25.2 C
Jakarta
Rabu, 6 November, 2024

Selain Garuda, Deretan BUMN Ini Ternyata Juga Terlilit Utang Jumbo

JAKARTA, duniafintech.com – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menuai banyak sorotan pada tahun ini setelah perseoran tersebut diketahui terlilit utang jumbo alias dalam jumlah banyak. Bahkan, maskapai pelat merah itu di atas kertas sudah dinyatakan bangkrut. Namun, nyatanya, nasib yang sama juga dialami oleh beberapa perusahaan di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya.

Untuk diketahui, masalah utang jumbo dari sejumlah badan BUMN ini memang terus mengemuka sejak beberapa waktu belakangan. Bahkan, banyak perusahaan negara yang terlilit utang menggunung jauh sebelum adanya pandemi Covid-19.

Tak ayal, pemerintah pun kelimpungan untuk mencari cara dalam rangka menyehatkan kembali perusahaan yang terlilit masalah ini. Bukan hanya melakukan restrukturisasi, pemerintah pun sering mengandalkan suntikan APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) untuk menyehatkan keuangan BUMN.

Sebagai informasi, inilah 6 perusahaan BUMN yang terlilit utang jumbo, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (15/12).

  1. PT Waskita Karya (Persero) Tbk

Menurut Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, Waskita Karya memiliki utang mencapai Rp90 triliun sampai akhir 2019 lalu. Penyebabnya adalah lantaran banyaknya proyek jalan tol yang dikerjakan.

“Total, ada Rp90 triliun posisi utang Waskita pada peak 2019 akhir itu Rp90 triliun. Itu Rp70 triliun utang ke bank dan obligasi serta Rp20 triliun ke vendor,” jelasnya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI.

Tiko—sapannya—menyebut bahwa perseoran ini memiliki penugasan untuk menyelesaikan sejumlah proyek jalan tol, utamanya Jalan Tol Trans Jawa dan Trans Sumatera. Adapun sebagian besar tol ini adalah hasil akuisisi dari swasta yang pengerjaannya terkendala.

“Ada sekitar 16 ruas tol yang dikerjakan oleh Waskita. Sebagian besar memang akuisisi dari tol yang dimiliki swasta, kemudian tidak ada perkembangan sehingga di tahun 2015—2017 cukup agresif mengambil tol-tol yang tidak berjalan optimal,” paparnya.

Mengintip laporan keuangan Juni 2021, Waskita Karya memang masih menanggung utang mencapai Rp89,73 triliun. Di sisi lain, jumlah aset WSKT sendiri bernilai Rp105,34 triliun.

  1. PTPN

Dikatakan Menteri BUMN, Erick Thohir, PTPN punya utang mencapai Rp43 triliun. Bahkan, utang ini adalah utang lama yang telah menumpuk. Kementerian BUMN pun berusaha untuk mengatasi utang ini, di antaranya dengan memperpanjangan masa pelunasan utang atau restrukturisasi. Menurut Erick, utang itu menjadi korupsi yang terselubung di PTPN.

“PTPN itu punya utang Rp43 triliun. Ini merupakan penyakit lama dan saya rasa, ini korupsi yang terselubung, yang memang harus dibuka dan dituntut pihak yang melakukan ini,” katanya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI.

Erick menambahkan, kendati restrukturisasi telah berhasil dilakukan, tetapi hal itu perlu dibarengi komitmen perusahaan untuk membenahi kinerja keuangan. Adapun perbaikan ini dilakukan dengan efiensi besar-besaran terhadap biaya operasional perusahaan.

Di samping itu, perseroan ini juga mesti meningkatkan produksinya supaya arus kas perusahaan dapat terjaga sehingga bisa melunasi utangnya. Kalau tidak terbayarkan, bank yang memberi pinjaman bisa bangkrut akibat besarnya utang PTPN.

“Ketika utang diperpanjang maka harus ada cash yang masuk. Ini bank pemberi pinjaman bukan hanya Himbara, tapi ada banyak asing dan swasta, yang kalau tidak terbayarkan mereka bisa kolaps secara beruntun. Maka itu, kami berinisiasi, selain efisiensi, tetapi juga meningkatkan produksi,” tuturnya.

  1. PT PLN (Persero)

Merujuk pada laporan keuangan 2020, PLN memiliki utang jumbo dengan nilai Rp649,2 triliun, yang terdiri dari utang jangka panjang sebesar Rp499,58 triliun dan utang jangka pendek Rp149,65 triliun.

Adapun utang jangka panjang PLN ini didominasi oleh obligasi dan sukuk sebesar Rp192,8 triliun, utang bank Rp154,48 triliun, utang imbalan kerja Rp54,6 triliun, liabilitas pajak tangguhan Rp31,7 triliun, dan penerusan pinjaman Rp35,61 triliun.

Erick Thohir pun sempat menguak fakta pada Juni 2021 lalu bahwa PLN punya utang yang menumpuk hingga Rp500 triliun. Hal tersebut membuat BUMN kelistrikan ini mesti memangkas belanja modal (capital expenditure/capex) sampai 50 persen untuk efisiensi.

“PLN itu utangnya Rp500 triliun. Tidak ada jalan kalau tidak segera disehatkan, salah satunya itu kenapa sejak awal kami meminta capex PLN ditekan sampai 50 persen,” urainya dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI.

Bukan hanya memangkas capex, penanganan utang yang besar ini juga dilakukan dengan meminta perseroan ini melakukan negosiasi ulang kepada pihak kreditur agar dapat memperoleh bunga yang lebih rendah. Sejauh ini, jumlah rasio utang PLN telah menjadi Rp452,4 triliun.

  1. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

Menjadi yang paling disoroti kinerja keuangannya, Garuda Indonesia hingga akhir September 2021diketahui punya utang mencapai 9,8 miliar dollar AS atau sekitar Rp 138,87 triliun (asumsi kurs Rp 14.200 per dollar AS), berdasarkan catatan atau data Kementerian BUMN.

Menurut  Tiko, liabilitas atau kewajiban Garuda tersebut mayoritas berasal dari utang kepada lessor mencapai 6,35 miliar dollar AS dan selebihnya adalah utang ke bank sekitar 967 juta dollar AS, dan utang dalam bentuk obligasi wajib konversi, sukuk, dan KIK EBA sebesar 630 juta dollar AS.

Ia pun menegaskan bahwa secara teknis, maskapai pelat merah ini sudah dalam kondisi bangkrut, tetapi belum secara legal. Pasalnya, maskapai milik negara ini memiliki utang yang lebih besar daripada asetnya sehingga mengalami ekuitas negatif.

Garuda ssendiri memiliki ekuitas negatif sebesar 2,8 milliar dollar AS atau sekitar Rp40 triliun, sedangkan liabilitasnya mencapai 9,8 miliar dollar AS dan asetnya hanya sebesar 6,9 miliar dollar AS.

“Sebenarnya kalau dalam kondisi saat ini, dalam istilah perbankan, ini technically bankrupt (secara teknis bangkrut), tapi legally belum. Sekarang, kami sedang berusaha untuk keluar dari kondisi ini yang technically bangkrupt,” katanya dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI.

Melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pertengahan September 2021 lalu, manajemen Garuda Indonesia menjelaskan bahwa pendapatan mereka selalu lebih rendah daripada biaya operasional yang dikeluarkan.

Hingga September 2021, total pendapatan Garuda sebesar 568 juta dollar AS atau sekitar Rp8,06 triliun, sedangkan total biaya operasionalnya mencapai 1,29 miliar dollar AS atau sekitar Rp18,31 triliun.

  1. PT Angkasa Pura I (Persero)

Sorotan paling anyar terkait utang jumbo BUMN diarahkan pada kinerja keuangan Angkasa Pura I atau AP I. BUMN pengelola bandara ini rupanya punya utang mencapai sekitar Rp35 triliun.

Adapun segunung utang itu terutama diakibatkan oleh pendapatan perseroan yang tergerus selama pandemi Covid-19. Di waktu yang sama, AP I sudah menggelontorkan banyak uang untuk melakukan ekspansi dengan membangun dan mengembangkan bandara.

Disampaikan Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, rata-rata setiap bulannya AP I saat ini mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar. Hal itu membuat utang perseroan berpotensi terus bertambah dan dapat menyentuh angka Rp38 triliun.

“Meman, AP I sekarang tekanannya berat sekali,” katanya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI.

Di sisi lain, Faik Fahmi selaku Direktur Utama Angkasa Pura I menyatakan bahwa pandemi Covid-19 berdampak terhadap penurunan drastis trafik penumpang di 15 bandara kelolaan perseroan, dari yang semula mencapai 81,5 juta pada 2019, lantas pada tahun 2020 menjadi hanya 32,7 juta dan diperkirakan pada 2021 hanya mencapai 25 juta penumpang.

Dari sisi pengeluaran atau investasi, AP I sudah menggelontorkan dana sekitar Rp19,2 triliun untuk pembangunan dan pengembangan bandara nasional. Diketahui, Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) adalah proyek yang paling banyak menggerus anggaran. Proyek pembangunan Bandara YIA ini tercatat menghabiskan anggaran sekitar Rp12 triliun.

Kemudian, pembangunan sejumlah terminal baru juga ikut menyedot banyak biaya, misalnya di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin sebesar Rp2,3 triliun dan Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang sebesar Rp2,03 triliun.

  1. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk

Dalam catatan Erick Thohir, BUMN lain yang disebut punya utang menumpuk adalah Krakatau Steel, dengan nilai 2 miliar dollar AS atau Rp31 triliun. Dikatakan Erick, terdapat dugaan tindakan korupsi di perusahaan baja pelat merah itu, yang dilakukan manajemen lama, sehingga menghasilkan timbunan utang.

Indikasi korupsi ini, sambungnya, berasal dari proyek pada masa lalu, yaitu pembangunan pabrik baja sistem tanur tinggi atau blast furnace yang dikerjakan oleh manajemen terdahulu. Proyek tersebut menelan anggaran mencapai 850 juta dollar AS atau kurang lebih Rp12,16 triliun.

“Krakatau Steel itu punya utang 2 miliar dollar AS, salah satunya karena investasi 850 juta dollar AS ke proyek blast furnace yang hari ini mangkrak. Ini hal-hal yang tidak bagus dan pasti ada indikasi korupsi,” urainya.

Saat ini, Krakatau Steel juga sudah melakukan restrukturisasi keuangan untuk dapat membayarkan utang yang melibatkan 10 bank nasional, swasta nasional, dan asing itu. Adapun hasilnya, perseroan berhasil menurunkan 45 persen beban bunga dari yang sebelumnya mencapai 847 juta dollar AS, sekarang menjadi 466 juta dollar AS.

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU