jangka waktu berakhir

Perjanjian selalu punya jangka waktu. Misalnya pada asuransi jiwa, jika jangka waktu berlaku asuransi ternyata tidak terjadi evenemen maka beban risiko penanggung pun tetap berakhir.

Kalau dalam asuransi perjalanan, misalnya, kalau perjalanan berakhir maka asuransi pun berakhir. Itu artinya, asuransi akan berakhir setelah beban risiko pada objek dan kepentingan yang diasuransikan telah selesai.

3. Asuransi gugur

Asuransi gugur ini sering terjadi dalam asuransi pengangkutan. Jika barang yang sudah diasuransikan tidak jadi diangkut maka asuransi gugur. Dalam hal ini, barang itu belum mengalami bahaya sama sekali sehingga asuransi gugur pun bisa disebut sebagai keadaan yang membatalkan kontrak asuransi sebelum bahaya terjadi.

4. Asuransi dibatalkan

Perjanjian polis dapat dibatalkan lantaran tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau terjadi disebabkan oleh permohonan tertanggung untuk menghentikan perjanjian.

5. Perjanjian pada Asuransi Bukan Persetujuan Untung-untungan

Berikut ini beberapa alasan mengapa perjanjian pada asuransi bukanlah kesepakatan yang memperhitungkan keuntungan:

a. Risiko atau kerugian yang dialami objek pertanggungan diimbangi oleh premi asuransi yang dibayarkan. Dengan demikian premi ini adalah pengganti kerugian.

b. Kepentingan syarat mutlak.

c. Kalaupun ada gugatan yang diajukan baik dari pihak penanggung maupun tertanggung diselesaikan melalui pengadilan.

d. Adanya suatu akibat hukum dari kontrak tersebut.

Prinsip-prinsip Perjanjian Asuransi

Mengingat perjanjian pada asuransi adalah kesepakatan khusus yang diatur dalam KUHD, kesepakatan ini bukan hanya memiliki asas hukum, melainkan juga beberapa prinsip berikut ini.

1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest)

Tertanggung punya kepentingan atas objek pertanggungan yang diasuransikan jika ia akan menderita kerugian finansial di masa mendatang. Antisipasi atas kerugian finansial ini memungkinkan tertanggung mengasuransikan harta benda atau kepentingannya.

Jika terjadi musibah atas objek yang diasuransikan lalu terbukti bahwa tertanggung tidak memiliki kepentingan finansial atas objek tersebut maka tertanggung tidak berhak menerima ganti rugi.

Sebagai informasi, ketentuan di atas mendasari adanya kepentingan dalam mengadakan perjanjian pada asuransi. Ketentuan itu yang kemudian membedakan asuransi dengan permainan dan perjudian.

2. Prinsip iktikad baik yang teramat baik  (Utmost Goodfaith)

Adapun pelaksanaan prinsip ini membebankan kewajiban kepada tertanggung untuk membeberkan sejelas-jelasnya mengenai segala fakta penting yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan.

Prinsip ini pun berlaku pada penanggung atau perusahaan asuransi. Mereka harus menjelaskan risiko-risiko yang menjamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan, dan kondisi pertanggungan secara teliti.

Kewajiban membeberkan fakta-fakta tersebut berlaku sejak perjanjian pada asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat. Pada pasal 251 KUHD dijelaskan bahwa asuransi menjadi batal apabila tertanggung memberikan keterangan yang keliru atau sama sekali tidak memberikan keterangan.

3. Prinsip keseimbangan (Indemniteit Principle)

Ini adalah prinsip yang mengatur bahwa penanggung memberikan ganti rugi kepada tertanggung sesuai dengan besarnya kerugian, sesaat sebelum terjadinya kerugian. Sejalan dengan pengertian asuransi pada Pasal 246 KUHD, ganti rugi yang dimaksudkan adalah yang seimbang dengan kerugian yang diderita oleh tertanggung.

Akan tetapi, perlu diperhatikan, berlakunya prinsip keseimbangan ini hanya dalam asuransi kerugian saja, bukan berlaku dalam asuransi sejumlah uang.

4. Prinsip Subrogasi (Subrogation Principle)

Pengertian subrogasi adalah kedudukan tanggung jawab hukum pihak ketiga di dalam hukum perdata. Seseorang yang menyebabkan suatu kerugian bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Dalam hubungannya dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih ganti kerugian kepada pihak yang mengakibatkan kerugian setelah penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung.

Ringkasnya, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian pihak ketiga maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.

Baca juga: Mengulik Cara Kerja Asuransi di Indonesia, Simak Ya!

Simak informasi lengkap seputar dunia Kripto dan Fintech hanya di Duniafintech.com

 

Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama

Editor: Rahmat Fitranto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE